
” ….. jika kita melakukan wirid jangan berharap pemberian langsung dari Allah di dunia ini.”
Oleh: KH. Yahya Zainul Ma’arif, Lc., M.A., Ph.D. (Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan PP Al-Bahjah Cirebon)

Dalam kitab Al Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari menerangkan tentang dzikir atau wirid. Jangan meremehkan dzikir kecuali orang yang benar-benar bodoh. Dzikir yang intinya mengingat Allah banyak macamnya, termasuk yang kita baca setelah shalat (wirid) dan juga membaca Al Quran.
Jika orang membaca kalimat-kalimat thoyyibah setelah ia melakukan shalat, baik shalat wajib ataupun sunnah, itu kategori dzikir atau wirid biasa. Tetapi jika ada orang yang menambah amal ibadahnya seperti shalat dua rakaat sebelum tidur, membaca kalimat-kalimat thoyyibah sebelum tidur, itu termasuk wirid. Dan hanya orang-orang yang cerdas saja yang mau melakukannya.
Wirid dan dzikir kepada Allah, amalan-amalan yang kita lakukan, semua kebaikannya pasti akan kembali kepada kita sendiri. Kita melakukan wirid itu semuanya hanya karena Allah dengan mengharapkan waarid .
Kata Waarid dalam beberapa referensi keagamaan diartikan sebagai pemberian Allah kepada kita, sedangkan wirid adalah pemberian kita kepada Allah. Karenanya jangan berharap mendapatkan waarid jika kita tidak mau wirid.
Pada intinya pemberian terbesar dari Allah Swt akan kita terima di akhirat kelak, meskipun di dunia ini Allah juga memberikan waarid Nya.
Ini sebenarnya peringatan dari Syekh Ibnu Atha’illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari, bahwa jika kita melakukan wirid jangan sampai berharap pemberian langsung dari Allah di dunia ini, tetapi berharapkan pemberian tersebut di akhirat.
Meskipun Allah memberikan balasannya di dunia ini, tetapi tidak ada apa-apanya jika kita bandingkan dengan pemberian Allah di akhirat kelak. Karena itu, hadirkan dalam wirid kita itu hanya karena Allah dan jangan berharap hanya balasan di dunia.
Dzikir atau wirid kita ada batasannya, sebab dzikir dan wirid tersebut hanya kita lakukan selama kita hidup di dunia. Jika kita sudah meninggal, maka selesai sudah tugas kita melakukan dzikir atau wirid. Sementara waarid atau pemberian dari Allah akan kita nikmati selamanya.
Ibnu `Athaillah mengatakan, “Allah memberimu warid untuk menyelamatkanmu dari cengkeraman dunia dan membebaskanmu daripada diperbudak oleh makhluk apa pun.” Ia membagi warid ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa hamba merasa ringan dalam menjalankan ketaatan dan beribadah karena sudah merasa lebih dekat ke hadirat-Nya.
2. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa hamba sudah merasakan puncak keikhlasan dan sudah mampu melepaskan diri dari tujuan apa pun selain hanya kepada Allah SWT.
3. Warid yang muncul pada ahli wirid berupa kekuatan untuk melepaskan diri dari sifat-sifat wujud yang terbatas (sempit) untuk kemudian menyaksikan kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala yg tidak terbatas.
Orang yang hatinya telah didatangi warid, akan mengalami perubahan yang luar biasa. Jiwanya akan berasa tenang dan fikirannya tidak lagi kusut-masai. Dia dapat merasakan kelazatan beribadat dan berdzikir. Warid yg masuk ke dalam hati, menghancurkan sifat2 yg keji dan melahirkan sifat-sifat yang terpuji.
Tinggalkan Balasan