
“Aku merasa menjadi sesuatu kalau memiliki sesuatu”
Oleh: Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag. (Lektor Kepala di Fak. Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga)

Seseorang bisa menjadi apa yang dimaksudkan Tuhan jika mampu membaca diri dan mengatualisasikannya dengan baik. Ada beberapa prinsip hidup minimalis agar kita terhindar dari sulitnya hidup. Antara lain:
1. Singkirkan apa yang mempersulit hidup kita. Artinya singkirkan apa saja yang membuat kita menjadi sulit atau repot, menambah pekerjaan dan masalah saja padahal hal tersebut tidak penting. Misalnya kita suka ikan lalu beli akuarium. Awal-awal senang tapi lama-lama malas mengurusi karena merepotkan. Lama-lama ikannya mati akuariumnya rusak lalu kita buang.
Kemudian kita beli akuarium baru lagi dan kasus pertama terulang sampai akhirnya kita kesulitan sendiri. Jika kita merasa tidak bisa ngopeni akuarium dan ikan di dalamnya, kenapa kita memaksa membeli sesuatu yang menyulitkan kita sendiri.
2. Cintai kekosongan. Artinya suka dengan kekosongan dan kelonggaran. Misalnya kita masuk masjid, maka akan terasa luas, lega dan nyaman. Tetapi ketika kita masuk ke rumah akan terasa sumpek , penuh sesak dan membuat kita tidak nyaman. Itu karena barang-barang kita terlalu banyak. Ada baju yang nyantol di kamar, di kamar mandi, di ruang tengah, di ruang kerja dan lain-lain.
Baju saja bisa ada dimana-mana. Belum lagi barang yang lain, termasuk buku-buku kita berserakan dimana-mana, sehingga pantas saja ketika kita masuk rumah atau masuk kamar terasa penuh sesak dan sumpek. Barang-barang yang sudah lama tidak kita pakai kenapa tidak diberikan kepada orang lain?. Kita lalu bilang, jangan pak, barang ini ada sejarahnya.
Sampah saja diambil pemulung kadang kita marah-marah. Karena itu, mulai saat ini kita harus belajar mencintai kekosongan, karena selama ini kita sudah terlalu lama mengidentifikasi diri dengan kepemilikan. “Aku merasa menjadi sesuatu kalau memiliki sesuatu.”. Sekarang waktunya kita balik berkata, aku akan merasa bahagia jika tidak ada beban, tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang dan tidak banyak keterikatan.
3. Konsep penolakan, penghapusan dan pemisahan. Ini sebuah bentuk penegasan dari diri kita sendiri. Kalau tidak penting lebih baik kita tolak, kalau sudah tidak terpakai lebih baik kita hapus dan pisahkanlah atau klasifikasikan barang-barang kita. Sehingga semuanya menjadi jelas, ini barang apa, gunanya apa dan untuk apa. Termasuk memisahkan barang yang sering kita pakai dan barang mana yang hanya sesekali kita pakai. Jika barang tersebut sudah tidak dipakai sebaiknya singkirkan. Ini akan mempermudah kita menentukan nilai guna dan manfaat barang-barang di tempat atau rumah kita.
4. Konsumsilah hanya apa yang Anda butuhkan. Disini akan muncul dikotomi antara kebutuhan dan keinginan. Contoh kalimat, “pak saya ingin HP yang terbaru dan pak saya butuh HP yang terbaru.”. Kalau memang kita butuh ya belilah, tetapi jika hal tersebut hanya sebagai bentuk keinginan, sebaiknya kita bisa evaluasi.
5. Kepemilikan bukan segalanya. Ini yang menjadi kuncinya adalah kemanfaatan. Barang yang kita miliki sekarang belum tentu berguna atau bermanfaat terus-menerus.
6. Waktu tidak bisa diulang. Hitung saja berapa lama waktu kita yang terbuang sia-sia. Waktu kita habis hanya untuk mengurusi hal-hal atau barang-barang yang memenuhi rumah kita tadi. Dan sekali lagi, waktu tak bisa diulang karena sudah lewat. Kita menghabiskan waktu atau jatah hidup untuk sesuatu yang tidak membuat kita bahagia.
Sumber: YT Nasihat Daily
Tinggalkan Balasan