
Oleh: Hafidz Bintang Alfarisi (Konten Kreator Trigger.id)

“Kekeliruan memahami arti rezeki membatasi diri dalam mensyukuri karunia Allah.”
Allah SWT dalam Alquran telah menegaskan Ia memiliki kehendak dalam melapangkan maupun membatasi rezeki seorang hamba-Nya. Ia bisa menciptakan, merancang, menentukan dan memberi petunjuk atas apapun yang terjadi di dunia ini.
Imam Shamsi Ali menyebut, hal ini merupakan sebuah penekanan, bahwa dari penciptaan dan segala yang terkait dengan kehidupan manusia terpusat dalam satu komando. Yaitu, komando “Dia Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi” (Al A’la: 1).
Beragam ayat maupun hadits yang ada juga menyebutkan tentang rezeki dan kehidupan manusia. Di antaranya adalah ayat-ayat yang mengharuskan bagi orang-orang beriman untuk menafkahkan sebagian dari apa yang telah direzekikan kepadanya, sebagai bagian dari karakter ketakwaan.
Hanya saja, ada kekeliruan dalam memahami arti rezeki. Seringkali dipahami sebagai sekadar pemasukan keuangan. Bahkan, lebih sempit lagi ketika dipahami rezeki itu seolah hanya gaji rutin (bulanan misalnya) seseorang,”
Kekeliruan dalam memahami arti rezeki dengan batasan gaji disebut memiliki konsekuensi yang cukup parah. Hal ini membatasi karunia Allah yang tiada batas, serta kemungkinan membatasi diri sendiri dalam mensyukuri karunia Allah SWT yang begitu luas.
Oleh karenanya, Imam Shamsi Ali menyebut hal pertama harus disadari adalah sifat Allah SWT dalam memberi rezeki pada umumnya dieskpresikan dengan “Ar-Razzaq” atau “Yang Maha Pemberi rezeki secara berlebihan dan terus-menerus”.
Dalam kaidah bahasa Arab, bentuk kata seperti ini disebut bentuk “tafdhiil” (melebihkan). Ini menunjukkan bahwa Allah SWT itu memberikan rezeki-Nya secara terus menerus, sehingga sejatinya dirasakan dengan perasaan “Qana’ah” (berkecukupan).
Kesadaran lain yang harus dibangun dalam menyikapi rezeki adalah pembagian rezeki secara kuantitatif merupakan hak prerogatif Allah SWT.
Allah SWT memberikan rezeki-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, bahkan di luar batas kalkulasinya (lihat misalnya Al-Baqarah: 212).
Suatu ketika Umar r.a. menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari. Dalam suratnya ia menulis: “dan belajarlah puas dengan rezeki dalam kehidupan duniamu. Karena sesungguhnya Yang Maha Rahman (Allah) melebihkan sebagian di atas sebagain manusia dalam rezeki. Allah timpakan ujian pada masing-masing (yang banyak atau yang sedikit). Maka Dia (Allah) menguji siapa yang dikarunia rezeki lebih untuk mensyukurinya dan bagaimana menggunakan karunia itu secara baik dan benar (diriwayatkan Ibnu Hatim).
Sumber: Republika
Tinggalkan Balasan