
Washington DC, (Trigger.id) — Penembakan terhadap dua staf Kedutaan Besar Israel untuk Amerika Serikat yang terjadi di dekat Capital Jewish Museum, Washington DC, Rabu malam waktu setempat (22/5), ternyata dilatarbelakangi oleh manifesto panjang yang ditulis pelaku tunggal, Elias Rodriguez (30), pria asal Chicago. Manifesto tersebut kini ramai diperbincangkan setelah dibagikan oleh jurnalis investigatif Amerika, Ken Klippenstein.
Uniknya, dalam manifesto tersebut Elias menyebutkan kata dalam bahasa Indonesia: halilintar, yang ia gunakan untuk menyimbolkan ledakan kemarahan dan tindakan spontan atas ketidakadilan yang ia rasakan terhadap rakyat Palestina.
Isi Manifesto: Tuduhan Genosida dan Kekecewaan pada Barat
Dalam tulisannya yang ditandatangani pada 20 Mei 2025, Elias mencurahkan kemarahan dan rasa frustrasinya terhadap pembantaian yang disebutnya sebagai genosida Israel terhadap rakyat Palestina, khususnya di Gaza. Ia menyoroti angka kematian yang terus membengkak, termasuk korban jiwa yang tertimbun reruntuhan dan mereka yang wafat karena kelaparan atau penyakit yang bisa dicegah.
Ia menyebut bahwa pemerintah Israel secara sistematis menghancurkan kemampuan warga Gaza untuk mendokumentasikan korban, sehingga angka resmi menjadi tidak lagi bisa diandalkan. “Setidaknya 53.000 orang tewas karena kekerasan traumatis. Sepuluh ribu lainnya masih tertimbun. Puluhan ribu lainnya dalam bahaya kelaparan akibat blokade Israel,” tulis Elias.
Menurutnya, semua itu terjadi karena adanya dukungan aktif dari pemerintah Barat dan negara-negara Arab. Ia juga menyayangkan bahwa opini publik di Barat yang mulai bersimpati pada Palestina tidak menghasilkan perubahan kebijakan berarti.
Terinspirasi dari Aksi-Aksi Radikal dan Simbol Perlawanan
Manifesto itu juga menyinggung sejumlah peristiwa sejarah dan tokoh seperti Aaron Bushnell—tentara AS yang sebelumnya membakar diri di depan Kedubes Israel sebagai bentuk protes—dan menggambarkan tindakannya sendiri sebagai “demonstrasi bersenjata”. Ia menyebut bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah “tontonan” untuk menyampaikan makna moral yang dalam, jika semua upaya damai telah gagal.
Ia menyinggung kisah seorang pria yang hampir melemparkan mantan Menteri Pertahanan AS, Robert McNamara, dari kapal sebagai bentuk kemarahan atas perannya dalam Perang Vietnam. Menurut Elias, tindakan ekstrem itu meskipun gagal secara fisik, berhasil mengguncang persepsi akan “keamanan sejarah” para pelaku kekejaman.
Kata “Halilintar” dan Pesan Penutup
Dalam salah satu bagian paling menarik dari manifesto tersebut, Elias menggunakan kata halilintar, yang ia jelaskan sebagai “guntur atau kilat”, untuk menggambarkan ledakan tindakan yang lahir dari frustrasi panjang terhadap impunitas kekuasaan.
“Setelah tindakan terjadi, orang mencari maknanya dalam teks. Ini adalah upaya saya untuk menjelaskan itu. Israel telah melampaui deskripsi… dan kita semua yang membiarkannya terjadi, tak pantas mendapatkan pengampunan dari rakyat Palestina,” tulisnya.
Di bagian akhir, Elias menuliskan pesan penuh emosi kepada keluarganya dan seruan “Bebaskan Palestina!” sebagai kalimat penutup.
Kondisi Terkini
Polisi Metropolitan Washington, melalui Kepala Polisi Pamela Smith, mengonfirmasi bahwa Elias Rodriguez telah ditangkap di lokasi kejadian tak lama setelah penembakan. Ia bertindak seorang diri dan sempat meneriakkan “Free, free Palestine!” saat melakukan aksinya. Kedua korban diketahui baru saja keluar dari sebuah acara di museum Yahudi saat insiden terjadi.
Pihak berwenang tengah menyelidiki lebih lanjut latar belakang, koneksi, dan kemungkinan radikalisasi digital yang mempengaruhi pelaku. Pemerintah Israel dan AS belum memberikan pernyataan resmi mengenai manifesto tersebut. (bin)
Catatan: Berita ini disusun berdasarkan rilis media dan dokumen yang beredar serta belum mendapatkan verifikasi independen atas seluruh isi manifesto pelaku.



Tinggalkan Balasan