
Surabaya (Trigger.id) – Dunia olahraga termasuk sepak bola dijadikan ajang kampanye LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) oleh Jerman dan beberapa negara peserta lain dalam Piala Dunia 2022. Persoalan menjadi rumit dan terjadi polemik, ketika Piala Dunia tersebut digelar di Qatar, sebuah negara yang mayoritas penduduknya muslim yang secara tegas menolak paham LGBT.
Jerman sebagai pendukung LGBT sekaligus salah satu negara peserta Piala Dunia 2022, tumbang 1-2 di tangan Jepang, Rabu (23/11/2022) malam. Beritanya jadi heboh bukan saja karena Jepang yang mengukir sejarah mampu menumbangkan favorit juara Jerman, namun ulah aksi tutup mulut para pemain Jerman jelang laga tersebut yang mengundang banyak cibiran warga net.
Aksi tutup mulut tersebut sebagai bentuk protes pemain Jerman, yang kecewa karena tidak boleh menggunakan atribut ban kapten ‘pelangi’ sebagai penanda dukungan terhadap LGBT.
CNNIndonesia, Timnas Jerman telah mengonfirmasi bahwa aksi tutup mulut para pemain dilakukan sebagai bentuk protes kepada FIFA yang melarang mereka memakai ban kapten pelangi ‘One Love’ sebagai kampanye ramah LBGT+ di Piala Dunia 2022.
“Kami ingin menggunakan ban kapten kami untuk mempertahankan nilai-nilai yang kami pegang di tim nasional Jerman yaitu keberagaman dan saling menghormati. Bersama dengan bangsa lain, kami ingin suara kami didengar,” penjelasan timnas Jerman di akun Instagram resmi pada Rabu (23/11/2022).
Sebagian netizen meminta Jerman untuk fokus pada jalannya pertandingan, ketimbang meributkan kampanye mengenai dukungan terhadap kelompok LGBT.
“Akhirnya kalian kalah,” ujar salah satu netizen di unggahan Instagram Timnas Jerman.
Mungkin hanya kebetulan atau memang saat ini waktunya Jepang dan tim-tim Asia lainnya menunjukkan peningkatan kualitas sepak bola mereka, sehingga mampu mengalahkan tim favorit Argentina dan Jerman.
Komentar lainnya datang dari Petinju Profesional asal Jerman, Shokran Parwani. Dia mengatakan terlalu larutnya Jerman dalam aksi politik di Piala Dunia justru menjadi celah untuk Jepang mencuri kemenangan.
“Fokus pada para pemain sepak bola, Anda begitu memalingkan kepala melalui sikap politik sehingga Jepang mengalami masa-masa yang mudah! Sulit dipercaya Jika Anda memenangkan pertandingan setelahnya, Anda masih bisa mengekspresikan diri dengan baik! Bukan apa-apa hari ini, dan akan sulit untuk menang melawan Spanyol,” ujarnya.
Sementara itu, Pelatih Jerman Hansi Flick buka suara mengenai permasalahan yang menjadi sorotan dalam ajang Piala Dunia ini.
“Tim ingin memberi contoh (tentang keberagaman), tapi FIFA malah mengancam kami. Tim saat ini sangat kaget dan kecewa karena tidak bisa menyuarakan pentingnya HAM dan Keberagaman,” ujarnya.
Ricky Iskandar Tansari melalui Facebook BBC Indonesia antara lain menulis, “Pengalaman saya di Jerman, toleransi terhadap kaum LGBT sudah bertahun-tahun, tapi yang dominan di masyakarat tetap hetero alias ‘normal’, yang LGBT dianggap biasa aja.”
Di dunia sepak bola LGBT memang sulit mendapatkan tempat. Itu karena, pesepak bola pria yang normal merasa khawatir harus berbagi ruang ganti, termasuk ruang mandi bersama, dengan sosok penyuka sesama jenis.
Namun, ada sejumlah pesepak bola profesional yang berani secara terbuka mengungkapkan perbedaan orientasi seksualnya secara terbuka.
Tinggalkan Balasan