
“Salah satu pertanyaan yang kerap terlontar adalah bagaimana masa depan stadion-stadion megah tersebut setelah euforia Piala Dunia berakhir.”
Oleh: Hafidz Bintang Alfarisi (Content Creator Trigger.id)

Qatar sebuah negara kecil yang terletak di teluk Persia. Berbatasan langsung dengan Arab Saudi, sementara batas sisi lain dari negara kaya tersebut langsung laut (Teluk Persia).
Secara geografis Qatar termasuk negara kering dan tandus karena semua daratannya berupa gurun, tidak memiliki sungai dan sumber air alami yang minim, serta hanya mengandalkan sumber air buatan (desalinasi) untuk memenuhi kebutuhan air warganya.
Ditunjuknya Qatar menjadi tuan rumah pesta olahraga sepak bola terbesar se jagat, membuat negara tersebut harus memutar otak bagaimana caranya mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk satu juta pengunjung (penonton sepak bola) termasuk memenuhi kebutuhan air yang digunakan untuk merawat rumput delapan stadion dan puluhan lapangan untuk latihan para peserta Piala Dunia.

Untuk memastikan agar rumput tetap dalam kondisi baik di tengah iklim gurun Qatar yang panas terik, para petugas menghabiskan 10.000 liter per hari untuk menyiram semua lapangan sepak bola, baik untuk pertandingan atau latihan.
Volume air yang luar biasa besar ini menjadi penegasan tantangan yang dihadapi Qatar, yang merupakan negara paling kekurangan pasokan air sedunia, ketika menggelar turnamen akbar olah raga sepak bola terbesar se jagat tersebut.
Meskipun Qatar menggunakan air hasil daur ulang untuk menyiram cadangan rumput darurat seluas 425.000 meter persegi (setara dengan 40 lapangan) yang tumbuh di sebelah utara Kota Doha, persediaan air yang digunakan untuk menyirami lapangan rumput pertandingan dan latihan berasal dari sumber buatan atau desalinasi.
Desalinasi adalah proses menghilangkan kadar garam berlebih pada air laut guna menghasilkan air yang dapat dikonsumsi manusia, atau dalam konteks Piala Dunia, layak pakai.
Kini, turnamen sepak bola terbesar se jagat tersebut telah usai. Dan yang pasti, Qatar harus mampu merawat rumput dan fasilitas stadion lainnya agar tidak seperti gedung museum raksasa.
Salah satu pertanyaan yang kerap terlontar adalah bagaimana masa depan stadion-stadion megah tersebut setelah euforia Piala Dunia berakhir. Stadion Education City misalnya. Stadion berkapasitas 40.000 kursi ini akan diubah menjadi tujuan olahraga dan hiburan. Selain itu, kapasitas stadion juga akan dikurangi setengahnya menjadi 20.000 kursi. Sedangkan 20.000 kursi sisanya akan disumbangkan untuk membangun stadion di negara-negara berkembang

Stadion Lusail
Suasana gegap gempita baru saja usai di Stadion Lusail ini, karena stadion megah berkapasitas 80 ribu penonton tersebut menjadi tempat perhelatan final Piala Dunia 2022 antara Argentina vs Prancis. Setelah itu, stadion ini akan direvitalisasi menjadi ruang komunitas sekolah, toko, kafe, fasilitas olahraga, dan klinik kesehatan. Dalam prosesnya, sebagian besar dari 80.000 kursi akan dibongkar untuk disumbangkan.
Stadion Al Thumama
Seusai Piala Dunia berlalu, kapasitas stadion Al Thumama akan berkurang dari 40.000 kursi menjadi 20.000 kursi dan itu sudah cukup untuk kebutuhan olahraga domestik. Adapun 20.000 kursi yang dilepas akan disumbangkan untuk pengembangan proyek olahraga lain di negara-negara berkembang.
Kemudian, stadion akan menggunakan kapasitas barunya tersebut untuk menggelar berbagai event sepak bola dan acara olahraga lain. Tidak hanya itu, stadion Al Thumama juga akan dilengkapi dengan klinik olahraga untuk mengobati pemain yang cedera dan hotel modern kecil akan dibangun sebagai pengganti tribune atas lapangan.
Stadion Al Bayt
Setelah perhelatan Piala Dunia selesai diselenggarakan, tribune atas stadion Al Bayt akan dibongkar dan kursi yang dicopot akan disumbangkan ke negara lain.

Stadion Al Janoub
Setelah turnamen, kapasitas stadion Al Janoub akan dikurangi menjadi 20.000 kursi. Sedangkan 20.000 kursi sisanya akan disumbangkan ke proyek olahraga lain di seluruh dunia. Stadion Al Janoub selanjutnya akan menjadi pusat olahraga dan hiburan baru di Qatar selatan.
Stadion 974
Stadion yang dibangun dari 974 peti kemas (shipping container) ini akan sepenuhnya dibongkar setelah Piala Dunia rampung. Material konstruksi tersebut selanjutnya akan dikirim ke negara-negara lain yang membutuhkan perbaikan fasilitas olahraga.
Stadion Ahmed bin Ali
Usai turnamen, stadion ini akan dirampingkan menjadi 20.000 kursi. Kursi tribune atas akan dibongkar dan digunakan kembali untuk proyek pengembangan sepak bola di luar negeri. Stadion yang terletak di kota Al Rayyan ini nantinya akan digunakan sebagai markas besar bagi klub Al Rayyan.
Stadion Internasional Khalifa
Sepanjang sejarahnya, stadion berkapasitas 40.000 kursi ini telah menjadi tuan rumah bagi event olahraga internasional seperti Asian Games, Piala Teluk Arab, Piala Asia AFC, dan berbagai event besar lainnya.

Nah, meski sebagian besar stadion tersebut dikurangi kapasitasnya, namun masalah perawatan rumput membutuhkan perhatian tersendiri.
Dengan cara desalinasi, Qatar memang dapat menghasilkan air dalam jumlah besar, tetapi mereka masih harus terus melakukannya sepanjang masa, karena Qatar termasuk negara gurun yang tandus.
Menurut estimasi, pada 2050 nanti, kapasitas desalinasi air bisa meningkat hingga empat kali lipat, mencapai 80 miliar liter per hari.
Meski Qatar memiliki persediaan air laut yang tak terbatas dan kapabilitas keuangan yang mencukupi karena menjadi negara penghasil gas alami, untuk terus memproduksi air hasil desalinasi dalam jumlah besar, ada satu persoalan besar, yaitu proses ini menguras energi dan keuangan Qatar secara intensif.
Tinggalkan Balasan