
Oleh: Dr. Ari Baskoro, SpPD, K-AI, FINASIM – Staf pengajar senior di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Olah Raga (IKESOR) Unair-Surabaya

Tanggal 19 Juni 2023, merupakan saat yang dinanti-nantikan penggila bola (Gibol) di tanah air. Skuad Garuda, julukan Timnas Indonesia, bakal menghadapi lawan super tangguh.
Tim Tango Argentina sebagai peraih Piala Dunia 2022, rencananya akan tandang bersama mega bintangnya, Lionel Messi. Dalam waktu singkat, 60 ribu tiket ludes tak bersisa. Itulah bukti apresiasi tertinggi masyarakat bola di tanah air yang ingin menyaksikan secara langsung ikon sepak bola dunia.
La Pulga alias si kutu, julukan Messi, merupakan magnet bagi bolamania di mana pun, termasuk di Indonesia. Tidak berlebihan kiranya bila pemain yang akan berlabuh di Inter Miami (Major League Soccer ) Amerika Serikat itu, disebut terbaik sepanjang masa.
Skill mengolah bola yang tiada tandingannya, menimbulkan pertanyaan, dapatkah hal itu dipelajari dan ditransfer pada punggawa Timnas ? Di tengah-tengah persiapan latihan skuad Garuda menghadapi laga penting tersebut, Messi dikabarkan batal memperkuat tim Tango. Hal itu membuat Gibol di tanah air menjadi kecewa berat. Dampaknya, punggawa Timnas gagal “belajar” secara langsung dari pemain terbaik Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) tujuh kali tersebut.
Di sisi lain, publik menyaksikan gol-gol spektakuler yang diciptakan oleh Cristiano Ronaldo melalui sundulan kepalanya. Sang maestro yang lebih dikenal dengan julukan CR7, seolah “terbang”, melampaui lompatan pemain lawan dan menyongsong bola dengan akurasi tinggi. Adegan itu mengundang decak kagum yang luar biasa.
Demikian pula sukses besar Manchester City yang dibesut sang “filsuf” Pep Guardiola. Performa peraih treble winners 2022/2023 itu, tidak lepas dari dukungan sains dan teknologi.
Tidak mengherankan bila timbul suatu perdebatan, apakah kesuksesan seorang atlet di lapangan hijau merupakan suatu “bakat” ? Atau terutama melalui suatu latihan yang terstruktur dan terprogram dengan matang ? Sejauh mana peran sains dan teknologi yang menopangnya ?Peran sains dan teknologi.
Saat ini cukup banyak riset yang berusaha mengungkap tabir kesuksesan seorang atlet dalam suatu tim sepakbola. Performa fisiknya, dipengaruhi oleh interaksi sejumlah faktor lingkungan dan unsur genetik. Calon atlet muda berbakat, sebagian dapat diidentifikasi melalui profil genetikanya. Beberapa “marker”/penanda genetik telah dikaitkan dengan status kekuatan, kecepatan, daya tahan, keseimbangan, dan refleks anggota gerak seorang atlet.
Keseluruhan faktor tersebut, dipengaruhi oleh volume dan komposisi serat-serat otot anggota gerak, serta pola adaptasinya. Peranan berbagai komponen tersebut, nantinya akan sangat menentukan “bakat” seorang pemain. Misalnya kapasitas dalam lompatan maju dan horizontal.
Selain itu, kekuatan maksimal selama berlari dan melompat, tidak hanya diatur/dikendalikan oleh sifat otot dan tendon, tetapi juga dipengaruhi aktivitas sistem saraf/neuromuskuler. Beberapa hipotesis peneliti, berusaha mengungkap adanya keterkaitan faktor genetik dengan performa seorang atlet.
Variasi genetik yang berupa polimorfisme nukleotida tunggal dalam DNA ( deoxyribo nucleic acid) seorang atlet itulah yang berasosiasi dengan prestasinya (Murtagh CF, 2020).
Maknanya, keterlibatan para akademisi/peneliti, diperlukan dalam mengidentifikasi dan merekrut bibit-bibit atlet sepakbola “berbakat”. Sejak dini, mereka sudah dapat dibina menjadi pemain-pemain elite, layaknya Messi atau Ronaldo.
Sekolah sepakbola modern, dapat mempersiapkan fasilitas lingkungan yang paling optimal. Tujuannya, agar memungkinkan seorang atlet mewujudkan potensi yang mereka miliki secara penuh. Dengan semakin berkembangnya teknologi algoritme visi komputer dan sensor, telah dapat diaplikasikan pada aktivitas sepakbola.
Saat ini kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), telah dimanfaatkan untuk meningkatkan wawasan dan menciptakan keunggulan dalam suatu laga.
Banyak klub papan atas di seluruh dunia, merekrut ilmuwan data dan analisis. Mereka bertugas menjabarkan performa masing-masing pemain, mulai dari fase perekrutan, pelatihan, diet, dan analisis suatu pertandingan. AI juga dapat merekomendasikan sesi latihan yang paling optimal.
Teknologi tersebut dapat memprediksi beberapa unsur kelemahan tim, dengan tingkat akurasi yang tinggi. Adanya temuan tersebut, bisa segera mengupayakan secara maksimal persiapannya menjelang tanding.
Sebelum pertandingan, tim menggunakan data analisis dari banyak video, untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan lawan. Kerentanan taktik dan fisik tim lawan dapat dieksploitasi, untuk mendapatkan keunggulan. Selama pertandingan, AI secara real time dapat mempertimbangkan suatu rekomendasi tentang cara-cara penyesuaian pola strategi yang akan diambil.
Misalnya data dari visi komputer, dapat mengidentifikasi beberapa pemain lawan yang telah mengalami penurunan stamina dan kehilangan kecepatan. Itu bisa diketahui melalui pengamatan AI yang bisa mendeteksi pelebaran pembuluh kapiler wajah dan laju pernapasan per menitnya. AI pula yang kemudian akan “merekomendasikan” pemain, untuk mengeksploitasi posisi kelemahan lawan tersebut (Stockwood,2023).
Data statistik suatu laga yang meliputi persentase penguasaan bola, total tembakan serta tembakan tepat sasaran, hingga duel udara, dapat segera memberikan gambaran bagaimana jalannya laga.
Demikian pula dengan data persentase keberhasilan tekel dan sebagainya. Bahkan AI dapat membantu memberi solusi bagi pemain yang kehilangan konsentrasi akibat kebisingan penonton. Kebisingan penonton tercatat bisa mencapai 90 desibel, sedangkan secara fisiologis batas aman yang bisa diterima telinga adalah 80 desibel.
Ke depan akan semakin banyak teknologi yang menggabungkan visi komputer, pembelajaran statistik, dan teori permainan. Muaranya akan dapat membantu tim menemukan pola, berdasarkan banyaknya/besarnya data yang mereka integrasikan. Latihan yang presisi.
Latihan strategi permainan dan fisik, berupa penguatan otot-otot, sangat diperlukan untuk menghadapi laga penting. Akan tetapi saat ini teknologi pengukuran yang tepat dan tidak rumit, tergolong masih sangat terbatas untuk bisa diaplikasikan pada keperluan tersebut.
Hingga kini protokol penguatan otot, hanya didasarkan atas pendekatan pengalaman praktis/klinis. Padahal seharusnya didasarkan atas bukti-bukti ilmiah (evidence-based approaches). Karena itulah diperlukan pengembangan metode yang lebih terukur dan obyektif, dengan mengintegrasikannya pada standar yang lebih fisiologis.
Standar tersebut bersifat individual. Artinya ukurannya bersifat spesifik. Antara satu orang, bisa berbeda dengan lainnya. Konsep ini mengadopsi pada terminologi precision/personalised medicine (Teikari,2021).Dosis/takaran latihan penguatan otot yang tidak tepat, baik berlebihan atau kurang, bisa berdampak merugikan bagi seorang atlet.
Performanya saat menjalani laga, tidak akan mencapai kondisi puncak. Beban latihan penguatan otot serta proses pemulihannya pada latihan yang lebih personal, selalu dimonitor dengan saksama.
Nantinya data tersebut diperlukan untuk mekanisme adaptasi bagi seorang atlet, agar dapat dicapai beban latihan yang paling optimal. Termasuk sebagai bahan evaluasi, terkait tindakan rehabilitasi terhadap terjadinya cedera.
Kini AI diharapkan dapat berperan mengatasi kendala di lapangan seperti itu. Prestasi menjulang seorang pemain bola, tidak bisa didapatkan secara instan. Ada bakat di sana yang perlu dibina.
Latihan keras secara konsisten dan berkesinambungan, serta disokong dengan sains dan teknologi, akan mampu menghasilkan tim yang kuat. Semoga Indonesia bisa.
Tinggalkan Balasan