
Namang, Bangka Tengah (Trigger.id) – Jalan utama Desa Namang, Kecamatan Namang, berubah menjadi panggung budaya dan religi. Ribuan telur yang dihias dengan penuh ketelatenan berarak perlahan, membentuk rangkaian menyerupai masjid dan kitab suci. Lantunan salawat menggema, berpadu dengan sorak gembira anak-anak, menghadirkan suasana hangat yang memeluk setiap hati.
Itulah kemeriahan arakan “seribu telur,” tradisi turun-temurun yang digelar masyarakat Namang setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, Jumat (5/9/2025) atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 Hijriah, tradisi tersebut kembali hidup, tak hanya sebagai ritual keagamaan, melainkan juga perayaan kebersamaan dan syukur.
Tradisi yang Menyatukan Hati
Sejak pagi, warga tampak bersiap dengan berbagai kreasi telur hias yang telah mereka rangkai berhari-hari. Ada yang dipanggul di tandu, ada pula yang dibawa dengan gerobak sederhana. Anak-anak riang mengibarkan bendera kecil, sementara para ibu tak henti melantunkan salawat, menjaga ritme langkah arakan.
Langit mendung tak mengurangi semangat. Justru, di tengah suasana syahdu itu, hadir rasa kebersamaan yang kental. Warga yang menunggu di pinggir jalan berharap bisa mendapat telur hias yang dibagikan di akhir pawai. Bagi mereka, sebutir telur bukan sekadar santapan, melainkan simbol berkah, doa, dan persaudaraan.
Kreativitas dari Tangan Sederhana
Arakan seribu telur juga menjadi ruang bagi kreativitas warga. Telur-telur dihias bukan sekadar dengan kertas warna, tetapi disusun membentuk miniatur masjid, Al Quran, hingga ornamen bernuansa Islami. Setiap karya adalah persembahan cinta, lahir dari tangan-tangan sederhana namun penuh makna.
Tak heran, tradisi ini menarik perhatian bukan hanya masyarakat lokal, tetapi juga pengunjung dari luar desa yang ingin merasakan keunikan budaya Namang.
Warisan Spiritual dan Potensi Wisata
Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, yang hadir dalam acara ini menegaskan nilai penting tradisi seribu telur. “Peringatan Maulid Nabi SAW ini bukan sekadar pesta meriah, tetapi warisan yang sarat nilai spiritual dan budaya. Tradisi ini menumbuhkan semangat meneladani Rasulullah sekaligus mempererat persaudaraan,” ujarnya saat melepas arakan.
Lebih jauh, ia melihat tradisi ini sebagai potensi wisata religi yang layak dikembangkan. “Namang adalah desa dengan kekayaan budaya yang masih terjaga. Tradisi ini bisa menjadi ikon wisata religi yang membanggakan,” tambahnya.
Simbol Berkah dan Persaudaraan
Kemeriahan mencapai puncaknya saat telur-telur hias dibagikan. Anak-anak dengan wajah berseri-seri menyambut sebutir telur yang mereka yakini membawa berkah. Adegan sederhana itu seakan menegaskan makna arakan: sebuah perayaan iman, budaya, sekaligus potret kehangatan sosial.
Di Namang, arakan seribu telur bukan hanya tradisi. Ia adalah harmoni antara religiusitas dan kebudayaan, warisan leluhur yang terus hidup, dan jembatan yang menghubungkan generasi dengan semangat kebersamaan yang tak lekang oleh waktu.
—000—
Tinggalkan Balasan