

Neil Postman adalah seorang kritikus sosial yang berpendapat bahwa setiap kemajuan teknologi komunikasi memiliki konsekuensi positif dan negatif. Dalam bukunya Amusing Ourselves to Death, ia menekankan bahwa meskipun teknologi komunikasi memungkinkan penyebaran informasi dengan cepat, hal itu juga dapat menyebabkan degradasi makna dan pemahaman yang mendalam.
Revolusi komunikasi membawa risiko bahwa informasi dapat menjadi hiburan semata tanpa makna yang signifikan. Dalam konteks modern, internet dan media sosial dapat menumbuhkan budaya informasi yang dangkal, di mana perhatian lebih terfokus pada konten yang menghibur daripada yang mendidik atau bermanfaat secara intelektual.
Revolusi komunikasi memungkinkan munculnya apa yang disebut sebagai “kekuatan massa” (crowds).
Teknologi digital dan media sosial memfasilitasi interaksi langsung antara orang-orang di seluruh dunia, memungkinkan mereka untuk berbagi ide, bekerja sama dalam proyek, dan bahkan memobilisasi gerakan sosial tanpa memerlukan organisasi formal. Ini membawa dimensi baru dalam dinamika kekuasaan, di mana otoritas tradisional bisa ditantang oleh suara kolektif.
Sementara Sherry Turkle adalah pakar psikologi sosial yang meneliti dampak teknologi komunikasi terhadap kehidupan manusia. Dalam bukunya Alone Together, ia berpendapat bahwa meskipun teknologi memungkinkan kita untuk selalu terhubung, itu juga dapat menciptakan perasaan kesepian yang mendalam.
Turkle berpendapat bahwa bevolusi komunikasi digital, terutama media sosial dan aplikasi pesan instan, memungkinkan orang untuk terhubung sepanjang waktu, tetapi sering kali secara superfisial. Ini menyebabkan keterasingan emosional, di mana orang merasa terhubung secara teknologi tetapi sebenarnya merasa kesepian karena kurangnya interaksi yang mendalam dan tatap muka.
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi memang telah memungkinkan manusia berinteraksi dengan lebih cepat, efisien, dan dalam skala global. Namun, kemajuan ini tidak selalu disertai dengan peningkatan kemampuan literasi komunikasi yang memadai, sehingga masih banyak orang yang kurang memahami esensi penting komunikasi dalam hubungan antar manusia, maupun dengan alam semesta.
Ada beberapa faktor yang mungkin menjelaskan mengapa kemajuan teknologi komunikasi tidak selalu diiringi dengan kemampuan literasi komunikasi yang baik:
1. Fokus pada Teknologi, Bukan pada Esensi Komunikasi
Teknologi komunikasi berkembang pesat, tetapi banyak orang hanya memanfaatkan teknologinya tanpa memahami prinsip dasar komunikasi itu sendiri. Literasi komunikasi mencakup kemampuan menyampaikan pesan dengan jelas, mendengarkan secara aktif, serta memahami konteks dan tujuan komunikasi. Namun, dengan adanya media sosial dan alat komunikasi digital, fokus sering kali beralih pada kecepatan penyebaran informasi dan sensasionalisme, bukan pada kualitas dan kejelasan pesan.
2. Informasi Berlimpah, Namun Kurang Mencerna
Dengan akses informasi yang begitu mudah, banyak orang merasa seolah sudah “berkomunikasi” hanya dengan berbagi informasi. Namun, literasi komunikasi membutuhkan kemampuan untuk mencerna, memahami, dan memaknai informasi, serta berinteraksi secara kritis. Literasi komunikasi yang baik harus disertai kemampuan berpikir kritis, empati, dan tanggung jawab sosial, yang sering terabaikan di tengah lautan informasi yang mengalir deras.
3. Minimnya Pendidikan Literasi Komunikasi
Banyak sistem pendidikan formal kurang menekankan literasi komunikasi sebagai bagian penting dari pembelajaran. Pelajaran tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan baik, mendengarkan, menulis, atau berbicara secara efektif tidak selalu menjadi prioritas. Padahal, kemampuan ini sangat penting dalam membangun hubungan yang baik, menyelesaikan konflik, dan bahkan bekerja sama dalam konteks sosial yang lebih luas.
4. Komunikasi yang Terfragmentasi
Kemajuan teknologi seperti media sosial dan aplikasi pesan singkat cenderung mengubah cara orang berkomunikasi, di mana sering kali komunikasi menjadi dangkal dan terfragmentasi. Pesan singkat, emoji, dan reaksi singkat menggantikan percakapan yang mendalam. Akibatnya, makna dan konteks sering hilang dalam percakapan digital, yang membuat pemahaman tentang komunikasi itu sendiri menjadi lemah.
5. Penurunan Empati dan Keterhubungan Sosial
Dalam era digital, interaksi manusia sering kali menjadi lebih impersonal. Dengan komunikasi yang sering berlangsung melalui layar, unsur-unsur penting dalam komunikasi manusia seperti bahasa tubuh, nada suara, dan empati visual menjadi berkurang. Padahal, literasi komunikasi juga berkaitan dengan kemampuan untuk memahami emosi, perasaan, dan perspektif orang lain—kemampuan yang sulit dikembangkan melalui komunikasi digital yang serba cepat.
6. Tidak Memahami Komunikasi dengan Alam
Selain komunikasi antar manusia, pentingnya komunikasi dengan alam juga sering terabaikan. Banyak orang melihat alam hanya sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi, tanpa memikirkan hubungan timbal balik yang harmonis. Literasi komunikasi yang baik juga mencakup kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta dan bahwa ada komunikasi yang tersirat antara manusia dengan alam, yang jika diabaikan, dapat membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan manusia.
7. Kurangnya Kesadaran Akan Etika Komunikasi
Kemajuan teknologi memungkinkan penyebaran informasi yang cepat, tetapi sering kali hal ini disertai dengan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, atau informasi yang menyesatkan. Ini menunjukkan rendahnya literasi etis dalam berkomunikasi. Padahal, kemampuan berkomunikasi yang baik harus dilengkapi dengan etika dan tanggung jawab sosial, terutama di era informasi seperti sekarang.
Menghadapi revolusi komunikasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi digital, media sosial, dan internet, diperlukan sikap bijak agar kita bisa memanfaatkan kemajuan tersebut dengan optimal, tanpa terjebak dalam dampak negatifnya. Berikut adalah beberapa sikap bijak yang dapat diambil:
1. Meningkatkan Literasi Digital dan Informasi
Kemajuan teknologi telah membuat akses informasi semakin mudah. Namun, tanpa literasi digital yang baik, kita bisa rentan terhadap misinformasi dan hoaks.
- Bijak Menyaring Informasi: Pastikan untuk selalu memverifikasi sumber informasi sebelum menyebarkannya. Dengan maraknya berita palsu di media sosial, kemampuan untuk menilai kredibilitas sumber sangat penting.
- Menguasai Teknologi dengan Cermat: Manfaatkan teknologi untuk hal-hal produktif, seperti pembelajaran daring, kolaborasi proyek, dan meningkatkan keterampilan, bukan hanya untuk hiburan atau interaksi yang dangkal.
2. Menjaga Etika dalam Berkomunikasi
Revolusi komunikasi memudahkan kita untuk berinteraksi dengan siapa saja, kapan saja, namun juga menuntut kita untuk lebih sadar akan etika dalam berkomunikasi.
- Komunikasi yang Sopan dan Empati: Selalu berkomunikasi dengan sopan dan penuh empati, terutama di media sosial, di mana perasaan orang lain sering kali tidak diperhatikan. Hindari menyebarkan ujaran kebencian, provokasi, atau komentar negatif.
- Menghargai Privasi: Dalam era digital, privasi sering kali terancam. Bijaksanalah dalam membagikan informasi pribadi, baik milik sendiri maupun milik orang lain. Pastikan juga untuk menghormati privasi orang lain dalam percakapan dan interaksi online.
3. Membatasi Penggunaan Teknologi
Meskipun teknologi memudahkan komunikasi, penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan gangguan kesehatan mental.
- Menerapkan Batasan Waktu: Tentukan batas waktu harian untuk penggunaan media sosial atau aplikasi pesan instan. Berikan waktu untuk diri sendiri jauh dari layar untuk menjaga keseimbangan mental.
- Menghindari Multitasking Digital: Hindari terlalu sering melakukan multitasking, seperti bekerja sambil membuka media sosial. Ini dapat mengganggu fokus dan produktivitas, serta menurunkan kualitas interaksi.
4. Membangun Komunikasi Tatap Muka
Meskipun komunikasi digital menawarkan kemudahan, interaksi tatap muka tetap memiliki nilai yang sangat penting dalam hubungan manusia.
- Prioritaskan Kualitas Interaksi: Di tengah kecanggihan teknologi, jangan lupakan pentingnya hubungan langsung dan percakapan tatap muka. Interaksi langsung membantu memperkuat hubungan, meningkatkan pemahaman, dan mendalamkan empati.
- Seimbangkan Komunikasi Online dan Offline: Gunakan teknologi untuk mendukung hubungan, tetapi pastikan untuk tetap meluangkan waktu berkomunikasi secara langsung dengan keluarga, teman, dan kolega.
5. Berpikir Kritis dan Reflektif
Revolusi komunikasi sering kali membuat kita rentan terhadap arus informasi yang cepat dan dangkal. Penting untuk tetap berpikir kritis dan mendalam.
- Mendalami dan Memahami Informasi: Jangan hanya mengonsumsi informasi secara sepintas, tetapi cobalah untuk merenungkan, menganalisis, dan memahami makna di baliknya. Ini membantu kita untuk menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan.
- Menahan Diri dari Reaksi Cepat: Di media sosial, sering kali orang terjebak dalam reaksi cepat tanpa merenungkan konsekuensinya. Latih kebiasaan untuk berpikir dua kali sebelum memposting atau menanggapi sesuatu secara emosional.
6. Memanfaatkan Teknologi untuk Kebaikan
Teknologi komunikasi menawarkan peluang besar untuk memperbaiki diri dan berkontribusi pada masyarakat. Gunakan media digital untuk hal-hal positif.
- Berbagi Pengetahuan dan Inspirasi: Manfaatkan platform digital untuk menyebarkan hal-hal yang bermanfaat, seperti pengetahuan, motivasi, atau inspirasi yang membangun. Media sosial bisa menjadi alat yang kuat untuk menginspirasi dan memengaruhi orang lain secara positif.
- Membangun Komunitas yang Positif: Gunakan teknologi untuk membangun komunitas online yang mendukung, seperti forum diskusi atau grup yang berfokus pada topik produktif atau sosial. Ini membantu dalam berbagi ide, memperkuat solidaritas, dan menciptakan perubahan sosial yang baik.
7. Menghargai Perbedaan dan Keberagaman
Revolusi komunikasi membawa dunia lebih dekat, tetapi juga dapat menimbulkan perpecahan jika tidak dikelola dengan baik.
- Menerima Berbagai Pendapat: Teknologi komunikasi mempertemukan berbagai orang dengan latar belakang dan pandangan yang berbeda. Saling menghargai perbedaan pendapat dan bersikap terbuka terhadap pandangan baru merupakan bagian penting dari literasi komunikasi.
- Menghindari Polarisasi: Teknologi sering kali memperkuat pandangan sempit dan mengelompokkan orang berdasarkan keyakinan atau minat tertentu. Sikap bijak adalah tetap mencari pemahaman lebih luas dan menghindari hanya mendengarkan pendapat yang memperkuat bias sendiri.
Sikap bijak dalam menghadapi revolusi komunikasi melibatkan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara produktif dan etis, tetap menjaga nilai-nilai sosial, dan tidak melupakan pentingnya interaksi manusiawi yang berkualitas. Dengan literasi digital yang baik, pemahaman mendalam tentang etika komunikasi, dan keseimbangan antara dunia digital dan realitas, kita dapat menghadapi revolusi ini secara bijaksana serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan pribadi dan masyarakat luas.
—000—
*Pemimpin Redaksi Trigger.id
Tinggalkan Balasan