
Beograd (Trigger.id) – Hubungan militer antara Serbia dan Israel belakangan kembali menjadi sorotan. Sebuah kontrak besar senilai 1,64 miliar dolar AS antara pemerintah Serbia dan perusahaan pertahanan Israel, Elbit Systems, membuka tabir eratnya kerja sama kedua negara—bahkan di tengah tuduhan genosida.
Kerja sama ini bukan kali pertama terjadi. Sejarah mencatat, Israel pernah memasok senjata bagi pasukan Serbia-Bosnia yang terlibat dalam tragedi Srebrenica tahun 1995, di mana ribuan warga Muslim Bosnia dibantai. Kini, giliran Serbia yang disebut-sebut menjadi pemasok utama amunisi bagi Israel sejak 7 Oktober 2023, ketika agresi di Gaza dimulai.
Kontrak Raksasa Elbit
Elbit Systems dalam laporannya ke Bursa Efek Tel Aviv mengumumkan kontrak strategis dengan salah satu negara Eropa. Paketnya mencakup drone Hermes 900, rudal presisi jarak jauh, sistem peperangan elektronik, hingga platform komando dan intelijen medan perang. Identitas negara pembeli sempat dirahasiakan, namun media Israel Calcalist kemudian mengungkap: Serbia adalah klien tersebut.
CEO Elbit, Bezhalel Machlis, bahkan mengakui kesepakatan itu menjadi tonggak baru, mendorong pendapatan perusahaan melewati 8 miliar dolar AS untuk pertama kalinya.
Vucic dan Janji Serba Kontradiktif
Presiden Serbia Aleksandar Vucic kerap melontarkan pernyataan yang terkesan ambigu. Ia pernah menyebut Serbia menghentikan ekspor senjata setelah Israel menyerang Iran, namun data bea cukai justru menunjukkan peningkatan pengiriman amunisi ke Tel Aviv. Dalam enam bulan pertama 2025 saja, ekspor amunisi Serbia ke Israel sudah mencapai 55,5 juta euro—melampaui total ekspor sepanjang 2024.
Kisah di balik layar juga terungkap. Vucic menceritakan, sehari setelah serangan Hamas 7 Oktober, Israel langsung meminta bantuan persenjataan ke Beograd. Dalam empat hari, pemerintahannya berhasil memenuhi permintaan tersebut. “Kami tahu apa yang dibutuhkan dan segera mengirimkannya,” ujarnya.
Sejarah Lama: Dari Zionisme hingga Perang Modern
Kedekatan Serbia dan Israel bukan hanya soal bisnis militer. Hubungan mereka menjejak jauh ke belakang. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, memiliki akar keluarga di Zemun, wilayah yang kini bagian dari Beograd. Seorang rabi berpengaruh dari Sarajevo, Yehuda Hai Alkalai, bahkan menjadi inspirasi awal gerakan Zionis.
Sejarah juga mencatat, Kerajaan Serbia adalah negara pertama yang secara resmi mendukung Deklarasi Balfour 1917 yang membuka jalan bagi berdirinya Negara Israel. Dukungan itu diperkuat oleh David Albala, seorang Yahudi Serbia yang berperan aktif di dunia diplomasi kala itu.
Ikatan Politik dan Otoritarianisme
Para pengamat menilai hubungan kedua negara kini tak hanya soal kepentingan ekonomi dan sejarah, melainkan juga ideologi politik. Menurut akademisi Mirko Dautovic, baik Netanyahu maupun Vucic sama-sama membangun kekuasaan dengan gaya populis otoriter. “Mereka setia satu sama lain karena saling membutuhkan,” ujarnya.
Serbia membeli perangkat spyware dan senjata teknologi tinggi dari perusahaan Israel, sementara Israel mendapat suplai amunisi di tengah kecaman global. Amnesty International bahkan menuding spyware tersebut digunakan untuk menekan aktivis dan jurnalis, termasuk yang bekerja untuk Balkan Investigative Reporting Network (BIRN).
Lebih dari Sekadar Senjata
Jejak sejarah, kontrak raksasa, hingga kesamaan gaya politik membuat hubungan Serbia–Israel tampak lebih erat dari sekadar mitra dagang. Namun, di balik itu, kerja sama ini menimbulkan pertanyaan etis besar: apakah aliran senjata antar dua negara yang sama-sama pernah disebut terkait genosida hanyalah urusan bisnis, atau ada ikatan ideologi yang lebih dalam?
Bagi banyak pihak, jawaban itu semakin jelas: persenjataan menjadi alat yang mengikat, sekaligus menimbulkan luka mendalam bagi mereka yang menjadi korban di Srebrenica maupun Gaza. (ian)
Tinggalkan Balasan