
Brussel (Trigger.id) — Uni Eropa tengah mempertimbangkan untuk meninjau ulang hubungan dagangnya dengan Israel. Hal ini akan dibahas secara resmi oleh para menteri luar negeri Uni Eropa pada akhir Mei mendatang, menyusul kekhawatiran atas agresi militer Israel dan blokade bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Menurut laporan The Times of Israel, kerja sama dagang antara Uni Eropa dan Israel diatur dalam Perjanjian Asosiasi yang mengharuskan kedua pihak menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prinsip demokrasi. Namun, aksi militer Israel yang diklaim telah menewaskan lebih dari 52 ribu warga Gaza—mayoritas perempuan dan anak-anak—serta menyebabkan kelaparan akut bagi sekitar dua juta penduduk, dinilai bertentangan dengan isi perjanjian tersebut.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan bahwa frustrasi di antara negara-negara anggota semakin besar akibat ketidakmampuan untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Gaza. Dalam pembicaraan informal di Polandia, sejumlah negara seperti Belanda, Spanyol, Irlandia, dan Slovenia mendorong agar Uni Eropa mengambil tindakan nyata terhadap Israel.
Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, menegaskan bahwa negaranya berniat memblokir kelanjutan perjanjian tersebut hingga ada kejelasan apakah Israel telah mematuhi syarat-syarat kerja sama. Ia menekankan pentingnya memberi sinyal kuat terhadap blokade bantuan dan rencana Israel untuk meningkatkan operasi militer.
Senada dengan itu, Menteri Luar Negeri Slovenia, Tanja Fajon, menilai dunia telah gagal dalam ujian kemanusiaan dan menyerukan langkah tegas terhadap pelanggaran hukum internasional. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Spanyol, José Manuel Albares, menekankan pentingnya suara kolektif Uni Eropa dalam menentang pengusiran warga Gaza dan eskalasi kekerasan yang terus terjadi.
Kendati demikian, posisi Uni Eropa masih terpecah. Beberapa negara seperti Austria, Jerman, dan Hongaria diketahui cenderung mendukung Israel, berbeda dengan negara-negara yang vokal mendukung Palestina. Upaya serupa yang dilakukan tahun lalu pun gagal membuahkan hasil.
Kallas pun mengakui bahwa perbedaan pandangan yang tajam di antara anggota membuat hasil pertemuan pada 20 Mei mendatang masih belum dapat dipastikan. (ian)
Tinggalkan Balasan