

Hampir semua kompartemen biologi tubuh manusia, diciptakan Tuhan dalam bentuk keseimbangan yang “sempurna”. Misalnya denyut jantung. Ada dua sistem saraf yang bisa mengendalikannya secara otonom, antara pemacu dan yang memperlambat ritme jantung. Kedua sistem itu saling terhubung secara dinamis antara satu dengan lainnya. Apabila interaksinya dalam kondisi berimbang sesuai porsi yang tepat, menghasilkan dinamika yang fisiologis. Tetapi apabila salah satu unsur mendominasi lainnya, berisiko memantik timbulnya penyakit.
Contoh lainnya adalah endotel. Lapisan terdalam pembuluh darah itu, memainkan peran sentral membentuk keseimbangan. Bisa memodulasi konstriksi, tapi sebaliknya dapat menginduksi dilatasi pembuluh darah. Apabila endotel mengalami disfungsi, berpotensi memicu berbagai penyakit vaskuler.
Demikian pula dalam persoalan “penyakit moral”. Sirkuit susunan saraf pusat (SSP), berperan penting mengendalikannya. Sejak manusia dilahirkan, SSP berkembang secara dinamis dalam keadaan yang berimbang. Induksi lingkungan merupakan faktor yang dapat menggeser neraca keseimbangannya. Pasalnya, sifat koruptif dapat “ditularkan” melalui contoh dan imitasi. Ketika seseorang melihat perilaku buruk tersebut dapat diterima masyarakat, maka tindakan tidak etis itu bisa berubah menjadi norma.
“Yin-Yang”
Dalam konsep filosofi Tionghoa, ada dua unsur “kekuatan” yang berlawanan, tapi juga saling berinteraksi dan memengaruhi. Banyak interpretasi terkait imaji tersebut yang dilambangkan dengan simbol Tajitu. Ada area warna hitam dan putih pada simbol itu, dalam pola dan bagian yang ekuivalen. “Yin” dan “Yang”, sering dikaitkan dengan sifat dasar manusia yang “baik” dan “jahat”. Sifat “baik” sering diasosiasikan sebagai “elemen putih”. Sebaliknya, “hitam” dikonotasikan dengan watak “buruk”. Misalnya soal kejahatan moral. Dalam bentuk kolusi, korupsi, ataupun penyuapan, merupakan corak disfungsi keseimbangan antara “Yin” dan “Yang”.
Mungkin kasus Zarof Ricar (ZR), bisa mewakili fenomena “hitam” terkini yang menghebohkan. Di satu sisi, ZR ingin menggambarkan sosok ideal seorang hakim dalam memperjuangkan keadilan melalui suatu film. Ironisnya pada saat film “Sang Pengadil” sedang tayang, ZR sebagai produser film itu ditangkap. Disinyalir mantan pejabat Mahkamah Agung tersebut, terlibat sebagai makelar kasus Ronald Tannur.
Korupsi
Korupsi merupakan salah satu masalah sosial yang kompleks. Bisa terjadi di negara mana pun juga. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia menurun, dibandingkan tahun sebelumnya. Data yang dirilis Juli 2024, menempatkan negara kita di angka 3,85. Indeks itu merosot dibanding capaian tahun 2023 yang sebesar 3,92. Nilai mendekati lima, menunjukkan masyarakat berperilaku semakin anti korupsi. Sebaliknya nilai indeks mengarah pada angka nol, menunjukkan perilaku masyarakat yang semakin permisif terhadap korupsi. Di level internasional, Indonesia menempati peringkat ke-115 dari 180 negara yang disurvei. Denmark menduduki peringkat pertama sebagai negara anti korupsi di dunia. Sebaliknya Somalia menempati peringkat terburuk.
Salah satu bentuk korupsi yang paling umum adalah penyuapan. Itu terjadi dalam konteks keterlibatan antara dua pihak atau lebih. Di satu pihak adalah pemegang kekuasaan. Di pihak lainnya adalah pemberi suap. Sebagai imbalannya, pemegang kekuasaan diharapkan membuat suatu keputusan yang menguntungkan pemberi suap. Secara tersirat, hasil keputusan itu akan merugikan kepentingan pihak ketiga.
Efek korupsi sangat merugikan berbagai kepentingan masyarakat luas. Karena implikasi sosialnya yang luar biasa, tindak korupsi telah banyak diteliti secara ekstensif selama beberapa dekade terakhir ini. Utamanya dari sudut pandang ilmu politik, hukum, sosiologi, ekonomi, ataupun sisi kejiwaan pelakunya. Tetapi belum banyak riset yang meneliti dari aspek medis.
Riset medis
Bagian otak yang disebut ventral insula anterior akan mengalami penguatan sinyal, ketika norma moral dan sosial dilanggar. Hal yang sama bisa terdeteksi ketika seseorang berupaya melakukan penipuan/kebohongan, untuk mendapatkan suatu keuntungan haram. Beban moral berkolusi dengan penyuap, memicu sinyal afektif negatif, karena melanggar prinsip kejujuran. Di lain pihak, bagian otak yang disebut temporoparietal junction, berperan sebaliknya. Struktur tersebut berkontribusi menyeimbangkan kepentingan pribadi dan kesejahteraan orang lain. Sinyal area itu akan lebih aktif, apabila individu tersebut memutuskan pilihan yang bermurah hati, dibanding pilihan yang sifatnya egois. Misalnya dalam bentuk memberikan amal sumbangan pada orang lain yang membutuhkan. Masih ada beberapa bagian otak manusia yang memiliki peran “Yin” dan “Yang”, kini sedang intensif diteliti para ahli.
Pada dasarnya riset ilmiah berusaha mengungkap, apakah jalur “hitam” pada otak manusia dapat dimodifikasi dengan pengobatan. Telah dipahami bahwa peran psikiater atau psikolog, merupakan upaya membangun peran “putih” otak, atau menekan jalur “hitam” melalui psikoterapi. Hal yang sama telah dilakukan pula oleh para agamawan.
Apakah film “Sang Pengadil” merupakan upaya kamuflase atau pencitraan sang produser ? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
—000—
*Penulis:
- Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku:
– Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
– Serba-serbi Obrolan Medis
– Catatan Harian Seorang Dokter
Tinggalkan Balasan