
“Kemiskinan di DIY adalah sebuah anomali dengan fakta lapangan yang sangat kontradiktif.”
Oleh: Isa Anshori (Pemred Trigger.id)

Bagi warga Yogyakarta ukuran harta kekayaan mungkin tak selalu berkolerasi dengan kebahagiaan. Variabel miskin yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) mungkin juga perlu disesuaikan dengan kultur budaya masyarakat Yogyakarta.
Faktanya, meskipun BPS menyebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi termiskin di Indonesia namun hal tersebut berbanding terbalik dengan status DIY yang menempati peringkat teratas sebagai daerah yang warganya paling bahagia. Apa ada yang salah?.
Mengutip data resmi Pemprov DIY, kemiskinan di DIY adalah sebuah anomali dengan fakta lapangan yang sangat kontradiktif. Meskipun secara statistik tercatat menjadi provinsi termiskin di Jawa, namun terkait Angka Harapan Hidup (AHH), Indeks Kebahagiaan (IP), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Indeks Kesejahteraan Sosial (IKS), beberapa masih menjadi peringkat tertinggi di Indonesia.
Angka kemiskinan di DIY masih menjadi perhatian besar bagi stakeholder pembangunan di DIY. Kemiskinan ini tentu tidak bisa lepas dari indikator kesejahteraan masyarakat lainnya. Secara statistik, tercatat menjadi provinsi termiskin di Jawa, namun terkait usia harapan hidup, indeks kebahagiaan, harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta beberapa indeks kemajuan daerah lainnya, masih menjadi peringkat tertinggi di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah tingkat pengangguran yang jauh di bawah rata-rata nasional.
Fakta yang tercermin dari indikator pembangunan tersebut menjadi hal yang bisa jadi bertolak belakang terhadap catatan BPS mengenai kemiskinan di DIY. Secara logika, apabila benar-benar miskin, tentunya akan diperkuat dengan fakta tingginya angka putus sekolah, tingginya pengangguran, serta harapan hidup dan indeks kebahagiaan yang juga rendah. Namun faktanya, hal ini tidak terjadi di DIY, bahkan, unsur pendidikan, kesehatan, harapan hidup dan kebahagiaan masih menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia, bukan hanya di Pulau Jawa.
Kepala Bappeda DIY Beny Suharsono menyebutkan, jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2022 tercatat sebanyak 463.630 orang atau naik 8.900 orang dibandingkan pada data Maret 2022. Meski demikian, warga miskin di DIY pada September 2022 turun 10.900 orang dibandingkan data Susenas pada September 2021.Kondisi ini juga sejalan dengan kondisi pemulihan ekonomi yang terjadi di DIY.
Perekonomian DIY pada triwulan III-2022 terhadap triwulan III-2021 tumbuh sebesar 5,82 persen. Seiring dengan perkembangan aktivitas pariwisata, ekonomi DIY tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lain se-Pulau Jawa.
Menurut data dari BPS, pada triwulan III-2022 ini, pertumbuhan ekonomi DIY berada pada peringkat ke-3 setelah Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Berdasarkan perhitungan angka kemiskinan DIY tercatat sebesar 11,49 %. Persentase ini berada di atas rerata nasional yaitu 9,57%. Namun Beny menekankan, kemiskinan bukan hanya dilihat dari statistik angka saja. Namun harus juga dilihat bagaimana kehidupan masyarakat dengan parameter-parameter lain seperti tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, tingkat kebahagiaan dan lainnya.
Rupanya, nasib DIY mirip syair sebuah lagu “Miskin asal bahagia”. Nyanyi dulu, apa ngopi dulu?. Mainkan keduanya, jangan lupa bahagia.
Tinggalkan Balasan