

Bersamaan dengan merebaknya Pneumonia mycoplasma(PM) di beberapa negara, insiden COVID-19 varian baru juga mulai menunjukkan tren meningkat. Tiongkok dan beberapa negara Eropa, saat ini sedang berkutat mengatasi dampak PM. Selain telah melaporkan terdeteksinya PM di negara kita, pemerintah menyatakan COVID-19 mulai melonjak lagi. Laporan mingguan, sejak 28 November hingga 2 Desember 2023, tercatat 267 kasus. Varian yang mendominasi adalah EG.5 (varian Eris) dan EG.2. Padahal periode mingguan sebelumnya, hanya dilaporkan sekitar 10-20 kasus saja. Hingga 10 Desember 2023, total kasus yang tercatat di negara kita mencapai 6.814.484. Angka kematiannya telah tembus 161.921 kasus.
Tren peningkatan tersebut, mengikuti pola serupa yang terjadi di negara tetangga kita Singapura. Negara yang terkenal dengan patung Merlionnya itu, antara 19 hingga 25 November 2023, melaporkan sebanyak 22.094 kasus. Pada periode mingguan sebelumnya, hanya tercatat 10.726 kasus. Menurut pemerintah setempat, peningkatan kasus disebabkan oleh sejumlah faktor. Menurunnya tingkat imunitas dan peningkatan interaksi antar masyarakat, terkait aktivitas perjalanan akhir tahun, menjadi latar belakang penyebabnya.
COVID-19 varian baru-epidemiologi
Munculnya varian COVID-19 baru, yakni JN.1 yang merupakan “garis keturunan” Omicron BA.2.86 (dikenal dengan julukan Pirola), memicu lonjakan kasus. Itu mencakup 60 persen kasus keseluruhan yang dilaporkan di negara tetangga kita tersebut.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak 21 November 2023 telah mengklasifikasikan varian JN.1 tersebut sebagai “varian menarik” (“Varian ofInterest /VoI).Dasar pertimbangannya,karena mutasi yang terjadi pada protein “S”/”Spike”, membuatnya lebih mudah menginfeksi seseorang.
Seperti telah sering dibahas, ada tiga kategori untuk mengkomunikasikan meningkatnya kekhawatiran terhadap setiap varian SARS-CoV-2 yang baru muncul. Kategori tersebut adalah “varian dalam pemantauan” (VUM), “varian menarik” (VoI), dan “varian yang menjadi perhatian” (VoC). Ada tiga properti yang dimiliki oleh setiap varian, sehingga digolongkan menurut ketiga kategori tersebut. Tiga sifat penting tersebut terdiri dari tingkat transmisinya/penularannya, kemampuan menghindari derajat kekebalan seseorang, dan tingkat parahnya penyakit terhadap infeksi yang ditimbulkannya. Meski demikian tidak ada indikasi BA.2.86 (Pirola) atau “anaknya” (JN.1), lebih menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Hal itu bila dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya, baik secara global ataupun lokal di negeri Singa tersebut. Selain BA.2.86, varian lain yang dominan adalah EG.5 (varian Eris) dan HK.3.Varian Eris, juga masih merupakan “keluarga” XBB yang masih merupakan “garis keturunan”Omicron. Baik BA.2.86, EG.5 ataupun HK.3, menimbulkan pola gejala yang sama, sebagaimana Omicron lainnya. Beratnya manifestasi klinis yang timbul, lebih banyak ditentukan derajat imunitas seseorang, daripada varian COVID-19 yang menginfeksinya. Hingga kini data menunjukkan, COVID-19 akan cenderung memantik fatalitas pada individu tertentu (rentan). Misalnya lansia, orang yang memiliki komorbiditas (diabetes, hipertensi, gagal ginjal), terutama yang tidak terkontrol dengan baik. Demikian pula dengan individu yang memiliki gangguan sistem imunitas ( HIV/AIDS, penyakit autoimun, kanker).
Negeri Jiran Malaysia juga telah memberikan peringatan pada warganya, untuk meningkatkan kewaspadaan. Itu berkenaan dengan melonjaknya lagi COVID-19 dalam negeri mereka. Sebanyak 48 persen kasus terjadi pada individu dengan rentang usia 20 hingga 40 tahun. Mayoritas kasus (98 persen), hanya menimbulkan gejala ringan.
Sementara itu secara global terhitung hingga 6 Desember 2023, terdapat 772.138.818 kasus COVID-19 yang telah terkonfirmasi. Angka kematiannya mencapai 6.985.964 kasus. Eropa menduduki peringkat pertama dengan 277.210.833 kasus. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, melaporkan sebanyak 61.212.143 kasus. Sangat mungkin angka-angka yang tercatat tersebut, jauh di bawah realitas di lapangan. Selain karena data yang tercatat hanya merupakan suatu fenomena puncak gunung es, banyak negara di seluruh dunia yang tidak lagi melakukan testing (pemeriksaan PCR ). Demikian pula soal publikasi pelaporan jumlah kasus yang terdeteksi di negara mereka masing-masing.
Tanggal 5 Mei 2023, WHO telah menyatakan berakhirnya kedaruratan kesehatan masyarakat akibat pandemi COVID-19. Meski demikian, SARS-CoV-2 tidak akan hilang. Virus tersebut masih akan terus beredar dan setiap saat akan mengalami mutasi. Peningkatan kasus dengan sendirinya akan selalu terjadi, bila muncul varian baru yang berpotensi lebih menular. “Untungnya” hingga kini belum ada indikasi, bahwa lonjakan kasus tersebut memicu infeksi yang lebih parah dari varian-varian pendahulunya.
Saat ini pembatasan akibat COVID-19 telah dicabut di seluruh dunia. Perjalanan global tidak lagi mengharuskan tes negatif terhadap COVID-19. Tidak pula diperlukan bukti vaksinasi. Tindakan yang disarankan untuk COVID-19 saat ini, sama dengan infeksi pernapasan lainnya.
Pencegahan
Menjelang liburan Nataru, diperkirakan akan terjadi pergerakan lebih dari 100 juta warga masyarakat. Interaksi dan kerumunan orang,diprediksi tidak akan terhindarkan. Di sisi lain kewaspadaan terhadap risiko penularan COVID-19,sudah sangat memudar.Pasalnya negara kita telah menyatakan mengakhiri status pandemi COVID-19 pada 21 Juni 2023.
Upaya menekan melonjaknya COVID-19,perlu digaungkan lagi secara konsisten. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),terbukti masih relevan sebagai tulang punggung pencegahan penularan COVID-19. Penggunaan masker sangat diperlukan, terutama saat melakukan perjalanan dan pada situasi keramaian/kerumunan. Terutama pada kondisi ruangan yang tertutup dengan sirkulasi udara yang kurang.
Di sisi lain tantangan kita adalah rendahnya cakupan vaksinasi booster/vaksinasi ulang. Hingga kini capaian booster/vaksinasi ulang dosis pertama, hanya pada angka 38,17 persen. Lebih mengkhawatirkan lagi, cakupan booster/ vaksinasi ulang dosis kedua, hanya mencapai 2,00 persen saja!Untuk vaksinasi seri primer/dosis awal yang pertama, telah mencapai 86,88 persen, sedangkan cakupan seri primer dosis kedua, mencapai 74,56 persen.
Terjadinya fatalitas COVID-19, terutama pada kelompok rentan, sangat terkait dengan derajat imunitas yang mereka miliki. Sistem imun yang terbangun akibat induksi vaksinasi ataupun setelah paparan alamiah COVID-19 (pada penyintas), tidak dapat bertahan lama. Dalam kurun waktu enam bulan hingga satu tahun, daya proteksinya akan memudar. Untuk ituvaksinasi ulang sangat diperlukan, agar dapat mempertahankan tingkat kekebalan terhadap paparan COVID-19 varian apa pun juga.
Saat ini vaksinasi ulang diindikasikan dengan sekala prioritas. Lansia, individu dengan komorbiditas, serta orang-orang dengan gangguan sistem imun, menjadi target sasaran utama. Demikian pula dengan tenaga kesehatan. Itu terkait dengan risiko yang mereka emban dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Orang-orang yang hidup bersama dengan lansia dan penyandang komorbiditas, serta gangguan sistem imun, akan lebih ideal mendapatkan vaksinasi ulang. Semoga liburan Nataru yang membahagiakan, dilalui tanpa disertai lonjakan kasus COVID-19.
——o—–
*Penulis :
Staf pengajar senior di:
Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
Anggota Advisory Board Dengue Vaccine
Penulis buku:
* Serial Kajian COVID-19 (sebanyak tiga seri)
* Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan