• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
  • BERANDA
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Sitemap
Trigger

Trigger

Berita Terkini

  • UPDATE
  • JAWA TIMUR
  • NUSANTARA
  • EKONOMI PARIWISATA
  • OLAH RAGA
  • SENI BUDAYA
  • KESEHATAN
  • WAWASAN
  • TV

Penyakit “X”, Merespons Tantangan Suatu Hipotesis

29 Januari 2024 by admin Tinggalkan Komentar

Oleh: Ari Baskoro*

Merebaknya kasus pneumonia (radang paru) yang terjadi pada pertengahan Oktober tahun  lalu di Tiongkok, sempat memicu kekhawatiran dunia. Wajar saja bila kecemasan itu terjadi. Masyarakat global masih trauma terhadap pandemi COVID-19 yang belum lama berlangsung.

Setiap munculnya kejadian luar biasa (KLB), kontan memicu kekhawatiran baru terhadap suatu patogen yang belum teridentifikasi. Saat itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) segera meresponsnya dengan cepat. Data patogen penyebab pneumonia harus segera diungkap. “Untungnya” bukan disebabkan oleh patogen anyar. Mycoplasmapneumonia (MP), Respiratorysyncytial virus (RSV), dan influenza, sebagai mikroba yang bertanggung jawab, sudah dipahami dengan baik tabiatnya. Dengan sendirinya pola mitigasinyapun, telah tertata dan teruji dengan baik.

Kejadian serupa seperti di Tiongkok itu, diprediksi masih akan terus berlangsung. Kekhawatiran terhadap munculnya penyakit “X” yang kini sedang ramai diperbincangkan, pada hakikatnya bentuk kewaspadaan terhadap substansi yang belum terjadi. Sifatnya baru tataran suatu hipotesis yang nantinya memerlukan pembuktian sahih. Terutama terhadap mikroba penyebabnya yang berpotensi memicu pandemi baru. Meski belum diketahui polanya, tetapi otoritas kesehatan di seluruh dunia harus selalu siap menanggapinya, bila sewaktu-waktu harus terjadi. Perencanaan dari A hingga Z menghadapi pandemi berikutnya, merupakan wujud kesiapsiagaan terhadap penyakit “X”.

Seperti juga makhluk hidup lainnya, mikroba secara alamiah akan senantiasa  berupaya mempertahankan eksistensinya. Kemampuannya bermutasi bahkan mengalami evolusi, memantik suatu probabilitas “kelahiran” jenis mikroba baru. Setiap mikroba patogen yang sebelumnya belum dikenal oleh sistem imun manusia, berisiko memicu morbiditas dan mortalitas hingga pada level tertentu. Dampaknya  tergantung pada derajat patologi yang ditimbulkannya. Karena itu diperlukan langkah-langkah tindakan antisipatif yang mampu beradaptasi dengan tepat. Khususnya terkait modalitas diagnosis, pengobatan, atau pencegahannya. Sistem dan fasilitas kesehatannya pun, harus bisa segera menanggapinya. Pada dasarnya pandemi COVID-19 yang lalu, telah memberikan pelajaranberharga perihal gagapnya merespons wabah di semua lini. Tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun seluruh dunia juga mengalaminya.

Belajar dari sejarah pandemi masa lalu

Pandemi COVID-19 bukan satu-satunya peristiwa tragis terhadap kemanusiaan yang diakibatkan suatu penyakit. Hingga kini telah tercatat lebih dari 772 juta orang yang terpapar COVID-19 dengan angka kematian global sedikitnya mencapai tujuh juta jiwa. Sebarannya telah melampaui 200 negara di seluruh dunia.

Dampak pandemi cacar (smallpox)  jauh lebih miris. Meski WHO telah mendeklarasikan dunia telah bebas dari cacar pada tahun 1979, tetapi korbannya terlanjur melaju hingga mencapai sekitar 400 juta jiwa. Diperlukan waktu hingga 200 tahun lamanya untuk bisa melakukan eradikasi. Vaksinasi cacar telah terbukti sebagai tulang punggung pengendalian pandemi tersebut.

Pandemi flu Spanyol yang bersamaan peristiwanya dengan perang dunia pertama tahun 1918-1920, telah memakan korban nyawa hingga 50 juta.Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia yang waktu itu berjumlah 1,7 miliar jiwa telah terpapar. Herdimmunity (kekebalan kelompok) alamiah, akhirnya mampu “menyelamatkan” jatuhnya korban lebih banyak lagi. Saat itu belum ditemukan vaksin yang mampu menghadang keganasan virus influenza subtipe H1N1.

Faktor pemicu penyakit “X”

Banyak faktor yang patut diperhitungkan sebagai latar belakang munculnya mikroba patogen baru yang berpotensi memantik terjadinya wabah. Perubahan kondisi lingkungan hidup, merupakan faktor utama yang layak diantisipasi. Secara teori, problem pemanasan global dan polusi, dapat memengaruhi penularan penyakit melalui berbagai cara. Itu bisa menyangkut suatu patogen yang sifat penyebarannya mempunyai kecenderungan pada waktu atau musim-musim tertentu.

Persediaan air bersih yang tidak adekuat atau mencukupi, persoalan sanitasi yang buruk, masalah kelaparan dan kecukupan gizi, masih berpotensi melanda sebagian penduduk dunia. Distribusi dan kuantitas populasi vektor pembawa penyakit, juga sangat dipengaruhi perubahan iklim. Belum lagi dampak terjadinya banjir dan bencana lingkungan yang rutin terjadi. Tegasnya, kerusakan lingkungan dan problem deforestasi hutan, perlu mendapatkan penanganan serius dari seluruh pemangku kepentingan.

Kewaspadaan terhadap penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia), menjadi perhatian utama para ahli di seluruh dunia. Banyak satwa liar yang secara alami sebagai pembawa virus, menjadi lebih intens berinteraksi dengan kehidupan manusia. Kerusakan ekosistem berada di balik persoalan tersebut. Sebagai contoh, banyak penyakit infeksi menular yang diperantarai oleh kelelawar. SARS-CoV-2 sebagai penyebab COVID-19, pada awalnya disinyalir ditularkan melalui binatang nokturnal itu.

Ada virus-virus lainnya yang juga ditularkan oleh kelelawar dan tingkat bahayanya jauh melampaui COVID-19. Misalnya adalah virus Ebola, Marburg, MERS-CoV, dan Nipah. Ebola sudah beberapa kali mengancam dunia. Tahun 2014-2016 sempat memicu krisis kemanusiaan di Afrika Barat. Fatalitasnya sangat tinggi, dengan persentase kematian mencapai 50-90 persen dari kasus yang tertular. Sebagai perbandingan, angka mortalitas global COVID-19 “hanya” sebesar 3,4 persen. Karena itu WHO menempatkan Ebola dalam sekala prioritas mitigasinya. Pasalnya hingga kini belum ditemukan obat maupun vaksinasinya. Satwa liar lain yang berpotensi menebar virus, antara lain adalah tikus, monyet, unggas liar, mamalia laut ataupun satwa pengerat.

Kemajuan pesat teknologi di satu sisi, amat memudahkan kehidupan manusia. Tetapi sebaliknya bisa “mencelakakan”. Laju perkembangan dalam bidang biologi molekuler, penyuntingan gen, dan rekayasa genetika, bisa memicu peluang “terciptanya” mikroba baru. Temuan tersebut yang berasal dari laboratorium, dapat “diternakkan” untuk berbagai kepentingan.Salah satu kekhawatiran umat manusia, adalah dalam bentuk “kejahatan biologi”. Mikroba sintetis yang membawa efek mematikan, bisa disalahgunakan untuk kepentingan jahat. Misalnya dalam bentuk aksi teror, atau senjata biologi dalam suatu peperangan. Contohnya pada perang dunia pertama, Jerman menggunakan bakteri patogen untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara sekutu. Bakteri tersebut adalah BacillusAnthracis dan Burkholderia Mallei. Meski kemungkinan terburuk seperti itu relatif “kecil”, tetapi masih ada risiko lain  akibat “kecelakaan” laboratorium dengan “lepasnya” mikroba berbahaya.

Bakteri juga berpotensi memantik timbulnya pandemi. Saat ini dunia sedang dihadapkan pada berkembangnya bakteri yang kebal obat. Masalah itu dipicu penggunaan antibiotika yang serampangan dan irasional.

Antisipasi

Pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan, merupakan tonggak utama deteksi dini penyebaran penyakit baru. Fasilitas riset yang memadai sebagai unsur penunjang penting, harus mampu segera mengidentifikasi patogen penyebabnya. Langkah ini sebagai pijakan selanjutnya untuk penanggulangan, dalam bentuk riset obat-obat baru yang efektif serta temuan vaksinnya. Ada pula protokol pencegahan non-farmakologis yang seyogianya berlaku secara global.            

Masih banyak tantangan menghadapi risiko penyakit “X”. Kesiapsiagaan pendanaan, fasilitas medis, kerja sama internasional, dan gerakan anti-sains masih merupakan kendala yang layak diperhitungkan. Semoga dengan kewaspadaan internasional, penyakit “X” benar-benar hanya merupakan suatu hipotesis saja.

——o—–

*Penulis :
Staf pengajar senior di:
Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya

Anggota Advisory Board Dengue Vaccine

Penulis buku:
* Serial Kajian COVID-19 (sebanyak tiga seri)
* Serba-serbi Obrolan Medis

Share This :

Ditempatkan di bawah: jatim, Kesehatan, Tips, update, wawasan Ditag dengan:Ari Baskoro, covid-19, Ebola, Hipotesis, Merespons Tantangan, pandemi, Penyakit “X”

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sidebar Utama

Lainnya

UNICEF: Krisis Kelaparan Gaza Disebabkan Blokade Israel, Bukan Kekurangan Pangan

25 Agustus 2025 By admin

SDN Kalirungkut I Juara KU 10 dan KU 12 Milklife Soccer Challenge Surabaya 2025

24 Agustus 2025 By zam

Membaca Itu Sehat: Manfaat Besar dan Cara Menjaganya Tetap Menyenangkan

24 Agustus 2025 By admin

Emil Audero Tampil Gemilang Saat Cremonese Hantam AC Milan 2-1 di San Siro

24 Agustus 2025 By admin

Milklife Soccer Challenge Surabaya Lahirkan Bintang Baru

24 Agustus 2025 By zam

Jumlah Jurnalis Gugur di Gaza Capai 240, Tertinggi dalam Sejarah Konflik Dunia

24 Agustus 2025 By admin

Kemendikdasmen Komitmen Sukseskan Program Digitalisasi Sekolah di Seluruh Indonesia

23 Agustus 2025 By admin

Pemkot Surabaya dan KONI Gelar Kejuaraan Multi Event Piala Wali Kota 2025

23 Agustus 2025 By admin

Mengenal Permukiman Suku Bajo di Wakatobi

23 Agustus 2025 By admin

Menlu Belanda Caspar Veldkamp Mundur karena Gagal Bela Palestina

23 Agustus 2025 By admin

Kepala BP Haji Siap Terima Keputusan Soal Perubahan Kelembagaan

23 Agustus 2025 By admin

Pertama di Indonesia, Museum Jalan Tol Jadi Media Pembelajaran Anak Bangsa

22 Agustus 2025 By zam

Reuni Cast Dawson’s Creek: Baca Naskah Pilot di Broadway untuk Amal

21 Agustus 2025 By admin

Keluarga WR Soepratman Tegaskan Lagu “Indonesia Raya” Tak Lagi Miliki Royalti

21 Agustus 2025 By admin

Jerman Desak Israel Kurangi Penderitaan Warga Gaza

21 Agustus 2025 By admin

Fadilah dan Dasar Dalil Berzikir Setelah Shalat Subuh Hingga Terbit Matahari

21 Agustus 2025 By admin

Mengapa Jalan Kaki Sangat Baik untuk Kesehatan?

20 Agustus 2025 By admin

Israel Ragu Terima Proposal Gencatan Senjata dan Desak Pembebasan Seluruh Sandera

20 Agustus 2025 By admin

Mampukah Merdeka Dari Belenggu Rasa Manis?

20 Agustus 2025 By admin

Palestina Bentuk Komite Konstitusi Menuju Status Negara Penuh

20 Agustus 2025 By admin

Kemenkeu Bantah Isu Sri Mulyani Sebut Guru Beban Negara

19 Agustus 2025 By admin

Komnas Haji Usulkan RUU Haji Lebih Fleksibel dan Adaptif

19 Agustus 2025 By admin

Bojan Hodak Sebut Gol Kedua ke Gawang Persib sebagai Kesalahan Fatal

19 Agustus 2025 By admin

Atalanta Resmi Datangkan Nicola Zalewski dari Inter Milan

19 Agustus 2025 By admin

Hamas Tolak Rencana Israel Relokasi Warga Gaza, RI Bantah Ikut Berunding

18 Agustus 2025 By admin

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

TERPOPULER

Kategori

Video Pilihan

WISATA

KALENDER

Agustus 2025
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
« Jul    

Jadwal Sholat

RAMADHAN

Merayakan Keberagaman: Tradisi Unik Idul Fitri di Berbagai Negara

31 Maret 2025 Oleh admin

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ciri-ciri Muttaqin Quran Surat Ali Imran

31 Maret 2025 Oleh admin

Ketika Habis Ramadhan, Hamba Rindu Lagi Ramadhan

30 Maret 2025 Oleh admin

Tujuh Tradisi Lebaran yang Selalu Dinantikan

29 Maret 2025 Oleh admin

Ramadhan, Sebelas Bulan Akan Tinggalkan Kita

28 Maret 2025 Oleh admin

Footer

trigger.id

Connect with us

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

terkini

  • Layanan Jamaah Haji Akan Satu Atap di Bawah Kementerian Haji dan Umrah
  • Isi Gugatan Cerai Pratama Arhan Terungkap, Rumah Tangga Retak Sejak Awal 2024
  • Taylor Swift dan Travis Kelce Resmikan “Brand Tayvis” Lewat Pertunangan
  • Wolves Bangkit Dramatis, Gagalkan Ambisi West Ham di Carabao Cup
  • Campak dan Cacingan, Cermin Kegagalan Upaya Promotif-Preventif

TRIGGER.ID

Redaksi

Pedoman Media Siber

Privacy Policy

 

Copyright © 2025 ·Triger.id. All Right Reserved.