• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
  • BERANDA
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Sitemap
Trigger

Trigger

Berita Terkini

  • UPDATE
  • JAWA TIMUR
  • NUSANTARA
  • EKONOMI PARIWISATA
  • OLAH RAGA
  • SENI BUDAYA
  • KESEHATAN
  • WAWASAN
  • TV

Gen Z, Antara Fenomena Waithood dan Penyakit Menular Seksual

2 Juli 2025 by admin Tinggalkan Komentar

Oleh: Ari Baskoro*

Lanang (bukan nama sebenarnya) gelisah. “Tiba-tiba” saja timbul borok kecil pada kemaluannya. Tidak terasa sakit. Tidak pula gatal. Betapa kaget dan khawatirnya lelaki 25 tahun itu, ketika dokter memvonisnya terpapar sifilis. Kini kebiasaan buruknya melampiaskan hasrat seksual secara ilegal, berbuah petaka. Kecemasan akan masa depannya akibat penyakit menular seksual (PMS), menghantui pikirannya. Lanang tidak sendiri. Terjadi lonjakan insiden sifilis pada gen Z, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, lebih dari 23 ribu kasus telah dilaporkan pada tahun 2024. 

Sejatinya PMS bukan hanya sifilis. Beragam penyakit infeksi lainnya dapat ditularkan melalui kontak seksual. Jika terjadi lonjakan kasus sifilis, bisa diartikan terjadi pula peningkatan PMS lainnya. Sebab pada individu tertentu (terutama yang sering berganti pasangan seks), PMS sering kali tidak tunggal. Biasanya terjadi bersamaan dengan PMS lainnya (ko-infeksi). Persoalannya, PMS ibarat fenomena gunung es. Kasus yang terkonfirmasi, hanya merupakan puncak kecil dari kejadian yang jauh lebih besar. Contohnya sifilis. PMS yang disebut juga sebagai “raja singa” itu, terdiri dari empat fase. Setiap tahap, menampilkan gejala yang bervariasi. Bahkan tidak jarang, tanpa menimbulkan gejala hingga bertahun-tahun. Meski tetap menular ! Karena itulah, sifilis dikenal sebagai “peniru ulung”. Pada kasus yang menimpa Lanang, borok kemerahan itu disebut chancre. Gambarannya “khas” terjadi pada fase satu/primer. Lesi yang rata-rata berukuran 0,3-3,0 cm itu, umumnya baru muncul setelah 10-90 hari tertular dari pasangan seksualnya. 

Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus), memiliki pola fenomena gunung es yang serupa dengan sifilis. Banyak kasus HIV di masyarakat yang tidak terdeteksi, hingga memasuki fase AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Periode transisinya bisa berlangsung bertahun-tahun. Padahal mereka sangat menular, khususnya melalui kontak seksual. AIDS merepresentasikan terjadinya degradasi sistem imun. Pengidapnya rentan terpapar mikroba jenis apa pun. Bahkan terhadap mikroba yang tadinya bersifat komensal/tidak berbahaya. Gambaran itulah yang dikenal sebagai infeksi oportunistik dan potensial menyebabkan kematian. Hingga Maret 2023, tercatat 522.687 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia. 

Gen Z

Akhir-akhir ini banyak isu terkait Gen Z (lahir 1997-2012). Umumnya mereka berpikiran lebih terbuka dan menonjol dalam teknologi digital. Sebaliknya, mereka dikaitkan dengan “generasi strawberry”. Suatu predikat yang tak seindah makna sebenarnya. Buah itu amat menarik. Terlihat cantik dengan warna merah menawan. Tetapi rasa manisnya tidak mampu menghilangkan kerapuhannya. Begitulah analoginya. Tatkala gen Z menghadapi tantangan stres, ternyata gampang menyerah. Berbagai faktor melatarbelakanginya rawan terpapar stres.  

Perkembangan biologi manusia, dilalui secara bertahap. Segmen populasi remaja merupakan puncak transisi yang paling krusial. Periode waktu tersebut, merupakan bagian dari perkembangan biologis, kognitif, dan psikososial yang pesat. Ekspresinya tidak hanya dalam bentuk perubahan fisik semata. Fase pubertas mengarah pada perkembangan kematangan seksual, akibat puncak induksi pertumbuhan hormon. Status gizi, jangkauan pelayanan medis yang lebih baik, serta pengaruh lingkungan (khususnya media sosial), berpotensi mempercepat fase pubertas. 

Kini menunda usia pernikahan (waithood), tampaknya sudah menjadi tren global. Termasuk pula di Indonesia. Mengharapkan kemandirian ekonomi dan mengejar karier, menjadi latar belakang utama penyebabnya. Tidak sedikit pula yang trauma terhadap meningkatnya kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Fenomena waithood membuka lebar peluang kesenjangan waktu, antara masa pubertas dan saat pernikahan. Gap tersebut, berdampak pada tantangan mengelola hasrat seksual dalam jangka waktu yang lebih lama. Kegagalannya berpotensi memantik stres dan hubungan seksual berisiko. Misalnya dalam bentuk “berkencan”, hubungan seksual pranikah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan aborsi ilegal. Perilaku tersebut, berpotensi meningkatkan probabilitas terpapar PMS. Sebab mereka belum memiliki pengetahuan yang memadai, tentang cara-cara pencegahannya. 

Kehamilan pranikah pada remaja, berpotensi mengganggu kesehatan reproduksi. Sering kali memantik komplikasi yang meningkatkan risiko kematian pada ibu dan janin yang dikandungnya. Ada dampak rentetan lainnya. Mereka merasa “terkucil”, malu, depresi, terhentinya pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, serta menghambat kesejahteraan ekonomi. 

Pendidikan kesehatan reproduksi

Hingga kini belum ada kurikulum khusus pendidikan kesehatan reproduksi di berbagai jenjang pendidikan formal. Materinya masih “menumpang lewat” pada mata pelajaran lainnya. Implementasinya tidak mudah, sebab dianggap terlalu sensitif. Karena itulah acap kali memicu resistansi dari sebagian masyarakat. Namun sebaliknya, jika mencari sumber informasi dari beragam platform media, berpeluang memperoleh disinformasi. 

Pendidikan kesehatan reproduksi yang terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, mampu mengorientasikan gen Z mengambil keputusan yang tepat. Tujuannya agar terhindar dari PMS dan masalah terkait lainnya. 

—–o—–

*Penulis:

  • Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
  • Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
  • Penulis buku:
    – Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
    – Serba-serbi Obrolan Medis
    – Catatan Harian Seorang Dokter
Share This :

Ditempatkan di bawah: Kesehatan, update, wawasan Ditag dengan:Antara, Ari Baskoro, Fenomena Waithood, Gen Z, Penyakit Menular Seksual, Penyakit Menular Seksual (PMS)

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sidebar Utama

Lainnya

Yovie Widianto: Musik adalah Berkah, Bukan Sekadar Royalti

15 Agustus 2025 By admin

Rumah Sejarah Rengasdengklok: Jejak Tekad Menuju Kemerdekaan

15 Agustus 2025 By admin

Ketua MPR: Sekolah Rakyat Wujud Pemerataan Pendidikan di Indonesia

15 Agustus 2025 By admin

Pro-Kontra Larangan Pemutaran Lagu Indonesia di Kafe & Restoran, Adakah Titik Temunya?

14 Agustus 2025 By admin

Cek Kesehatan Gratis Siswa, Pintu Masuk Efisiensi Anggaran MBG

14 Agustus 2025 By admin

Menapaki Jejak Sejarah Candi Cetho di Lereng Gunung Lawu

14 Agustus 2025 By admin

Hari Kebaya Nasional 2025, Mantan Ibu Negara Raih Penghargaan Ikon Pelestari Kebaya

14 Agustus 2025 By admin

Kemenag Dukung Percepatan Transisi Penyelenggaraan Haji ke BP Haji

14 Agustus 2025 By admin

Jalan Menuju Akrab dengan Allah

13 Agustus 2025 By admin

Wali Kota Surabaya Ajak ASN dan Warga Wujudkan Kampung Pancasila

13 Agustus 2025 By admin

Prabowo Tekankan Birokrasi yang Praktis, Terukur, dan Akuntabel

13 Agustus 2025 By admin

KPK Dalami Proses Pembuatan SK Menag Terkait Pembagian Kuota Haji 2024

13 Agustus 2025 By admin

Menkes Pastikan Program Cek Kesehatan Gratis Pelajar Jangkau Daerah Terpencil

12 Agustus 2025 By admin

Benjamin Sesko Yakin Manchester United Segera Bangkit

12 Agustus 2025 By admin

Palestina Serukan Solidaritas Global untuk Lindungi Jurnalis Gaza

12 Agustus 2025 By admin

Chelsea Bungkam AC Milan 4-1 di Laga Pramusim Stamford Bridge

11 Agustus 2025 By admin

Pentingnya Menjaga Kehormatan Diri dalam Pandangan Islam

11 Agustus 2025 By admin

Minuman Penenang: Benarkah Efektif atau Sekadar Janji Manis?

11 Agustus 2025 By admin

Empat Jurnalis Al Jazeera Tewas dalam Serangan Israel di Dekat RS Al-Shifa

11 Agustus 2025 By admin

Netanyahu Pertahankan Rencana Kendalikan Gaza, Israel Dikecam di PBB

11 Agustus 2025 By admin

Kirana Children Choir Harumkan Indonesia, Raih Emas di A Voyage of Songs 2025 Thailand

10 Agustus 2025 By admin

Mensos Pastikan Pengadaan Laptop untuk Sekolah Rakyat Transparan dan Bebas Korupsi

10 Agustus 2025 By admin

Nasi Hangat vs Nasi Dingin: Mana Lebih Sehat?

10 Agustus 2025 By admin

Manchester United Resmi Rekrut Striker Muda Benjamin Sesko dari RB Leipzig

10 Agustus 2025 By admin

Menjaga Kelestarian Rusa Timor: Kado Manis untuk Masa Depan Konservasi

10 Agustus 2025 By admin

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

TERPOPULER

Kategori

Video Pilihan

WISATA

KALENDER

Agustus 2025
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
« Jul    

Jadwal Sholat

RAMADHAN

Merayakan Keberagaman: Tradisi Unik Idul Fitri di Berbagai Negara

31 Maret 2025 Oleh admin

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ciri-ciri Muttaqin Quran Surat Ali Imran

31 Maret 2025 Oleh admin

Ketika Habis Ramadhan, Hamba Rindu Lagi Ramadhan

30 Maret 2025 Oleh admin

Tujuh Tradisi Lebaran yang Selalu Dinantikan

29 Maret 2025 Oleh admin

Ramadhan, Sebelas Bulan Akan Tinggalkan Kita

28 Maret 2025 Oleh admin

Footer

trigger.id

Connect with us

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube

terkini

  • Hamas Tolak Rencana Israel Relokasi Warga Gaza, RI Bantah Ikut Berunding
  • Teman dalam Genosida: Jejak Rekat Hubungan Serbia–Israel
  • Gol Tunggal Calafiori Bawa Arsenal Taklukkan Manchester United di Old Trafford
  • Alicia Silverstone: Ratu ’90-an yang Kembali Bersinar
  • Bayern Muenchen Juara Piala Super Jerman 2025 Usai Kalahkan Stuttgart

TRIGGER.ID

Redaksi

Pedoman Media Siber

Privacy Policy

 

Copyright © 2025 ·Triger.id. All Right Reserved.