

Pernahkah anda mendengar upaya manusia, agar bisa berumur panjang ? Setidaknya The Mercy’s sudah “memimpikannya”. Lewat lagunya “Ku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi”, menyiratkan makna imajinatif tersebut. Hasrat unik manusia itu, tidak hanya terlukiskan dalam syair lagu di Indonesia. Artis mancanegara juga menyanyikannya dengan tema senada. Bahkan maknanya lebih mendalam. “A Thousand Years”, merupakan soundtrack film The Twilight Saga. Pelantunnya Christina Perri, menarasikan asmaranya pada seorang pria. Cintanya ingin abadi. Bahkan hingga seribu tahun !
Baru-baru ini para ilmuwan berhasil mengungkap “misteri” usia panjang. Salah seorang pemegang rekor tertua di dunia, dianalisis struktur gennya. Dia wafat pada usia 117 tahun. Sangat mungkin rahasianya terletak pada varian genetik tertentu. Selain usia panjang, gen tersebut berperan dalam imunitas, kesehatan otak, dan jantung.
Harapan manusia berumur (sangat) panjang, pasti disertai dengan hasrat memiliki status kesehatan yang optimal. Kini usia harapan hidup (UHH)/usia kronologi penduduk Indonesia semakin meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2024, mencapai 72,39 tahun. Meski UHH bertambah, tidak selalu pararel dengan usia harapan hidup sehat (UHHS). Angka UHHS atau usia fisiologi, “hanya” sekitar 62-63 tahun. Seseorang dapat terlihat lebih muda dibanding umurnya, karena memiliki kapasitas fisiologi/fungsional layaknya orang muda. Tapi bisa juga terjadi hal sebaliknya. Usia kronologi masih relatif muda, tapi kapasitas fungsionalnya telah merosot jauh. Bila diperhitungkan, selisih antara usia fungsional dan kronologi mencapai sekitar sepuluh tahun. Asumsinya, sebagian lansia Indonesia akan hidup dalam “penderitaan”. Penyebabnya berbagai masalah kesehatan, hingga akhirnya wafat. Penyakit degeneratif berisiko mulai muncul, mengikuti laju pertambahan usia.
Bertambahnya penduduk lansia, bisa bermakna ganda. Pola positif, menunjukkan indikator kesehatan suatu bangsa. Tapi di sisi lain, bisa bermakna “negatif”. Mereka memerlukan perhatian khusus atas kebutuhan spesifiknya. Mungkin tidak akan seluruhnya dapat dipenuhi, baik dari keluarga maupun negara. Selain perubahan pola demografi, berpotensi memantik ketidakseimbangan sosial dan ekonomi. Singkatnya, hak-hak dan martabat para lansia perlu dijunjung tinggi. Kontribusinya butuh pengakuan.
Genetika
Memasuki abad ke-21, ilmu kedokteran berkembang dengan pesatnya. Kini riset para ilmuwan sudah semakin menuju ke “dunia mikro”. Tingkat genetik ! Meski belum keseluruhan, gen manusia telah dapat dipetakan.
Setiap manusia diperkirakan memiliki 20 ribu hingga 25 ribu gen. Semuanya tersimpan dalam suatu untaian molekul panjang yang disebut DNA (Deoxyribonucleic acid). Unsur-unsur kimiawi dalam DNA, mengandung informasi genetik. Ibarat kita membaca suatu kalimat/”resep” yang tertera dalam suatu halaman buku, di situ tersirat adanya pesan tertentu. DNA menggunakan “bahasa” yang disebut kode genetik. Itu dapat “dibaca” oleh sel-sel hidup, untuk menghasilkan sifat-sifat tertentu. Misalnya pada “halaman” tertentu, berperan mengendalikan respons hipersensitivitas/alergi. Pada “halaman” lainnya, merupakan beberapa lokus yang mengkode kerentanan hipertensi. Pada hakikatnya, genom adalah rangkaian DNA kolektif yang menyusun suatu organisme. Analoginya, gen ibarat “kumpulan resep” yang tertulis dalam “buku” besar, yakni kromosom.
Ada contoh konkret lainnya. Orang tua anda masih sehat hingga usia lanjut dan tidak pikun. Aktivitas hariannya pun, masih bisa mandiri. Sangat mungkin anda nantinya berpotensi sehat dan berumur panjang, seperti orang tua anda. Sebaliknya bila orang tua anda wafat karena serangan jantung pada usia relatif muda, maka kesehatan anda harus lebih dijaga. Pasalnya, anda memiliki faktor risiko kardiovaskuler yang diturunkan secara genetik. Bukan hanya penyakit, bakat kecerdasan, sifat bijak, tampilan wajah, suara, cara berjalan, bahkan pandangan politik, dapat diwariskan pula melalui gen.
Riset fisiologi memperpanjang usia, difokuskan pada telomer. Jika untaian struktur kromosom dianalogikan seperti tali sepatu, maka telomer merupakan ujungnya yang relatif keras. Fungsinya sebagai “tutup pelindung”, agar kromosom tidak tercerai berai atau rusak. Tegasnya mempertahankan stabilitas kromosom. Dengan bertambahnya usia, struktur telomer menjadi semakin pendek. Pada tingkat ukuran tertentu, sel-sel tubuh manusia menerima “sinyal”. Isyarat seluler tersebut, mengakibatkan sel berhenti membelah dan terjadilah kematian sel. Makna harfiahnya, seseorang akan memasuki fase tua. Dengan kata lain, telomer yang lebih panjang berkorelasi dengan minimalnya penyakit dan bertambahnya usia. Kini dunia kedokteran telah menemukan telomerase, enzim vital yang berfungsi memelihara stabilitas genetik dan mencegah penuaan. Singkatnya, berperan mempertahankan telomer tetap panjang dan fungsional. Kini penelitian sedang intensif dilakukan, untuk merancang telomerase.
Meski usia panjang dipengaruhi unsur genetik, tetapi sifatnya tidak mutlak. Kontribusinya sekitar 30 persen. Ada aspek lainnya yang ikut berperan. Faktor lingkungan dan gaya hidup seseorang, saling berinteraksi dengan gen dalam menentukan hasil akhirnya. Asupan gizi, merupakan salah satu bagian dari pola hidup.
Makan bergizi gratis (MBG)
Tidak semua masyarakat, terlebih anak-anak dan remaja yang paham dengan nilai gizi dalam makanan mereka sehari-hari. Badan Gizi Nasional, sudah mengupayakan secara maksimal menu yang akan disajikan. Sayur mayur dan buah, merupakan nutrisi penting. Namun sayangnya kurang diminati siswa sekolah. Masalahnya sebanyak 96,7 persen orang Indonesia, kurang menyukai buah dan sayur. Data tersebut merupakan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023.
Buah dan sayur merupakan komponen nutrisi terbaik pencegah anemia dan memelihara fungsi imunitas. Kadar seratnya yang tinggi, dapat menekan peningkatan kadar lemak darah dan timbulnya obesitas. Dalam jangka panjang bermanfaat menekan risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM).
Kini tren kegemaran anak muda Indonesia telah bergeser. Makanan siap saji telah menjadi menu favorit mereka. Meski praktis, kaya aneka rasa, dan sangat memanjakan lidah, makanan siap saji miskin nutrisi. Komponen gula, garam, dan lemaknya, rata-rata melebihi rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia. Dalam jangka panjang berpotensi memantik terjadinya PTM. Misalnya penyakit jantung, hipertensi, diabetes, stroke, gagal ginjal, dan kanker. Kini PTM mendominasi morbiditas, mortalitas, dan problem katastropik (penyakit berbiaya mahal) di negara kita.
Belum ada riset yang bisa membuktikan, bahwa MBG berpotensi memperpanjang usia. Peran hipotesisnya tidak langsung, melalui peningkatan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia dalam jangka panjang.
Belajar dari “Blue Zones”/BZ
Ada beberapa area dunia yang banyak dihuni populasi istimewa. Mayoritas mencapai usia 90, bahkan lebih dari 100 tahun (centenarian). “Uniknya” dalam keadaan sehat. Jarang sekali yang mengalami PTM. Peta geografinya meliputi Pulau Ikaria (Yunani), Okinawa (Jepang), Sardinia (Italia), semenanjung Nicoya (Kosta Rika), dan Loma Linda-California (Amerika Serikat). Dan Buettner, sang peneliti, menandainya dengan lingkaran biru. Sejak itulah dikenal istilah BZ.
Sehari-hari mereka mengonsumsi makanan nabati berserat tinggi. Komponennya terdiri dari aneka sayuran, buah-buahan, polong-polongan, dan biji-bijian. Kandungan vitamin, mineral, dan antioksidannya tergolong tinggi. Anggur merah yang kaya antioksidan (flavonoid dan polifenol), sering mereka konsumsi. Biasanya dibuat sebagai minuman. Semua kebiasaan itu, terbukti mampu mencegah peningkatan kadar lemak, gula darah, gangguan kardiovaskuler, serta PTM lainnya. Pola nutrisi warga BZ, terbukti berdampak positif pada panjang telomer ( Mohol, dkk, Current Research in Nutrition and Food Science, 2024).
Iklim kehidupan warga BZ ikut berperan. Selalu bergerak aktif, basis spiritual dan interaksi sosial yang kuat, serta memiliki tujuan hidup yang jelas, terbukti menopang kesehatan.
Semoga BZ dapat menginspirasi.
—–o—–
*Penulis :
- Pengajar senior di :
- Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku :
- Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
- Serba-serbi Obrolan Medis
- Catatan Harian Seorang Dokter
- Sisi Jurnalisme Seorang Dokter (dua seri)
Tinggalkan Balasan