
Surabaya (Trigger.id) – Kerinduan akan seni pertunjukan atau konser musik begitu membuncah ketika pemerintah melonggarkan aturan Peraturan Pembatasan Kegiatan Masyaraka (PPKM). Seiring dengan tersebut, kegiatan yang semula dibatasi dan bahkan dilarang seperti konser musik dan seni oertunjukan yang lain.
Awal-awal diperbolehkannya konser musik berjalan lancar dan tanpa insiden berarti. Namun makin kesana, rupanya konser musik menjadi sesuatu yang ‘menakutkan’ dan dianggap meresahkan. Kabar paling anyar dihentikannya konser musik ‘Berdendang Bergoyang’ dan pagelaran musik NCT 127.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan mengtakan bahwa konser tersebut sudah berjalan selama 2 jam sebelum akhirnya diberhentikan.
Menurutnya, penghentikan konser tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan keselamatan dari pengunjung yang ada.
Bukankah ‘kerusuhan’ dan desak-desakan yang menyertai kegiatan konser musik tidak kali ini saja terjadi. Beberapa jenis musik dan grup musik tertentu juga sempat menjadi catatan pihak keamanan. Bahkan jika mereka ingin menggelar konser, sederet aturan ketat harus mereka patuhi termasuk tempat konser yang harus ada di lingkungan komplek Polri atau TNI.
Saat ini situasinya jadi berbeda ketika banyak media arus utama dan media sosial yang memberitakan tentang banyaknya korban pingsan dampak dari desak-desakan sehingga mau tak mau hal tersebut yang membuat masyarakat gelisah dan takut untuk menonton konser.
Patut disayangkan ketika konser harus dihentikan di tengah jalan sehingga image yang muncul panitia kurang profesional, kordinasi yang lemah, petugas keamanan yang jauh dari cukup dan seterusnya.
Agar jangan sampai merugikan banyak pihak termasuk para pekerja seni dan turunannya, maka penting dibuat standardisasi pagelaran atau konser musik, festival dan seni pertunjukan lainnya.
Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) kabarnya mulai mencanangkan dibentuknya sebuah standar atau SOP penyelenggaraan konser. Standar yang disusun berdasarkan pengalaman bersama yang kuat dan teruji, nantinya bisa menjadi acuan bersama bagi seluruh promotor di Indonesia.
Ketua Bidang Program dan Investasi APMI, Dewi Gontha menjelaskan, APMI siap untuk menyusun standar tersebut yang nantinya bisa menjadi semacam manual book bagi seluruh promotor atau penyelenggara event.
Posisi APMI sebagai asosiasi dalam hal ini membuatnya memiliki tanggung jawab untuk turut memperbaiki kondisi industri agar bisa berjalan lebih baik lagi kedepannya.
“Ke depannya yang diharapkan adalah sebuah standar, jadi kita membuat sebuah standar acara, apa saja sih yang harus dibuat, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan acara,” ungkap Dewi saat sesi konferensi pers APMI di Mbloc Space, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Dewi menjelaskan, gagasan untuk membuat standar dari AMPI tersebut bukanlah suatu upaya mempersulit atau menghalang-halangi promotor untuk menggelar acara musik. Namun, ia akan lebih berfungsi sebagai checklist, yang bisa diacu oleh penyelenggara, agar suatu acara menjadi lebih aman.
Menurut Dewi, standar itu akan disusun untuk berbagai level atau skala event, baik kecil, menengah maupun berskala festival dengan puluhan ribu penonton. Dengan begitu, setiap penyelenggaraan acara musik bisa mengambil rujukan pada sumber yang sama.
Dewi menekankan, adanya standar yang bisa dirujuk itu penting, mengingat pengalamannya selama ini. Faktanya, masih banyak promotor yang tidak memahami alur persiapan dan pelaksanaan sebuah acara musik.
Standar yang digagas APMI ini nantinya bisa dirujuk oleh semua promotor, baik yang tergabung dalam asosiasi maupun tidak. Namun, Dewi mengundang seluruh promotor agar bergabung, supaya bisa mendapatkan dukungan yang lebih baik dari asosiasi kedepannya. (kai)
Tinggalkan Balasan