
Di saat hampir semua negara harap-harap cemas terjadinya perlambatan ekonomi yang mengarah pada resesi, namun Qatar yang saat ini menjadi tuan rumah Piala Dunia justru seakan sebaliknya. Bahkan piala dunia di Qatar tahun ini, dipastikan menjadi Piala Dunia termahal sepanjang sejarah. Bagaimana tidak?.
Piala dunia sebelumnya di Brasil (2014) dan Rusia (2018) yang sementara disebut termahal di dunia, nyatanya di kedua negara tersebut hanya menghabiskan biaya sekitar 15 miliar dolar. Sementara Qatar sejak ditunjuk sebagai penyelenggara event 4 tahunan tersebut telah menggelontorkan dana sekitar 220 miliar dolar.


Sementara sulit menetapkan biaya pasti di Qatar untuk Piala Dunia FIFA tersebut. Tetapi sudah pasti ini adalah yang termahal dari semua Piala Dunia yang diadakan sejak pertama kali pada tahun 1930. Biayanya bahkan diperkirakan melebihi jumlah yang dikeluarkan dari gabungan 21 penyelenggaraan sebelumnya.
Mengutip DW.com, konsultan keuangan olahraga AS, Front Office Sports memperkirakan biaya sebesar 220 miliar dolar, sementara Hassan Al Thawadi, kepala badan Qatar yang ditugaskan untuk menyelenggarakan turnamen tersebut, mengatakan bahwa biaya infrastruktur sejak negara tersebut menang sebagai tuan rumah akan melebihi 200 miliar dolar.


Ketidakpastian jumlah biaya ini muncul karena sebagian besar dari miliaran yang telah dihabiskan pemerintah Qatar sebelum turnamen adalah untuk infrastruktur nonsepak bola, seperti sistem metro baru, bandara internasional, jalan baru, sekitar 100 hotel baru, dan fasilitas rekreasi.
Sebagian besar investasi ini merupakan bagian dari proyek investasi publik negara Teluk yang lebih luas, yang dikenal sebagai Visi Nasional Qatar 2030.


“Piala Dunia menjadi katalis bagi pemerintah Qatar yang ingin mengatasi masalah infrastruktur negara,” kata Kieran Maguire, spesialis keuangan sepak bola di Universitas Liverpool, kepada DW. “Ini memberi mereka titik fokus. Dibandingkan dengan Piala Dunia lainnya, ini jauh lebih mahal.”
Mengambil keuntungan dari sepak bola memang bukan tujuan utama Qatar. Karena Qatar sendiri menyadari olahraga sepak bola bukan ladang untuk bisnis. Dengan populasi penduduk yang tidak sampai empat juta jiwa dan lebih dari separohnya ekspatriat, Qatar ingin menjadikan event Piala Dunia kali ini sebagai katalisator.

Keuntungan utama yang dicari Qatar adalah nonkomersial, lanjutnya. “Hubungan internasional adalah motivasi utama Qatar sebagai tuan rumah turnamen dan ini juga tentang kekuatan halus terkait strategi pertahanan dan keamanan. Uang jelas bukan masalah bagi Qatar. Negara ini jelas mampu menjadi tuan rumah Piala Dunia dan mereka bersedia menanggung kerugian. Dalam banyak hal, Piala Dunia 2022 adalah sebuah anomali keuangan.”
Sekalipun merupakan sebuah anomali keuangan, Qatar 2022 masih harus bergulat dengan pertanyaan tentang “warisan” apa yang ingin mereka tinggalkan. Bahwa turnamen ini harus meninggalkan jejak yang berarti bagi masyarakat luas di negara yang membenarkan pemborosan keuangan hanya dalam empat minggu sepak bola.
Hal ini menjadi perjuangan besar bagi Piala Dunia kebanyakan , tetapi dalam kasus Qatar, ada keraguan serius.
Salahsatu masalah yang pasti dihadapi Qatar pasca event Piala Dunia ini adalah warisan berupa stadion-stadion megah.
Dari delapan tempat, tujuh telah dibangun dari nol untuk Qatar 2022. Pemerintah mengatakan biaya pembangunannya mencapai 6,5 miliar dolar. Setelah Piala Dunia selesai, negara berpenduduk hanya 2,8 juta orang itu tampaknya tidak akan membutuhkan begitu banyak stadion-stadion besar.
Fenomena yang dikenal dengan nama “gajah putih” kerap menjadi masalah bagi tuan rumah Piala Dunia, dan Qatar bermaksud untuk memutus siklus itu. Tiga stadion nantinya akan terus dipakai untuk lokasi pertandingan, sementara lima lainnya akan dibongkar, diubah untuk tujuan alternatif, atau kapasitasnya dikurangi secara signifikan.
Maguire percaya Qatar tetap akan menggunakan infrastruktur baru untuk mengajukan penawaran menjadi tuan rumah final Eropa di masa depan, seperti di Liga Europa atau Liga Champions.
Bagi Qatar dunia boleh krisis, ekonomi global boleh saja resesi, namun tidak bagi Qatar, sebuah negara Arab yang kaya raya yang tidak menggantungkan keuntungan dari Piala Dunia.
Tinggalkan Balasan