
Surabaya (Trigger.id) – Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (Apecsi) menyoroti proses seleksi sembilan calon Direktur Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan sosok berpengalaman di bidang konservasi.
Koordinator Apecsi, Singky Siewadji, pada Kamis (23/10/2025) mengungkapkan bahwa dari sembilan nama yang lolos seleksi, tidak satu pun dikenal di kalangan pemerhati satwa maupun dunia konservasi. Bahkan, kata dia, tiga di antaranya berasal dari latar belakang pendidikan hukum.
“Ini lembaga konservasi atau lembaga bantuan hukum? Dari sembilan nama itu, tidak ada yang dikenal di dunia konservasi,” ujar Singky.
Ia juga mempertanyakan mekanisme dan kriteria seleksi calon direktur yang dinilai tidak jelas. “Siapa yang menyeleksi dan apa kriterianya? Prosesnya tidak transparan,” tegasnya.
Menurut Singky, pada seleksi sebelumnya masih ada dua kandidat yang memiliki rekam jejak di bidang konservasi—yakni seorang pegawai internal KBS dan mantan Direktur Kebun Binatang Semarang—namun keduanya dinyatakan tidak memenuhi syarat dan kini seleksi kembali diulang.
Melihat kondisi ini, Singky mengkritik Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang dianggap kurang memahami pentingnya peran lembaga konservasi serta dinilai mengabaikan aspirasi para pemerhati satwa.
“Saya menerima banyak keluhan terkait proses perekrutan yang berulang kali ditunda dan diulang tanpa kejelasan,” ujarnya.
Selain menyoroti proses seleksi, Singky juga menyinggung insiden di mana seekor anak gajah berusia sekitar satu tahun ditunggangi oleh mahoed (pawang gajah) di area KBS.
“Anak gajah biasanya baru disapih dari induknya di usia lima tahun. Kalau baru satu tahun sudah ditunggangi, itu jelas tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa,” jelasnya.
Apecsi, lanjut Singky, akan membahas masalah ini secara serius dalam rapat internal untuk menentukan langkah hukum atau administratif yang akan diambil.
“Kami akan mempertimbangkan apakah akan menggugat atau melaporkan hal ini kepada instansi terkait dengan lembaga konservasi,” tutupnya. (ian)



Tinggalkan Balasan