
Oleh: dr. Ari Baskoro SpPD K-AI – Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya

Momen mudik lebaran selalu menjadi perbincangan hangat masyarakat. Kali ini ritual tahunan tersebut diiringi berita memprihatinkan. Covid-19 di tanah air dikabarkan meningkat cukup signifikan akhir-akhir ini.
Angka pertambahan kasus harian terkonfirmasi Covid-19, sudah melampaui 2000 kasus.Positivity rate harian sebesar 11,91 persen, sedangkan mingguan (16 sampai 22 April 2023) pada level 10,69 persen. Itu artinya telah melampaui standar yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu maksimal lima persen.
Indonesia tidak sendirian. Fenomena munculnya gelombang baru Covid-19, telah dilaporkan oleh banyak negara di dunia. India disebut-sebut sebagai “episentrumnya”. Peningkatan pesat Covid-19 pada beberapa pekan terakhir di negeri Hindustan tersebut, sontak memicukewajiban penggunaan masker kembali. Produksi vaksin digenjot lagi. Rumah sakit di seluruh negara Bollywood itu, telah dipersiapkan dari segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Munculnya subvarian Omicron terbaru yang dijuluki sebagai Arcturus, disinyalir sebagai latar belakang penyebabnya. Setidaknya saat ini sudah ada sekitar 34 negara didunia yang telah disatroninya. Data terakhir di Amerika Serikat menyatakan, Arcturus telah mengambil porsi sebesar sepuluh persen dari seluruh kasus Covid-19. Capaian itu terhitung singkat, hanya dalam hitungan minggu saja.
Hampir semua negara tetangga Indonesia melaporkan hal yang serupa. Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam juga melaporkan peningkatan kasus harian Covid-19, di negara mereka masing-masing.
Arcturus masih merupakan “turunan” Omicron. Galur yang diberi kode XBB.1.16 ini, untuk pertama kalinya teridentifikasi pada bulan Januari 2023. Sejak statusnya sebagai varian dalam pemantauan (Variant Under Monitoring/VUM) oleh WHO, telah menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan kasusnya yang pesat. Tidak mengherankan, statusnya kini meningkat. WHO menempatkannya dalam klasifikasi terbaru sebagai Variant of Interest(VOI). Oleh karena itu WHO mengisyaratkan, pandemi Covid-19 belum usai. Covid-19 masih dipandang sebagai masalah “kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional”.
Profil Arcturus
XBB.1.16 mendapat julukan Arcturus. Sebutan ini mengacu pada nama rasi bintang yang paling terang di belahan langit sisi utara. Seperti halnya virus lainnya, Omicron dikenal sebagai salah satu varian virus Covid-19 yang “sangat rajin” bermutasi. Setidaknya hingga sekarang ini telah teridentifikasi sebanyak 600 subvarian Omicron yang telah beredar di seluruh dunia.
Mutasi merupakan bagian integral dari sifat biologi virus, dalam upayanya untuk tetap eksis. Tidak semua virus mutan menjadi lebih berbahaya.Banyak di antaranya yang akhirnya lenyap dengan sendirinya.
Arcturus memiliki satu mutasi tambahan pada komponen S (spike), bila dibandingkan dengan “saudaranya” subvarian Kraken (XBB.1.5). Menurut laporan Centers for Disease Controland Prevention(CDC) Amerika Serikat, hingga awal April 2023, subvarian Kraken mendominasi sebanyak 88 persen kasus Covid-19 di negara Paman Sam.Akibat adanya satu titik mutasi tambahan tersebut, memicu peningkatan kapasitas daya tular Arcturus menjadi 1,2 hingga 1,5 dibanding Kraken. Diprediksi,Arcturus akan menjadi lebih dominan dalam beberapa pekan ke depan.
Persebaran Covid-19 selalu akan didominasi oleh virus yang mempunyai daya tular tertinggi. Sejak dideteksinya Omicron untuk pertama kalinya pada 24 November 2021, telah mampu mengeliminasi dominasi varian Delta yang sangat mematikan. Setiap kemunculan subvarian Omicron terbaru yang lebih menular, hampir selalu diikuti peningkatan jumlah kasus. Bahkan bisa memicu terjadinya gelombang Covid-19 yang baru berikutnya. Situasi demikian berpeluang bisa terjadi secara berulang-ulang.
Dalam gambaran skematis, protein S (spike) virus SARS-CoV-2 (penyebab Covid-19) tampak seperti tonjolan-tonjolan pada bagian luarnya.Itu menjadi komponen terpenting bagi daya tularnya. Karakter tersebut juga mempunyai makna, bahwa virus tersebut dapat menghindar dari sergapan antibodi. Seperti telah diketahui, seseorang penyintas Covid-19 akan menghasilkan antibodi dalam kadar tertentu, setelah sembuh dari sakitnya. Antibodi tersebut tidak akan bertahan lama. Dengan berjalannya waktu, akan melandai sehingga tidak akan protektif lagi. Dalam level antibodi yang optimal saja, dapat “dengan mudah” dilewati oleh Kraken. Sangat mungkin kemampuan Kraken tersebut,dapat dilampaui oleh Arcturus. Antibodi yang diinduksi pasca vaksinasi, juga memiliki pola yang mirip dengan antibodi pada penyintas. Dalam jangka waktu sekitar enam bulan, kadarnya akan melandai. Tentu saja hal itu tidak akan efektif lagi mencegah penularan virus sekelas Arcturus.
Vaksinasi masih tetap merupakan tulang punggung pengendalian pandemi. Walaupun tidak dapat menjamin 100 persen mencegah penularan, tetapi terbukti tangguh dalam mencegah fatalitas penyakit. Termasuk pula mencegah perawatan di rumah sakit dan menekan angka mortalitas.
Berdasarkan laporan gambaran kasus dari beberapa negara yang terkena dampak Arcturus, gejala klinis subvarian teranyar ini, tidak jauh berbeda dengan “pendahulunya”. Hanya saja lebih sering didapatkan adanya keluhan mata kemerahan dan lengket/”belekan”. Manifestasi demikian,dikenal dengan terminologi konjungtivitis.
Hingga kini belum ada laporan yang menyatakannya memiliki gejala yang lebih berat, dibanding varian-varian virus Covid-19 yang telah beredar sebelumnya.
Kebijakan
Dicabutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sejak 30 Desember 2022, merupakan sinyal persiapan menuju fase endemi. Seharusnya kebijakan tersebut tetap dibarengi dengan edukasi yang berkesinambungan tentang pentingnya protokol kesehatan (prokes). Khususnya tentang pengenaan masker pada situasi terjadinya kerumunan massa atau pada ruangan yang relatif tertutup.
Vaksinasi booster hendaknya didorong lebih intensif lagi. Terutama pada individu yang berisiko tinggi. Misalnya adalah lansia (di atas 60 tahun) dan orang-orang dengan kondisi imunitas yang kurang sempurna/memiliki komorbid. Manfaatnya sangat signifikan dalam mencegah fatalitas penyakit. WHO pun telah mengisyaratkan, bahwa individu dewasa muda yang sehat, tidak memerlukan booster kedua (vaksinasi ke-empat). Menurut riset, manfaatnya tidak signifikan. Walaupun demikian,ada sisi manfaat yang bisa dipetik.Terutama bila mereka hidup bersama keluarga lansia atau penyandang komorbid.
Kebijakan vaksinasi booster pada individu yang tepat, dapat membuka peluang efisiensi pembiayaan vaksinasi Menekan dampak melonjaknya kasus Covid-19, tidak lain tetap mengajak masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam mitigasi pandemi. Pandemi belum usai. “Menikahkan”kembali masker dan vaksin booster, masih menjadi opsi yang paling tepat.
Tinggalkan Balasan