
Yerusalem (Trigger.id) – Amerika Serikat telah mengonfirmasi rencana baru penyaluran bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Gaza melalui perusahaan swasta, di tengah blokade Israel yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Langkah ini menuai kritik dari badan-badan PBB yang menilai sistem tersebut bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.
Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, mengatakan bahwa pusat distribusi bantuan akan didirikan dan diamankan oleh kontraktor keamanan swasta untuk menjamin makanan serta perlengkapan penting lainnya sampai kepada lebih dari satu juta warga Gaza. Huckabee menegaskan bahwa militer Israel tidak akan terlibat dalam distribusi maupun pengangkutan bantuan, namun akan mengamankan area sekitar pusat distribusi.
“Presiden Donald Trump menganggap pengiriman bantuan ke Gaza sebagai hal yang mendesak dan meminta kami mempercepat prosesnya,” ujar Huckabee dalam konferensi pers di Yerusalem. Ia juga menyatakan bahwa proyek ini dirancang agar bantuan tidak jatuh ke tangan Hamas.
Namun, sejumlah lembaga kemanusiaan termasuk Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyatakan tidak akan bekerja sama dengan skema baru tersebut. “Kami hanya akan berpartisipasi dalam upaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan kami,” ujar juru bicara OCHA, Jens Laerke, kepada BBC di Jenewa. Ia menambahkan bahwa sistem baru ini berpotensi “memersenjatai bantuan kemanusiaan” dan bertentangan dengan prinsip netralitas.
Situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk sejak Israel menutup akses seluruh bantuan kemanusiaan sejak awal Maret. Sepertiga dapur umum telah berhenti beroperasi karena kehabisan pasokan makanan dan bahan bakar. Termasuk di antaranya adalah dua dapur lapangan terakhir milik World Central Kitchen, yang sebelumnya menyediakan lebih dari 130.000 makanan setiap hari.
Harga bahan makanan pokok pun melonjak tajam. Menurut OCHA, harga satu karung tepung seberat 25 kilogram kini mencapai $415 di Gaza City, atau 30 kali lipat dibandingkan akhir Februari.
Amerika Serikat bersama mitra regional berupaya menggalang dana untuk proyek ini, yang akan dijalankan oleh organisasi non-pemerintah baru bernama Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Dalam dokumen 14 halaman yang dilihat BBC, GHF merencanakan pendirian empat pusat distribusi yang akan melayani sekitar 1,2 juta warga Gaza dalam tahap awal.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa GHF dibentuk untuk “memulihkan jalur bantuan yang runtuh akibat konflik” dan berkomitmen pada prinsip-prinsip kemanusiaan seperti netralitas dan independensi. Meskipun belum semua detail teknis diungkap, GHF menyebut bahwa sistemnya akan diaudit secara ketat dan bantuan hanya akan diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Dewan penasihat GHF dikabarkan mencakup mantan CEO World Central Kitchen dan mantan kepala World Food Programme dari AS, David Beasley, meskipun keterlibatannya belum dikonfirmasi.
Sementara AS dan Israel menuding Hamas kerap menyalahgunakan bantuan, organisasi-organisasi kemanusiaan menegaskan bahwa mekanisme pengawasan yang kuat sudah diterapkan dan kasus penjarahan sangat minim. WHO bahkan menyatakan tidak ada satupun bantuan medisnya yang dijarah selama konflik.
Pemerintahan Trump berharap pendekatan ini dapat menjadi solusi alternatif dalam menyalurkan bantuan dan akan mempresentasikan inisiatif ini kepada negara-negara Teluk minggu depan dalam upaya mencari dukungan pendanaan. (ian)
Sumber: BBC
Tinggalkan Balasan