
Virginia, AS (Trigger.id) – Tinggal jauh dari tanah air tak membuat Diana Dunham melupakan akar budayanya. Justru, hidup di negara bagian Virginia, Amerika Serikat, selama 17 tahun semakin menumbuhkan kecintaannya pada budaya Indonesia. Bersama komunitas budaya, ia tidak hanya menyalurkan rasa rindu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai leluhur kepada anak-anaknya.
“Karena saya di luar Indonesia, menari dan berkesenian menjadi pengobat kerinduan,” ujar Diana kepada VOA. Sejak masih tinggal di Indonesia, Diana memang gemar menari. Namun, tak pernah terbayangkan olehnya bahwa di Amerika ia justru akan mendalami seni dan filosofi budaya Minangkabau melalui sanggar Rumah Gadang USA.
“Budaya Minang memperkuat perempuan, memberikan kedudukan yang setara dengan laki-laki. Itu yang menarik saya,” jelasnya.
Diana yang berdarah Ambon dan Jawa merasakan semakin dalamnya apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia. Ia pun merasa memiliki tanggung jawab untuk mengenalkan akar budayanya kepada kedua putranya, Joshua (15) dan Rafael (12), yang merupakan keturunan Amerika. Sejak kecil, mereka kerap dibawa ke tempat latihan menari dan bermusik.
Kini, kedua anaknya aktif dalam seni tradisional Minang, termasuk memainkan talempong, tabuik, serta mempelajari pencak silat Minang. Keterlibatan mereka dalam berbagai pertunjukan seni membuat keluarga Diana di Indonesia bangga.
“Mereka tahu mereka orang Indonesia. Kacang tidak lupa kulitnya,” kata Diana yang bekerja sebagai asisten direktur di American Council of Engineering Companies.
Menanamkan Budaya di Negeri Orang
Rumah Gadang USA didirikan oleh pasangan Nani dan Muhammad Afdal pada 2007 dengan misi mempertahankan dan memperkenalkan budaya Minangkabau kepada generasi muda di Amerika. Setelah hijrah ke Amerika 24 tahun lalu, pasangan ini menyadari pentingnya menanamkan budaya leluhur kepada anak-anak mereka.
“Namanya kita tinggal di Amerika, tentu budaya yang mereka lihat dan terima adalah budaya di sini. Lalu kami berpikir, bagaimana agar mereka tetap paham dari mana akar mereka berasal?” ujar Nani Afdal.
Kini, sanggar tersebut memiliki sekitar 10 anggota aktif, mulai dari usia 6 hingga 50 tahun. Mereka rutin tampil dalam berbagai festival internasional, membawa nuansa budaya Indonesia ke panggung dunia.
Melalui pementasan dan latihan bersama, kedekatan terhadap budaya Indonesia semakin terasa. Bagi anak-anak yang lahir dan besar di Amerika, keterlibatan ini menjadi jembatan penting dalam memahami jati diri mereka.
Kisah Diana dan komunitasnya adalah bukti bahwa budaya bukan sekadar warisan, melainkan identitas yang perlu dirawat dan diwariskan, meski berada ribuan kilometer dari tanah air. (bin)
Tinggalkan Balasan