
Surabaya (Trigger.id) – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor sebesar 25% untuk baja dan aluminium, serta tarif tambahan untuk berbagai produk dari Kanada, Meksiko, dan China. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya proteksionis untuk melindungi industri dalam negeri dan meningkatkan pendapatan negara.
Trump menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini mungkin menyebabkan “sedikit rasa sakit” bagi konsumen dalam bentuk kenaikan harga, dampak tersebut dianggap sepadan dengan tujuan membangkitkan ekonomi domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor. Ia juga menekankan bahwa tarif ini akan membantu memperkuat posisi Amerika Serikat dalam negosiasi perdagangan internasional.
Namun, kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan industri manufaktur dan masyarakat umum. Survei yang dilakukan oleh Federal Reserve menunjukkan bahwa banyak produsen melaporkan gangguan pada rantai pasokan dan peningkatan biaya produksi akibat tarif baru ini. Beberapa perusahaan bahkan mempertimbangkan untuk menunda investasi atau mengalihkan produksi ke luar negeri.
Para ekonom memperingatkan bahwa tarif yang tinggi dapat meningkatkan inflasi dan membebani konsumen dengan biaya tambahan. Estimasi dari Peterson Institute for International Economics menunjukkan bahwa rumah tangga rata-rata di AS dapat menghadapi beban tambahan sekitar USD 2.600 per tahun akibat kebijakan ini.
Di sisi lain, pendukung Trump berpendapat bahwa kebijakan tarif akan mendorong perusahaan untuk memproduksi barang di dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ekonomi nasional. Mereka juga melihat tarif sebagai alat untuk menekan negara-negara lain agar melakukan negosiasi perdagangan yang lebih adil dengan Amerika Serikat.
Meskipun demikian, banyak pihak yang menilai bahwa dampak jangka panjang dari kebijakan ini masih belum dapat diprediksi secara pasti. Beberapa negara mitra dagang telah mengancam akan memberlakukan tarif balasan, yang dapat memicu perang dagang dan mengganggu stabilitas ekonomi global.
Dengan berbagai pandangan yang saling bertentangan, kebijakan tarif Presiden Trump terus menjadi topik perdebatan hangat di Amerika Serikat, baik di kalangan pembuat kebijakan, pelaku industri, maupun masyarakat umum. (bin)
Tinggalkan Balasan