
Pengulangan
Oleh: dr. Ari Baskoro, Sp.PD-KAI (Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya)

Momen liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), selalu dinantikan oleh masyarakat. Kali ini kesempatan tersebut bersamaan waktunya dengan libur sekolah. Tidak berlebihan kiranya, bila Kementerian Perhubungan memprediksi, sebanyak 44,17 juta orang akan bepergian.
Walaupun jumlah tersebut “hanya” sekitar separo dari jumlah pemudik lebaran 2022, tak pelak memerlukan persiapan yang matangdari semua sisi danlintas sektoral. Tidak hanya menyangkut persoalan transportasi publik, namun perhatian khusus soal risiko merebaknya kembali Covid-19 harus jadi atensi. Tidak adanya pembatasan perayaan dan ibadah Natal 2022, serta aktivitas keramaian Tahun Baru 2023, melegakan semua pihak. Kebijakan relaksasi yang diterapkan pemerintah, diharapkan mampu menggulirkan roda ekonomi yang telah tersendat untuk beberapa waktu. Di sisi lain, potensi lonjakan kasus Covid-19, juga harus diantisipasi dengan baik.
Saat pandemi, aktivitas perekonomian selalu diperhitungkan bersamaan dengan risikonya terhadap persebaran Covid-19. Libur panjang akan selalu berdampak pada kemungkinan laju penularan virus. Ini merupakan suatu dilema kebijakan yang bagaikan “pedang bermata dua”. Kalkulasi semacam ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Semua negara-negara di dunia, mempunyai problem yang serupa. Dengan semakin dipahaminya dari waktu ke waktu pola “perilaku” Covid-19, pengambilan keputusan relaksasi ekonomi tidak perlu diragukan lagi. Semuanya telah didasarkan atas telaah epidemiologi.Libur Nataru diprediksi tidak akan menimbulkan gelombang baru Covid-19, pada awal tahun 2023.
Data-data epidemiologi Covid-19 menjelang tutup tahun 2022, menunjukkan tren yang kondusif. Padahal saat ini hampir semua negara di dunia, sedang mengalami gelombang varian BQ.1 dan BA.2.10 yang lebih dikenal dengan XBB. Sempat mengkhawatirkan dan diprediksi mencapai puncaknya pada akhir Desember 2022, ternyata kedua “turunan” Omicron ini tidak berdampak signifikan di tanah air.
Sebelumnya diperkirakan akan mencapai puncak pertambahan kasus hingga 20 ribu per hari, namun tidak terbukti.Pada awal minggu ketiga November 2022, angka pertambahan kasus harian hampir menyentuh delapan ribu kasus.Namun kini telah melandai lagi. Bahkan selama satu minggu terakhir, telah kembali konsisten di kisaran angka dua ribu kasus per harinya.
Bisa jadi angka-angka tersebut seperti fenomena gunung es. Banyak atau sedikitnya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 yang dilaporkan, pada dasarnya tergantung dari jumlah pemeriksaan spesimen yang dilakukan. Testing dan tracing yang masif, dapat dengan pasti mengetahui situasi di lapangan dengan tepat. Mayoritas data yang dilaporkan adalah berdasarkan passive case finding. Artinya diperoleh dari orang-orang yang memang mempunyai gejala, dan kemudian memeriksakan diri ke rumah sakit/klinik. Sebaliknya jumlah kasus yang diperoleh melalui penelusuran kontak (tracing), relatif sedikit. Active case finding yang relatif minim ini, tidak terlepas dari keengganan masyarakat untuk dilakukan tes usap tenggorok. Data lainnya seperti positivity rate, angka okupansi rumah sakit secara nasional, dan angka kematian, menunjukkan pola kendali yang baik.
Aspek pembelajaran
Situasi penanganan pandemi di Tiongkok dan penyelenggaraan piala dunia 2022, penting sebagai bahan komparasi. Kerumunan penonton piala dunia Qatar 2022 yang dihelat tanpa pengenaan masker, terasa sangat kontras bila dibandingkan dengan kondisi negara Tirai Bambu saat ini. Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan percaya diri, bahwa Qatar dapat mengelola risiko pandemi dengan baik.
Berdasarkan pemantauan WHO, banyak perayaan acara-acara besar lainnya di beberapa negara, juga berlalu dengan aman.Termasuk penyelenggaraan kompetisi Liga 1 Indonesia yang terpaksa harus terhenti di tengah jalan, akibat tragedi Kanjuruhan.Tidak tampak memicu peningkatan risiko yang lebih tinggi, dibandingkan perhelatan akbar sepak bola dunia 2022 tersebut.
Tiongkok yang kekeh menerapkan kebijakan zero kasus Covid-19, kini mulai bersikap lebih terbuka. Itu tidak terlepas dari sikap kritis rakyat, terhadap kebijakan yang diambil pemerintahnya. Keputusan melakukan lockdown di beberapa kota besar yang berperan besar dalam perputaran roda ekonomi mereka, berdampak menyulitkan kehidupan masyarakatnya.
Banyak pakar medis memprediksi, kebijakan pelonggaran aturan yang saat ini mulai diterapkan secara drastis, akan berdampak besar. Diperkirakan akan terjadi lonjakan morbiditas dan mortalitas, khususnya pada individu yang rentan. Salah satu latar belakangnya adalah,negara Panda tersebut terlalu percaya diri pada vaksin produksinya sendiri. Vaksin konvensional yang berasal dari virus yang tidak aktif (inactivated), terbukti kurang efektif mencegah penularan, menekan parahnya penyakit dan angka rawat inap,serta kematian. Khususnya pada lansia dan individu penyandang komorbid.
Tiongkok baru-baru ini telah menyetujui penggunaan vaksin m-RNA. Tapi “anehnya”, bukan ditujukan untuk warga negara mereka sendiri. Melainkan hanya diizinkan digunakan untuk warga negara asing yang tinggal di negara tersebut. Justru Indonesia menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin m-RNA,buatan perusahaan farmasi Walfax-Tiongkok. Di Indonesia, vaksin ini diberi nama AWcorna dan telah diluncurkan pada 7 Oktober 2022.
Status imunitas
Kebijakan pemerintah yang mengizinkan perayaan Nataru, termasuk kebebasan mengunjungi lokasi wisata,tidak terlepas dari status imunitas rakyat Indonesia. Penggunaan vaksin heterogen (misalnya dua kali vaksin inactivated, kemudian dilengkapi booster vaksin m-RNA) di dalam negeri, terbukti cukup efektif menekan dampak negatif Covid-19.
Vaksinasi booster kedua menggunakan vaksin m-RNA yang saat ini sedang digalakkan pada individu rentan (tenaga kesehatan dan lansia), diharapkan mampu membentuk herdimmunity/ kekebalan komunal. Sayang sekali hingga tanggal 20 Desember 2022,total vaksinasi booster pertama, baru mencapai 29,0 persen. Booster kedua baru mencakup 4,80 persen penduduk. Khusus untuk lansia, booster pertama baru mencakup 33,11 persen dan booster kedua tercapai sebanyak 1,41persen. Masih jauh dari target yang diharapkan.
Status imunitas bisa terbentuk secara alamiah, setelah seseorang terpapar oleh virus (misalnya pada penyintas Covid-19).Di sisi lain, vaksinasi merupakan bentuk paparan artifisial/buatan yang mampu menginduksi sistem imun yang protektif. Modalitas ini tentu saja tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu. Seseorang yang jarang terpapar secara alamiah olehmikroba lingkungan(misalnya dalam situasi lockdown), berisiko memperlambat terbentuknya kekebalan komunal.
Perayaan Nataru seharusnya dapat dilalui dengan aman, namun harus cerdas mencermati situasi. Hingga saat ini, “menikahkan”protokol kesehatan dan vaksinasi, terbukti merupakan pilar utama pengendalian dampak negatif pandemi Covid-19.
Tinggalkan Balasan