

Indonesia kembali dikejutkan dengan terkonfirmasinya penyakit cacar monyet (monkeypox/Mpox). Hingga 24 Oktober 2023, ada sembilan kasus yang sudah bisa dipastikan terpapar Mpox. Semua kasus berjenis kelamin laki-laki dan berada di Jakarta. Rentang usianya berkisar antara 25 hingga 39 tahun.Satu kasus Mpox untuk pertama kalinya, terdeteksi pada bulan Agustus 2022. Kasus tersebut sudah dinyatakan sembuh.
Temuan delapan kasus lainnya diawali tanggal 13 Oktober 2023. Semuanya kini sedang dalam proses isolasi dan perawatan. Tidak ada riwayat perjalanan ke luar negeri di antara mereka, terutama ke negara-negara endemis Mpox. Semua kasus tersebut, juga tidak memiliki riwayat kontak/interaksi antar mereka. Tetapi mayoritas mereka adalah orang dengan HIV (ODHIV) dan memiliki orientasi biseksual. Fakta-fakta tersebut mengasumsikan adanya sumber penularan yang berasal dari dalam negeri, sekaligus menegaskan itu bukanlah kasus impor. Keseluruhan fenomena yang tidak biasanya ini, memicu kekhawatiran baru.
Sejatinya Mpox merupakan penyakit endemis yang terutama melanda kawasan hutan hujan tropis Afrika Tengah dan Barat. Negara-negara tersebut antara lain adalah,Republik Afrika Tengah, Kongo, Nigeria, Kamerun, Gabon, Ghana, Sudan, serta beberapa negara Afrika lainnya. Tetapi sejak tahun lalu, tepatnya tanggal 13 hingga 21 Mei 2022, sudah terdeteksi merambahke beberapa negara Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.Semua negara tersebut, bukanlah negara endemis Mpox. Lazimnya penularan biasa terjadi pada para pelancong yang baru saja mengunjungi area endemis. Tetapi “anehnya”kasus-kasus yang terpapar Mpox saat itu, tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah endemis. Singkatnya, fenomena tersebut sama seperti yang terjadi pada kasus Mpox di Jakarta saat ini.
Sejak tanggal 23 Juli 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Mpox sebagai masalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Itu bisa mengartikan bahwa strategi kesehatan masyarakat belum efektif, dalam membatasi penyebaran Mpox. Perubahan iklim global, diduga ikut memengaruhi risiko penyebaran penyakit virus (termasuk virus zoonosis) lintas spesies.
Ada beberapa faktor lainnya yang juga perlu menjadi bahan kajian para ahli dan pengambil kebijakan. Infeksi Mpox akhir-akhir ini memiliki tren tampilan klinis yang tidak khas, sebagaimana yang dulu dikenal. Sangat mungkin hal itu berkaitan dengan perubahan pola biologi virus ataupun manusia, atau bahkan keduanya. Munculnya kembali Mpox, bisa terkait pula dengan memudarnya daya imunitas terhadap cacar, menggeliatnya kembali aktivitas pariwisata, dan pola interaksi antar manusia.
Seperti telah banyak diberitakan, kasus yang merebak di berbagai negara di dunia tahun 2022, memiliki pola epidemiologi yang relatif berbeda.Melonjaknya kasus Mpox saat itu,mayoritas terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) atau biseksual. Meski demikian, cacar monyet bukan tergolong sebagai penyakit menular seksual (PMS). Cara penularan lainnya, bisa melalui kontak erat antar manusia, melalui kulit yang lecet, saluran napas, serta selaput lendir mata, hidung, dan mulut. Benda-benda sekitar lingkungan hidup manusia, juga bisa menjadi media penularan. Misalnya tempat tidur yang mengandung cairan tubuh atau droplet/percikan lendir saluran napas. Hewan (tupai, tikus, primata/monyet), bisa menularkan virus Mpox, melalui gigitan atau cakaran. Cara penularan lainnya bisa melalui makan daging/produk hewan terinfeksi yang tidak dimasak secara optimal, atau penularan dari seorang ibu pada janin yang dikandungnya.
Penyebab
Pada dasarnya Mpox merupakan penyakit zoonosis (ditularkan dari hewan ke manusia). Penyebabnya adalah virus monkeypox yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus dan famili Poxviridae. Virus ini masih dalam satu “keluarga” dengan smallpox(virus variola/cacar) maupun cowpox (cacar sapi). Ada anggota “keluarga” virus lainnya, yakni buffalopox (cacar kerbau) dan vaccinia.Smallpox merupakan virus penyebab penyakit cacar (variola)yang mematikan.
Wabah cacar yang terjadi selama abadke-20,bertanggung jawab atas 300 juta hingga 500 juta kematian.Pada awal tahun 1950, cacar menjangkiti sekitar 50 juta penduduk per tahunnya di seluruh dunia. Tindakan vaksinasi masal yang sukses sepanjang abad ke-19 dan ke-20, berhasil meredam keganasan cacar. Akhirnya pada tahun 1979, WHO mendeklarasikan bahwa dunia telah bebas dari cacar. Wabah tersebut merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan. Diperlukan waktu hingga 200 tahun lamanya untuk bisa melakukan eradikasi. Sejak saat itulah vaksinasi cacar telah dihentikan.
Gejala
Masa inkubasi Mpox, berkisar antara lima hingga 24 hari. Demam sering kali mengawali gejala penyakit. Selanjutnya akan diikuti dengan sakit kepala hebat, nyeri punggung, nyeri otot, dan rasa lemas yang sangat. Dua hingga empat hari kemudian, muncul ruam-ruam pada wajah yang segera menyebar ke bagian tubuh lainnya, termasuk pada selaput lendir.Area telapak tangan dan telapak kaki, merupakan target sasaran yang dominan. Lesi-lesi tersebut terasa gatal dan nyeri. Bentuknya semacam lentingan-lentingan kecil, mirip jaringan kulit yang melepuh, dan berisi cairan bening (vesicle). Selanjutnyavesicleitu akan berubah, berisi cairan kekuningan seperti nanah (pustula). Setelah melalui beberapa tahap perubahan, akhirnya lesi tersebut mengering menjadi keropeng (krusta) dan rontok.Lesi yang sembuh meninggalkan bekas semacam jaringan parut yang disertai perubahan warna ( hiperpigmentasi atau hipopigmentasi).
Pembengkakan pada kelenjar getah bening sering terjadi di beberapa lokasi (seputar leher, ketiak, dan selangkangan). Seluruh gambaran klinis tersebutakan pulih kembali secara bertahap, dalam waktu dua hingga empat minggu. Meski tidak separah cacar/variola, cacar monyet bisa menimbulkan komplikasi/penyulit medis. Risiko itu bisa terjadi, terutama pada seseorang dengan imunitas yang terganggu (misalnya pada HIV, anak-anak, ibu hamil, dan diabetes).
Cacar monyet tergolong penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limitingdisease). Risiko mortalitasnya sebesar tiga hingga enam persen.
Rangkaian peningkatan kasus yang terjadi sejak 2022, menunjukkan pola yang tidak biasa terjadi. Ruam yang timbul hanya terjadi di seputar area genital dan sekitar dubur.Gejala awalnya pun lebih ringan atau bahkan tidak muncul sama sekali. Dampaknya bisa luput dari diagnosis dini, sehingga tindakan mengisolasi juga sering terlambat. Risiko penularannya pun semakin meningkat.
Pencegahan
Menghindari kontak dengan hewan yang dicurigai telah terpapar virus atau benda-benda yang terinfeksi, penting untuk segera dilakukan. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), masih merupakan modalitas utama pencegahan.
Vaksin yang dikembangkan untuk mencegah seseorang terpapar cacar, terbuat dari virus vaccinia yang dilemahkan. Vaksin tersebut tidak akan menimbulkan penyakit, efek sampingnya tergolong ringan, tetapi mampu menginduksi imunitas yang protektif. Daya proteksinya bersifat silang di antara anggota genus Orthopoxvirus.
Vaksinasi spesifik yang ditujukan khusus untuk Mpox belum tersedia. Meski demikian, seseorang yang pernah mendapatkan vaksin cacar, menunjukkan tingkat imunitas silang terhadap Mpox dengan efektivitas hingga 85 persen.
Menurut WHO, vaksinasi masal untuk mencegah Mpox saat ini belum diperlukan. Khususnya hanya direkomendasikan pada seseorang yang kontak dengan sumber penularan dan kelompok risiko tinggi ( tenaga kesehatan yang menangani kasus Mpox dan staf laboratorium). Tindakan preventif ini disesuaikan dengan kebijakan pemerintahnya masing-masing.
Semoga respons yang cepat dan tepat dari pemerintah, dapat mencegah meluasnya cacar monyet di Indonesia.
—–o—–
*Penulis:
Staf pengajar senior di:
- Divisi Alergi-Imunologi Klinik – Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
- Prodi Magister IKESOR (Ilmu Kesehatan Olah Raga) Unair – Surabay
Penulis buku:
- Serial Kajian COVID-19 (sebanyak tiga seri)
- Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan