
Pernahkah anda mendengar suatu frasa : “sahabat terbaik manusia”? Penyayang binatang pasti tahu. Jawaban pertanyaan itu merujuk pada anjing. Persahabatan antara manusia dan anjing, sudah merupakan cerita lama. Terutama di keluarga negara-negara Barat non-Muslim, anjing dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Pasalnya anjing terhitung sebagai salah satu hewan yang memiliki naluriah patuh. Tingkat kecerdasannya pun dianggap cukup baik, khususnya jenis/ras tertentu. Bersama pemilik/pawangnya, bisa berinteraksi membentuk ikatan emosional yang erat. Bahasa tubuh tuannya pun, dengan mudah dapat ditafsirkan maksudnya oleh hewan menyusui itu.
Riset menunjukkan, oksitosin berperan penting sebagai mediator interaksi keduanya. Ketika itulah senyawa kebahagiaan tersebut disekresi dari susunan saraf pusat, baik oleh manusia maupun anjing. Dalam dunia medis, oksitosin dikenal pula sebagai “hormon cinta”. Tidak mengherankan, anjing dianggap bermanfaat bagi kesejahteraan psikologis tuannya. Penjelasannya berdasarkan riset. Ternyata anjing dapat membantu menekan stres, dan kecemasan. Bahkan diklaim berpotensi bisa memperpanjang usia tuannya.
Dari perspektif Islam, anjing membawa sisi mudarat. Pasti ada hikmah penting yang belum bisa terungkap seluruhnya, di balik suatu perintah agama. Liur anjing dikategorikan najis besar (mughallazhah). Masalah itulah yang banyak menjadi pertanyaan dan keingintahuan umat muslim. Meski belum bisa menjelaskan secara tuntas latar belakangnya, perspektif medis mungkin merupakan salah satu jawabannya.
Risiko paparan infeksi
Dalam beberapa jurnal medis, telah dilaporkan kasus-kasus infeksi berbahaya setelah kontak dengan liur anjing. Meski tanpa didahului suatu gigitan, luka kecil yang terpapar liur anjing, berpotensi mengundang bahaya. Capnocytophaga canimorsus (CC) adalah mikroba patogen yang bertanggung jawab terhadap risiko medis yang sangat mungkin terjadi. CC merupakan salah satu mikroba komensal yang terdapat dalam rongga mulut anjing. Artinya tidak menimbulkan bahaya, bahkan bermanfaat bagi anjing, tetapi sebaliknya berpotensi bahaya bagi manusia. Melalui suatu luka kecil oleh sebab apa pun, atau akibat gigitan anjing, CC dapat memasuki sirkulasi darah. Infeksi yang berpotensi mengancam jiwa itu, dikenal dengan istilah sepsis. Risiko kematiannya cukup tinggi. Meski demikian, tidak semua orang berisiko mengalami sepsis akibat CC. Hanya individu tertentu yang rentan mengalaminya. Khususnya orang-orang dengan sistem imunitas yang tidak sempurna (immunocompromised). Misalnya lansia, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan setelah menjalani operasi pengangkatan limpa (splenectomy) (Sardo, J Public Health Res.2022).
Rabies merupakan bahaya infeksi lainnya akibat gigitan anjing. Masyarakat mengenalnya sebagai penyakit anjing gila. Virus rabies yang berasal dari anjing yang terinfeksi, dapat menularkannya pada manusia melalui liurnya (infeksi zoonotik). Umumnya infeksi tersebut akan berakhir fatal, bila sudah menyerang jaringan otak/susunan saraf pusat. Baik pada manusia ataupun anjing, vaksinasi rabies merupakan modalitas preventif terbaik.
Bali dan Nusa Tenggara Timur, merupakan dua provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan kasus rabies. Banyaknya populasi anjing liar dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang rabies, sebagai penyebab utamanya.
Gigitan anjing juga berpotensi menyebabkan tetanus. Bakteri penyebabnya disebut dengan Clostridium tetani. Gejala terpentingnya berupa kekakuan otot rahang, leher, perut, kejang-kejang seluruh tubuh, sulit menelan, dan demam. Terlambatnya penanganan, berisiko memantik terjadinya fatalitas dan kematian.
Masih banyak jenis mikroba lainnya yang terdapat dalam rongga mulut anjing. Masing-masing berpotensi menyebabkan infeksi pada manusia.
Mengapa tanah?
Untuk menyucikan najis air liur anjing, harus menggunakan air bersih. Caranya dicuci hingga bersih dan diulang sebanyak tujuh kali. Salah satunya harus dengan menggunakan tanah atau debu. Dalil tersebut dikutip dari hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (HR Bukhari 172, Muslim 279,90).
Dari perspektif sains, sungguh menarik dan menimbulkan keingintahuan yang luar biasa, bagaimana peran tanah/debu tersebut ? Hingga kini berbagai riset ilmiah pernah dilakukan, sebagai upaya menguak tabir itu. Air yang bercampur tanah, diduga kuat mampu menghilangkan mikroba yang tidak bisa dibersihkan menggunakan sabun atau antiseptik.
Para peneliti telah dapat mengidentifikasi, dalam tanah terdapat bakteri Streptomyces aureofaciens (SA). Bakteri tersebut jarang sekali bersifat patogen. Sebaliknya lebih dikenal karena sisi manfaatnya. Kemampuannya dapat menyintesis suatu senyawa yang berperan sebagai cikal bakal berbagai antibiotika. Antibiotika (misalnya streptomicin, tetrasiklin, neomisin, dan kloramfenikol) itulah yang bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
Apakah produk-produk SA tersebut yang memiliki peran sebagai penangkal mudarat yang terkandung dalam liur anjing ? Untuk menjawabnya diperlukan riset dan kajian yang lebih mendalam. Apa pun risalahnya, sebagai umat muslim kita wajib mengimani apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW. Hanya masalah waktu yang akhirnya bisa mengungkapkannya. Wallahu A’lam Bishshawab (hanya Allah yang Maha Mengetahui Kebenaran yang sejati).
—–o—–
*Penulis:
- Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku:
– Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
– Serba-serbi Obrolan Medis
– Catatan Harian Seorang Dokter
Tinggalkan Balasan