
Gaza (Trigger.id) – Sejumlah prajurit Israel mengungkap praktik sistematis penghancuran properti sipil Palestina oleh militer Israel demi memperluas zona penyangga di sepanjang perbatasan Gaza. Dalam wawancara dengan CNN dan kesaksian kepada organisasi pengawas Israel, Breaking the Silence, mereka menjelaskan bagaimana penghancuran ini dilakukan secara terencana dan meluas, serta disertai aturan tembak longgar terhadap warga sipil yang memasuki wilayah tersebut.
Menurut kesaksian para prajurit, militer Israel menghancurkan setiap jengkal wilayah Gaza dalam radius sekitar satu kilometer dari perbatasan, menjadikannya seperti gurun tak berpenghuni. Rumah-rumah diratakan dengan buldoser lapis baja, pabrik-pabrik diledakkan, dan lahan pertanian yang dulunya subur ditinggalkan tak bisa diakses oleh warga Palestina.
Sergeant 1st Class “A”, yang ditugaskan di kawasan industri Shujaiya, mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya diberi tugas untuk menghancurkan bangunan demi bangunan secara sistematis. “Kami menghancurkan mereka satu per satu dengan cara yang sangat metodis – dari satu area ke area lainnya,” ujarnya.
Sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel telah membatasi akses warga Palestina hingga 300 meter dari pagar perbatasan. Namun, setelah serangan tersebut, militer Israel mulai menjalankan rencana untuk memperluas zona penyangga hingga sekitar 1 kilometer. Tujuannya, menurut para prajurit, adalah untuk menciptakan garis pandang yang jelas guna mencegah serangan lintas perbatasan.
Namun, para pakar hukum internasional menilai alasan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kriteria “kebutuhan militer” yang sah. Janina Dill, Co-Director di Oxford University’s Institute for Ethics, Law and Armed Conflict, menyatakan bahwa tindakan penghancuran tersebut berpotensi melanggar hukum humaniter internasional dan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
“Harus ada tujuan militer yang sah dan tidak ada cara lain untuk mencapainya selain menghancurkan properti sipil. Dalam skala sebesar ini, hal itu sulit dipercaya,” ujar Dill.
Militer Israel (IDF) belum memberikan tanggapan atas laporan penghancuran massal dan dugaan kebijakan tembak di tempat terhadap warga sipil di zona penyangga.
Laporan ini menambah daftar panjang tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, serta memicu keprihatinan internasional terkait dampak terhadap warga sipil yang kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, dan akses terhadap lahan pertanian mereka. (bin)
Tinggalkan Balasan