
Oleh: Noor Shodiq Askandar – Ketua KPEU MUI Jatim

Ramadhan seperti kita ketahui semua, adalah bulan yang sangat istimewa. Disamping ada kewajiban puasa yang sangat bermanfaat, di bulani ni pula Al Qur’an pertama kali diwahyukan kepada nabi Muhammad saw, sebagai petunjuk bagi ummat manusia.
Bulan ini pula, ada kewajiban untuk berempati kepada sesama melalui zakat, sebagai proses distribusi sebagian kekayaan kepada orang lain, agar kesenjangan ke depan dapat terkurangi.
Tidak kalah pentingnya, Ramadhan juga menghadirkan warna baru dalam kehidupan. Apa itu ? munculnya semangat berwirausaha di banyak kalangan masyarakat. Meskipun terkadang ini adalah usaha sementara bagi sebagian orang, akan tetapi banyak juga yang kemudian menjadi awal untuk usaha dan akan terus dikembangkan di masa yang akan datang sampat waktu yang tidak terbatas.
Jalan-jalan pun mendadak ramai oleh para wirausahawan yang muncul dalam momentum Ramadhan. Ada yang menjajakan kuliner, fashion, sampai menjual berbagai kebutuhan lainnya. Pendek kata, tiba-tiba semua menjadi tersedia dan dengan sangat mudah dapat dijangkau oleh sebagian besar pelanggan.Mulai dari harga yang murah, sampai pada harga yang hanya dapat dijangkau oleh kalangan tertentu.
Hanya saja, ada satu hal yang sering terabaikan disaat seperti sekarang ini. Keinginan memberikan layanan produk kepada masyarakat, belum diimbangi dengan kesadaran menyajikan produk yang sebagaimana yang diingatkan dalam surat Al Baqoroh ayat168: “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi ini”.
Hal ini menjadi penting, karena konsumen disamping ingin memenuhi kebutuhan, keingainan, dan harapannya, mereka tentu juga butuh kepastian terhadap apa yang dikonsumsi, agar ibadahnya menjadi lebih baik. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw juga mensabdakan bahwa barang yang haram dikonsumsi, maka haram pula harganya. Artinya, sesuatu yang tidak boleh dikonsmusi itu, juga tidak diperbolehkan untuk ditransaksikan (diperjualbelikan).
Tentu bagi ummat Islam, halal tidak hanya terkait dengan produk asal. Akan tetapi halal juga dalam prosesnya. Barang halal jika diproses dengan cara yang tidak benar, akan menjadi barang haram. Contoh sederhana, ayam itu dasarnya halal. Akan terus halal, jika sembelihan dengan cara yang benar, dengan mungucap kalimat Allah (bismillah). Sembelihan yang benar, juga harus dibarengi dengan proses yang benar, yakni tidak memproses lanjutan sebelum ayam benar-benar mati.
Momentum Ramadhan adalah momentum terbaik untuk membangun kesadaran ini, agar semuanya dapat terselamatkan, dengan menjual dan mengkonsumsi produk yang benar-benar halal.
Dengan demikian, dalam ibadahnya, tidak sedikitpun barang tidak halal yang terselip di dalamnya, karena akan mengurangi keutamaan dalam beribadah.
Gerakan Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur alhamdulillah telah mengambil peran yang sangat signifikan dalam mengarahkan agar produk yang beredar dan dikonsumsi oleh ummat Islam telah memenuhi syarat kehalalan sebagaimana aturan yang berlaku. Cara ini tentu harus diapresiasi oleh semua sebagai langkah yang brilian untuk mengakselerasi kesadaran ekosistem bisnis yang halal dalam industri dan jasa.
Langkah nyata ini akan menjadi jauh lebih cepat, jika pemerintah juga bisa segera merespon dengan langkah nyata dengan membangun pusat-pusatinformasi yang melakukan pembinaan dan pendampingan masyarakat agar produknya disamping halal, juga mempunyai legitimasi dari Lembaga yang menaungi dengan penerbitan Sertifikat Halal. Bagaimana dengan saudara ?.
Tinggalkan Balasan