
Rasio jumlah antara tenaga kesehatan (Nakes) yang bekerja sebagai dokter, apoteker, dan perawat masih belum optimal (tidak imbang) dibandingkan dengan jumlah jemaah haji Indonesia yang mencapai 229.000 orang.
Dari angka itu, 66.943 orang jemaah haji di antaranya adalah sebagai Lansia. Jumlah jemaah haji Lansia ini setara dengan 30 persen dari total jemaah haji Indonesia pada 2023.
“Kami menemukan para Nakes di Klinik Kesehatan Haji Indonesia itu kewalahan dalam menangani pasien jemaah haji yang sakit, utamanya banyak yang sakit itu Lansia. Kemudian ada beberapa peningkatan kasus-kasus penyakit yang diderita oleh jamaah haji kita, yakni, penyakit diabetes, darah tinggi dan terdapat juga pasien-pasien kita yang mengalami demensia (lupa ingatan). Ini akan sangat mempengaruhi terhadap kondisi kesehatan dari para jemaah haji kita,” ujar anggota Timwas Haji DPR RI Ade Rezki Pratama.
Kata Ade, selain persoalan kurangnya Nakes, Timwas Haji DPR juga mendengarkan paparan dari Kemenkes soal kurangnya jumlah obat-obatan. Ia menjelaskan, sebenarnya Pemerintah melalui Kemenkes sudah memprediksi sejak awal. Namun ternyata, ada beberapa kasus-kasus seperti penyakit demensia tadi, yang membuat pasokan obat-obatan semakin berkurang. Selain itu, petugas kesehatan Indomesia juga tidak bisa membeli obat-obatan tertentu di Arab saudi, karena ketersediaan obat yang spesifik hanya dijual di Indonesia.
“Untuk mengatasi itu, akhirnya kita harus mendatangkan langsung obat-obatan dari Indonesia dengan menitip petugas haji yang baru akan datang. Selain itu juga, karena obat-obatan di sini (Arab Saudi) ini mengandung psikotropika. Ditambah lagi dengan adanya kasus yang lumayan naik, terutama yang terkena penyakit demensia yang membuat para nakes kita agak kesulitan,” tutupnya. (rdn/kai)
Tinggalkan Balasan