
Oleh: dr. Ari Baskoro SpPD K-AI – Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya

Riset vaksin malaria yang saat ini tengah dikembangkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah dinantikan banyak pihak. Gagasan itu dinilai sangat tepat. Pasalnya Indonesia hingga kini masih merupakan bagian dari beberapa negara di dunia yang mendapat sebutan negara endemis malaria.Khususnya provinsi Papua.
Pada peringatan hari malaria sedunia tanggal 25 April 2023 yang lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutarakan beberapa catatan penting terkait malaria.Di antaranya muncul kekhawatiran,bahwa target eliminasi malaria pada tahun 2030 menjadi terhambat. Pangkal masalahnya disinyalir akhir-akhir ini terjadi kemunduran dalam pengendalian malaria. WHO mendorong jargon “saatnya mewujudkan bebas malaria, melalui investasi, inovasi, dan implementasi”.
Laporan WHO 2022 menyatakan terjadi kesenjangan pendanaan,antara yang diinvestasikansecara global (US$ 3,5 miliar) dan sumber dana yang dibutuhkan (US$7,3 miliar). Itu terjadi terutama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini. Dalam situasi sumber daya yang terbatas, prioritas pendanaan pemberantasan malaria difokuskan pada populasi yang paling rentan. Segmen tertentu masyarakat tersebut, mayoritas tidak mampu mengakses layanan kesehatan, ketika mereka terpapar malaria. Sisi pembiayaan yang memadai, diprediksi sangat penting untuk mempertahankan kemajuan dalam memerangi malaria.
Di negara-negara berkembang, kualitas perawatan kesehatan yang tidak memadai, berdampak pada banyaknya kematian ketimbang minimnya akses perawatan. Data pada tahun 2021 di Indonesia cukup memprihatinkan. Estimasinya terjadi 1.412 kematian dan pertambahan 811.636 kasus malaria baru. Sebanyak 89 persen dari kasus tersebut, terjadi di provinsi Papua. Di sisi lain Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, sebanyak 372 dari 514 kabupaten (72,4 persen) telah bebas malaria.
Selama dua dekade terakhir, beban pengelolaan global malaria didominasi oleh tiga komponen utama. Unsur-unsur tersebut adalah peluncuran tes diagnostik cepat, kelambu berinsektisida, dan pengobatan berbasis artemisinin. Semua upaya itu, dinilai belum menunjukkan hasil yang signifikan.Untuk itu diperlukan suatu inovasi dalam bentuk penelitian dan pengembangan.Khususnyariset vaksin malaria.
Dampak lintas sektoral malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari spesies Plasmodium. Penularannya melalui gigitan nyamukAnopheles betina. Jika tidak diobati, infeksi dalam bentuk yang parah, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen(akibat malaria pada susunan saraf pusat), koma, dan kematian.
Malaria dapat dicegah dan disembuhkan. Diperkirakan setengah dari populasi dunia, terutama yang tinggal/berkunjung di daerah endemis, berisiko tertular. Penyakit ini merenggut 655 ribu nyawa per tahun, sekaligus berpotensi mengancam kemakmuran secara global. Malaria merupakan penyebab kematianpada anak-anak di bawah usia lima tahun,di Afrika sub-Sahara. Setiap 60 detik terjadi kematian seorang anak dan berisiko menimbulkan ancaman mematikan bagi perempuan hamil.
Malaria bisa berdampak buruk, ditinjau dari berbagai sektor. Kerugian ekonomi yang diakibatkannya,banyak terkait dengan biaya perawatan kesehatan. Berkurangnya waktu kehadiran karyawan, berdampak langsung pada penurunan produktivitas kerja. Iklim investasi dan pariwisata juga terkena imbasnya. Dari sisi pendidikan, dapat mengganggu pembelajaran siswa. Di beberapa daerah, malaria berkontribusi pada 15 persen angka absensidi sekolah. Diperkirakan sebanyak 60 persen kemampuan belajar anak sekolah menjadi terganggu karenanya.
Kendala pariwisata Papua
Pariwisata merupakan sektor yang potensial dan layak dikembangkan secara inovatif. Tujuannya dapat meningkatkan daya saing. Papua adalah provinsi yang memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Hampir seluruhdestinasi wisatanya berupa keindahan alam yang sangat menakjubkan.Itu bagaikan surga yang tersembunyi.Namun sayangnya belum dikelola secara maksimal, sehingga berdampak pada kondisi sosial-ekonomi. Masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut, pada umumnya masih tergolongekonomi lemah (Kementerian Dalam Negeri,2020).
Patut disayangkan masih terdapat kendala pengetahuan perihal malaria yang masih rendah, di kalangan masyarakat Papua. Utamanya terkait faktor penyebab, gejala klinis, dan cara-cara penularannya. Demikian pula belum banyak dipahami bagaimana upaya pencegahan serta pengobatannya. Persoalan tersebut berdampak pada cara pandang masyarakat Papua, dalam menyikapi penyakit malaria.
Aspek penularan malaria, erat kaitannya dengan populasi nyamuk Anophelessebagai vektor/pembawa parasitnya. Bumi Cenderawasih terdiri atas dataran rendah berawa hingga dataran tinggi yang merupakan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah.Lengkap dengan kelebatan alang-alangnya. Itu semua merupakan ekosistem yang ideal bagi perkembangbiakan nyamuk. Dekatnya pemukiman penduduk dengan ekosistem yang sesuai bagi nyamuk, sangat menentukan tingkat transmisi penyakit tersebut. Potensi itu akan semakin meningkat dengan banyaknyalahan-lahan berair buatan manusia (sawah, kolam/tambak udang dan ikan, parit pengairan), serta air hujan yang tergenang.
Untuk meminimalkan risiko gigitan nyamuk, perlu edukasi penggunaan pakaian yang bisa menutupi area tubuh. Bila tidur, sebaiknya menggunakan kelambu berinsektisida ataupun losion anti nyamuk. Tetapi ternyata pemahaman tersebut relatif jarang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Papua.
Bagi pelancong yang akan mengunjungi Papua, diperlukan langkah-langkah kewaspadaanagar terhindar dari gigitan nyamuk.Setiap tahunnya dilaporkan sedikitnya 2.334 pelaku perjalanan mengalami penularan malaria, setelah kembali ke tempat asalnya (Kemenkes, 2017).
Vaksin malaria
Program eliminasi malaria, kini lebih banyak diharapkan pada tindakan-tindakan preventif. Tetapihal itu terkendala dengan peningkatan prevalensi resistensi obat (pencegahan dan pengobatan), serta insektisida. Karena itu vaksinasi malaria merupakan harapan dan pilihan yang layak diperjuangkan.
Satu-satunya vaksin malaria yang saat ini telah disetujui penggunaannya oleh WHO adalah Mosquirix. Untuk mengaksesnya melalui GAVI (Global Alliance forVaccinesandImmunization) tidaklah mudah. Gavi(theVaccine Alliance)sebutannya saat ini, merupakan kemitraan kesehatan global publik-swasta yang bertujuan meningkatkan akses imunisasi di negara-negara miskin. Karena itulah pengembangan vaksin dalam negeri yang digagas BRIN, merupakan langkah yang patut diapresiasi. Hal tersebut merupakan bentuk kemandirian Indonesia, guna memenuhi kebutuhan vaksin malaria di masa depan. Tidak berlebihan kiranya bila harapan menjadikan Indonesia sebagai pusat vaksin global, akan bisa terwujud. Semoga nantinya dengan adanya vaksin malaria besutan BRIN, tidak akan ada lagi keraguan wisatawan mengunjungi Bumi Cenderawasih.
Tinggalkan Balasan