
Surabaya (Trigger.id) – Idul Fitri, yang sering disebut sebagai hari kemenangan, menjadi momen istimewa bagi umat Muslim setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadan. Namun, bagi mereka yang tinggal di negara dengan populasi Muslim yang minoritas, perayaan ini memiliki tantangan tersendiri. Salah satu contohnya dapat dilihat di Korea Selatan, tempat sekitar 150.000 Muslim menetap, termasuk pekerja migran dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Pakistan, Uzbekistan, Senegal, dan Turki.
Sejarah komunitas Muslim di Korea Selatan sendiri dapat ditelusuri sejak era Perang Korea pada 1950-an, saat tentara Turki datang untuk membantu pasukan Korea Selatan. Seiring berjalannya waktu, jumlah Muslim di negara ini terus bertambah, meskipun mereka masih menghadapi keterbatasan, termasuk tidak adanya hari libur resmi saat Idul Fitri. Akibatnya, banyak anak-anak Muslim yang tetap harus bersekolah pada hari raya, sementara para pekerja harus mengajukan cuti untuk bisa merayakan bersama keluarga.
MN Islam, seorang pengusaha asal Bangladesh yang telah tinggal di Korea Selatan selama lebih dari dua dekade, berbagi pengalaman merayakan Idul Fitri di negeri minoritas Muslim. Seperti di negara asalnya, keluarganya memulai hari raya dengan Salat Id, mengenakan pakaian tradisional, serta menikmati hidangan khas Bangladesh seperti mishti dan biryani. Meski masyarakat Korea umumnya belum familiar dengan perayaan Idul Fitri, lingkungan sekitar MN Islam menunjukkan rasa hormat dan bahkan tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang tradisi ini.
Bagi anak-anaknya, Zara dan Zayan, Idul Fitri di Korea terasa berbeda dibandingkan di Bangladesh. Mereka merasa lebih meriah saat berada di kampung halaman karena dapat berkumpul dengan keluarga besar. “Di sini kami tidak banyak kenal orang, sedangkan di Bangladesh ada keluarga besar. Jadi, kami lebih suka Lebaran di sana,” ungkap mereka.
Di Korea Selatan, perayaan Idul Fitri biasanya dimulai dengan Salat Id yang dilakukan di masjid atau ruang terbuka seperti taman. Saat ini, negara tersebut memiliki sekitar 17 masjid besar dan 80 tempat ibadah Muslim yang tersebar di berbagai kota, termasuk Busan, Anyang, Gyeonggi, Gwangju, Jeonju, Daegu, dan Kaesong. Masjid Pusat Seoul, yang terletak di kawasan Itaewon, menjadi pusat kegiatan komunitas Muslim di ibu kota. Dibangun pada 1976 dengan bantuan dana dari Malaysia serta dukungan pemerintah Korea Selatan, masjid ini menjadi tempat utama untuk Salat Id dan berbagai aktivitas keislaman lainnya. Pada hari-hari biasa, masjid ini dapat menampung sekitar 800 jamaah untuk salat Jumat, tetapi saat Idul Fitri, jumlahnya meningkat drastis.
Itaewon juga dikenal sebagai pusat komunitas Muslim di Seoul, dengan berbagai restoran halal dan toko yang menyediakan bahan makanan serta produk bersertifikat halal. Menyambut Idul Fitri, restoran-restoran ini sering menyajikan hidangan khas dari berbagai negara Muslim, seperti nasi biryani, kebab, serta makanan manis seperti semai dan baklava. Kehadiran tempat-tempat ini menjadi oase bagi umat Muslim yang ingin merasakan nuansa kampung halaman meski berada di negeri asing.
Selain berkumpul dan merayakan dengan keluarga serta komunitas, umat Muslim di Korea Selatan juga tetap menjalankan kewajiban zakat fitrah. Komisi Muslim Korea menetapkan besaran zakat fitrah sebesar 7.000 won per orang, yang harus dibayarkan sebelum pelaksanaan Salat Id. Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk membantu Muslim yang kurang mampu, memastikan bahwa semangat berbagi tetap hidup dalam perayaan Idul Fitri di perantauan.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, komunitas Muslim di Korea Selatan tetap berusaha menjaga tradisi dan nilai-nilai keislaman dalam perayaan Idul Fitri. Dengan berkumpul di masjid, berbagi kebahagiaan dengan sesama, serta mempertahankan budaya dari tanah air masing-masing, mereka berhasil menciptakan suasana hangat di tengah kehidupan sebagai minoritas. Idul Fitri pun menjadi momen yang tak hanya penuh kemenangan, tetapi juga sarat makna kebersamaan dan keteguhan iman. (bin)
Tinggalkan Balasan