
Lamongan (Trigger.id) – Jika ke Kabupaten Lamongan sempatkanlah mampir ke Desa Parengan Kecamatan Maduran. Bunyi-bunyian khas alat tenun berupa kayu seperti bertabrakan, dan itulah yang sering terdengar di desa penghasil kain tenun ikat tersebut.
Kayu-kayu yang dililiti benang ditata saling-silang dan masing-masing digerakkan dengan lincahnya oleh kaki dan tangan pengrajin tenun ikat.
Data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lamongan, ada 28 home industry, industri rumahan yang menyerap 25 sampai 250 tenaga kerja. Dan mayoritas pekerjanya berasal dari warga Desa Parengan dan sekitarnya. Mereka mengerjakan tenun ikat dari rumah masing-masing atau di tempat pemberi kerja.
Untuk tenun ikat sarung pengerjaannya bisa lebih cepat. Sementara tenun ikat batik dengan kualitas halus, kadang pengerjaannya bisa dua hingga tiga hari karena ada banyak warna dan pengerjaannya butuh ketelitian dan kecermatan tinggi.
Untuk selembar kain tenun ikat Parengan, harganya bervasiasi tergantung motif, tingkat kesulitan pengerjaan, mutu bahan dan seterusnya. Semisal ukuran 2,3 meter dan lebar 90 cm., harga dasarnya dari perajin tenun ikat di kisaran Rp500 ribu.
Tenun ikat Desa Parengan Lamongan, tidak hanya diburu pecinta atau kolektor tenun ikat dalam negeri. Produk unggulan asli Lamongan tersebut telah diekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Syiria, Iran, Somalia hingga Amerika Serikat.
Ekspor keseluruhan produk IKM Lamongan tahun 2019 senilai Rp55 miliar dan tahun 2020 turun menjadi Rp43 miliar. Tetapi, khusus untuk tenun ikat di Kecamatan Maduran naik sekitar 15 persen.
Sementara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, tidak cuma batik, Jawa Timur juga memiliki kerajinan tenun ikat yang sama kerennya. “Tak hanya legendaris, tenun ikat Parengan juga sangat unik dan khas,” papar Khofifah. Motif unggulannya adalah ‘gunungan’ yang dibentuk menyerupai gapura.

Menurut Khofifah, pihaknya mengusulkan Desa Parengan Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan tersebut ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), menjadi Desa Devisa.
“Dengan begitu, maka daya saing produksi tenun ikat asal Desa Parengan akan semakin meningkat dan merambah pasar yang lebih luas lagi,” harap Khofifah Indar Parawansa. (ian).
Tinggalkan Balasan