
Oleh: : H Muhammad Faizin, Sekretaris MUI Provinsi Lampung

Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut.
Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan ‘penggemblengan’ jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah swt.
Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.
Kami ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan ramadhan. Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ḥasyr :18)
Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Dari segi bahasa, kata “Syawal” (شَوَّالُ) berasal dari kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.
Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?. Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Artinya: “Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.’ (HR Tirmidzi).
Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.
Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik.”
Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya. Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata. Rasulullah saw bersabda:
أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya: “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu…” (HR Bukhari).
Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Semoga kita bisa senantiasa mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca-Ramadhan dengan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah swt dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.
Sumber: Kemenag.go.id
Tinggalkan Balasan