
Surabaya (Trigger.id) – Dalam operasi militer besar-besaran yang belum lama ini dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memainkan peran kunci dalam memperluas cakupan target serangan. Awalnya, Presiden AS Donald Trump hanya berencana membombardir fasilitas nuklir di Fordow. Namun, menurut sumber pejabat Israel kepada The Jerusalem Post, Netanyahu dan Menteri Strategi Israel Ron Dermer berhasil meyakinkan Trump agar juga menyerang Natanz dan Isfahan.
“Netanyahu ingin memastikan operasi ini benar-benar menuntaskan pekerjaan,” ungkap sumber tersebut. Ia menambahkan bahwa fasilitas Isfahan, yang terletak di daerah pegunungan dan menyimpan uranium yang telah diperkaya serta infrastruktur nuklir penting, merupakan target yang selama ini sulit dijangkau oleh Israel.
Serangan AS tersebut dianggap sebagai hasil dari koordinasi erat antara kedua negara. Sebelum serangan dimulai, terjadi serangkaian pembicaraan penting antara para pejabat tinggi AS dan Israel, termasuk panggilan telepon antara Wakil Presiden AS JD Vance, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth, dan pejabat Israel seperti Netanyahu, Dermer, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, serta Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Eyal Zamir.
Dalam pembicaraan tersebut, AS mengajukan sejumlah permintaan operasional kepada Israel, dan menurut sumber Israel, terdapat kolaborasi penuh. Israel memberikan intelijen penting yang membantu suksesnya operasi militer tersebut.
Pada malam Sabtu sebelum serangan dimulai, Netanyahu menggelar rapat keamanan bersama para menterinya. Dalam pertemuan itu, ia menginformasikan bahwa serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran akan segera dilaksanakan. Rapat tersebut berlangsung selama beberapa jam hingga dimulainya operasi.
Menariknya, menjelang operasi, baik Israel maupun AS dengan sengaja memunculkan kesan seolah terjadi perbedaan pandangan antara keduanya mengenai intervensi militer, sebagai bagian dari strategi pengelabuan. Namun, seorang pejabat Israel menyatakan bahwa sekalipun Iran mengetahui serangan akan datang, mereka tidak akan mampu mencegahnya.
Penasihat Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi, dalam rapat dengan Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset menyebut bahwa Israel telah mengetahui rencana serangan tersebut sejak awal. “Ini bukan kejutan bagi kami,” katanya.
Hanegbi juga mengungkapkan bahwa sebagian besar program nuklir Iran telah dihancurkan atau setidaknya mengalami kerusakan signifikan. Meski demikian, masih ada beberapa situs sekunder yang menjadi target lanjutan. “Kami berada di jalur untuk menyelesaikan 100% dari daftar target,” tegasnya.
Setelah sukses menggempur fasilitas nuklir, perhatian Israel kini beralih ke program rudal balistik Iran. Menurut Hanegbi, meskipun beberapa lokasi produksi rudal telah dihancurkan, Iran masih memiliki kemampuan pemulihan yang cepat dan terus memproduksi persenjataan tersebut.
Pejabat senior Israel mengakui bahwa keberhasilan diplomasi Netanyahu dan Dermer sangat menentukan keterlibatan AS. “Trump memang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan Amerika, tapi keduanya berhasil menunjukkan bahwa menyerang fasilitas nuklir Iran adalah langkah yang selaras dengan kepentingan tersebut,” ujarnya.
Trump sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Serangan ini, menurut pejabat Israel, merupakan langkah besar menuju realisasi komitmen tersebut. (ian)
Tinggalkan Balasan