
Surabaya (Trigger.Id)-Malam itu belumlah terlalu larut. Tetapi Suseno dan keluarganya sudah larut dalam persiapan menonton pagelaran wayang kulit semalam suntuk di lapangan desa dimana mereka tinggal. Selain tikar sebagai alas duduk, Suseno dan keluarganya juga sudah menyiapkan kacang rebus, pohong, ketela dan kopi satu termos.
Suseno dan keluarganya di atas hanya sebagai wujud profil masyarakat yang sangat menikmati setiap pertunjukan wayang, terutama wayang kulit. Mereka rela semalam suntuk duduk santai di alam terbuka, menyaksikan setiap adegan wayang yang ditontonnya.
Namun pelan-pelan budaya nonton wayang semalam suntuk sudah mulai berkurang, apalagi di kota-kota besar seperti Surabaya. Benarkah wayang akan tenggelam tertelan zaman?. Apalagi selama masa pandemi Covid 19 saat ini, dimana seni pertunjukan sangatlah terpengaruh.
Dalang Ki Sinarto mengatakan, penonton atau penikmat wayang sampai sekarang masih cukup banyak. Cara mereka menikmati wayang, sudah berubah dan itupun sudah direspon pelaku seni pewayangan. Ki Sinarto yang juga ketua Persatuan Dalang Indonesia (Pepadi Jawa Timur) yakin, wayang dan dunia pewayangan tetap hidup.
“Upaya yang menunjukkan bahwa wayang tetap hidup, saat ini banyak dalang-dalang muda bermunculan. Mereka juga adaptasi dengan perkembangan teknologi digital. Sampai muncul pertunjukan wayang digital”, tegas Ki Sinarto. Dalang-dalang muda tersebut kata Sinarto, juga sudah banyak yang memiliki rumah digital.
Menghadapi tantangan makin padatnya kegiatan masyarakat, menurut Sinarto yang juga sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, saat ini sudah banyak dalang-dalang muda yang sangat kreatif, menampilkan pertunjukan wayang dengan durasi lebih pendek di kanal-kanal YouTube.
“Dalang-dalang muda saat ini, banyak keluaran dari sekolah-sekolah formal, ISI Jogja, ISI Solo, ISI Bali dan semuanya bagus-bagus”, kata Sinarto. Mereka sangat kreatif dan pandai mengkomunikasikan dunia pewayangan ke masyarakat. Artinya, kata Sinarto mereka sangat adaftif terhadap perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Di samping itu, perajin atau pembuat wayang kulit juga masih sangat banyak.
Saat ini, masyarakat yang ingin nanggap wayang tidak harus menghadirkan dalang, sinden, perangkat wayang dan sebagainya ke rumah atau ke kantor. Cukup mereka menatap layar monitor, sementara dalang dan kru-nya bermain wayang dari rumah seni mereka. Inilah yang menegaskan bahwa wayang tetap sanggup menantang zaman.(isa)
Tinggalkan Balasan