

Pendaftaran seleksi petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) tahun 1446H/2025M telah dibuka. Diharapkan mereka akan bekerja secara profesional, mendukung suksesnya penyelenggaraan ibadah haji. Membantu memantau kondisi kesehatan jemaah haji (JH), merupakan salah satu tugas penting PPIH. Itu merupakan tantangan yang tidak mudah. Pasalnya mayoritas CJH tergolong lansia yang telah memiliki beberapa macam penyakit (komorbid). Belum ada informasi proporsi CJH tahun 2025, berdasar usia dan jenis komorbid-nya.
Aturan terbaru tidak memperkenankan individu risiko tinggi (Risti) untuk mengikuti ibadah haji. Meski demikian, belum diterbitkan kriteria/derajat Risti, terkait problem medis yang telah diidapnya itu. Mengacu data JH tahun 2024, kelompok usia 50-60 tahun mendominasi sebanyak 71.443 orang (33 persen). Urutan kedua diduduki JH dengan rentang usia 60-70 tahun. Jumlahnya mencapai 56.460 orang (26 persen). Besaran angka lansia ( di atas 60 tahun) saat itu, tercatat sebanyak 79.060 JH dari total 241 ribu JH. Diabetes Melitus (DM) selalu menempati tiga besar penyakit yang memerlukan perawatan di rumah sakit setempat.
Hemoglobin A1C (HbA1C).
Analogi aliran darah dalam tubuh manusia, seperti halnya air yang mengalir dalam suatu pipa. Kelenturan dan diameter pembuluh darah, memengaruhi kecepatan dan kelancaran aliran darahnya. Di sisi lain, substansi yang terkandung dalam darah, juga ikut menentukan. Ada tiga jenis sel darah yang bersirkulasi. Sel darah merah (eritrosit) merupakan yang terbanyak. Ada juga lekosit (fungsi imunitas) dan trombosit (sel darah pembekuan).
Eritrosit bertugas membawa pasokan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Sebaliknya juga berfungsi membuang karbon dioksida sisa metabolisme ke dunia luar melalui paru. Normalnya eritrosit sangat elastis, sehingga mampu “menerobos rintangan” pembuluh darah terkecil sekalipun. Tidak terkendalinya kadar gula darah penyandang DM, membuat eritrosit menjadi “sakit”, “cacat”, ataupun “kaku”. “Umurnya” pun lebih pendek. Alhasil relatif mudah terbentuk “kerak”/sumbatan pada pembuluh darahnya. Banyaknya eritrosit abnormal, dapat dideteksi melalui pemeriksaan HBA1C. Kadarnya yang melampaui delapan persen, dinyatakan tidak memenuhi istitaah kesehatan.
Semakin tinggi level HbA1C, semakin berisiko memicu timbulnya komplikasi. Gejalanya bervariasi. Mulai dari stroke, serangan jantung, gagal ginjal, rentan terjatuh dan patah tulang, hingga gangguan penglihatan. Sistim imunitasnya pun tertekan. Akibatnya, respons imunitas pasca vaksinasi kurang adekuat dan rentan mengalami infeksi.
Berdasarkan rencana perjalanan haji, pemberangkatan CJH dijadwalkan mulai tanggal 2 Mei 2025. Petunjuk waktu itu penting, khususnya bagi CJH yang memiliki komorbid. Harapannya bisa mempersiapkan diri lebih intensif. Bagi penyandang DM, ada rentang waktu yang cukup meregulasi kadar gula darahnya. Targetnya tercapai level HBA1C sesuai istitaah. Upaya yang sifatnya instan, justru berdampak merugikan. Hal itu bisa terjadi, akibat lebih seringnya mengalami hipoglikemia (anjloknya kadar gula darah di bawah normal). Kondisi tersebut berbahaya dan memantik timbulnya komplikasi kardiovaskuler. Idealnya penurunan HBA1C harus dilakukan secara bertahap dan dipantau sekitar tiga bulan sekali.
Aturan baru vaksinasi
Regulasi vaksinasi CJH, berbasiskan data akurat. Khususnya terkait epidemiologi dan risiko persebaran penyakit terkini. Sifatnya sangat dinamis. Polanya mengikuti perkembangan suatu penyakit menular yang sewaktu-waktu bisa berubah. Aspek edukasi dan pencegahan, khususnya vaksinasi, menjadi pilar penting. Hal itu seyogianya dipahami CJH ataupun pihak terkait.
Hingga kini Arab Saudi masih menerapkan aturan wajib vaksinasi meningitis, bagi CJH dari seluruh dunia. Mereka harus menunjukkan bukti telah dilakukan vaksinasi meningitis quadrivalent (ACYW135). Khusus CJH yang berasal dari negara-negara endemis meningitis meningokokus (“Meningitis Belt”), harus diberi tablet pencegahan juga. “Meningitis Belt” berasal dari sebagian negara Afrika.
Setelah selama puluhan tahun polio “menghilang”, kini kasusnya mulai bangkit kembali. Misalnya di Gaza-Palestina. Imbas perang, wilayah tersebut terdeteksi sebagai tempat berkembang biaknya virus polio. Sanitasi yang buruk menjadi biang masalahnya. Pada saat yang sama, Afganistan dan Pakistan sebagai negara endemis polio, telah melaporkan lonjakan kasusnya. Di negara kita, kejadian luar biasa (KLB) polio telah dilaporkan di Jatim dan Jateng. Karena itu pada tahun 2024, vaksinasi polio diwajibkan khusus bagi CJH yang berasal dari kedua provinsi tadi. Merupakan langkah tepat, bila vaksinasi polio diwajibkan bagi seluruh CJH tahun 2025.
Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan berita KLB terkait virus influenza. Di Australia, Amerika Serikat, dan Kamboja, terdeteksi flu burung (H5N1). Demikian pula di Meksiko (H5N2) dan Vietnam (H9N2). Semua varian tadi, termasuk dalam “keluarga” virus Influenza yang ganas dan sangat menular. Karena itulah kewaspadaan harus ditingkatkan, agar tidak terjadi eskalasi menuju tingkat pandemi seperti flu Spanyol pada tahun 1918. Mewajibkan vaksinasi Influenza pada semua CJH, merupakan langkah yang tepat.
Meski fase pandemi Covid-19 telah berlalu, namun vaksinasi lengkap Covid-19 masih diwajibkan bagi CJH dari seluruh dunia.
Semoga aturan penyelenggaraan haji yang baru, dapat direspons dengan saksama oleh semua pihak.
—0000—
*Penulis:
- Staf pengajar senior di Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
- Magister Ilmu Kesehatan Olahraga (IKESOR) Unair
- Penulis buku:
– Serial Kajian COVID-19 (tiga seri)
– Serba-serbi Obrolan Medis
– Catatan Harian Seorang Dokter
Tinggalkan Balasan