
Kuta, Bali (Trigger.id) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprioritaskan penutupan 306 tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah di Indonesia yang masih menerapkan sistem open dumping, termasuk TPA Suwung di Denpasar, Bali. Sistem pembuangan terbuka ini dinilai berbahaya bagi lingkungan karena dapat mencemari tanah, air, dan udara. TPA Suwung, dengan luas 32,46 hektare, ditargetkan ditutup pada tahun 2026.
“Tidak boleh lagi membuang sampah di TPA tapi sampah harus selesai di hulu,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (04/01).
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa upaya pengelolaan sampah harus difokuskan di tingkat hulu, bukan hanya mengandalkan TPA. Pendekatan ini bertujuan untuk mendorong pengurangan sampah dari sumbernya melalui praktik 3R (Reduce, Reuse, Recycle) serta pengelolaan berbasis teknologi modern yang lebih ramah lingkungan.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mengurangi dampak negatif dari pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan. Penutupan TPA juga akan didukung oleh strategi pengelolaan sampah berbasis komunitas dan teknologi pengolahan sampah modern seperti waste-to-energy atau komposting skala besar.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa sistem pembuangan sampah secara open dumping tidak diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam Pasal 44 undang-undang tersebut, pemerintah daerah diwajibkan untuk menutup TPA dengan sistem open dumping paling lambat lima tahun setelah undang-undang diundangkan, yaitu pada tahun 2013.
Namun, hingga saat ini, dari total 550 TPA di Indonesia, sebanyak 306 TPA atau sekitar 54,44 persen masih menggunakan metode ini. Salah satunya adalah TPA Suwung di Denpasar, Bali. Menteri Hanif menyebutkan bahwa komunikasi telah dilakukan dengan Pemerintah Provinsi Bali untuk menyusun rencana pengelolaan sampah yang lebih modern dan ramah lingkungan. Salah satu opsi yang sedang dikembangkan adalah pengelolaan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan, yang kini sedang dalam tahap pembangunan.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat peralihan dari sistem pembuangan terbuka menuju pendekatan pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, sejalan dengan target nasional untuk melindungi lingkungan dan memanfaatkan potensi sampah sebagai sumber daya energi alternatif.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengutip laporan Global Waste Management Outlook 2024 yang mengungkapkan bahwa sekitar 38 persen sampah global masih belum dikelola dengan baik. Kondisi ini berkontribusi terhadap berbagai masalah lingkungan, termasuk krisis perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan peningkatan timbulan sampah di berbagai ekosistem.
Di Indonesia sendiri, Menteri Hanif mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, timbulan sampah mencapai 56,63 juta ton, namun realisasi pengelolaan sampah baru sekitar 39 persen. Artinya, sekitar 60 persen sampah di Indonesia belum dikelola dengan baik.
Kondisi ini menunjukkan tantangan besar dalam sistem pengelolaan sampah nasional, terutama dalam memenuhi target pengelolaan yang berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah berupaya mempercepat implementasi teknologi pengelolaan sampah modern, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengurangan sampah, serta memperkuat regulasi dan kolaborasi lintas sektor untuk menangani krisis sampah secara komprehensif. (bin)
Tinggalkan Balasan