
Surabaya (Trigger.id) – Selama bertahun-tahun kita sering mendengar bahwa sarapan adalah makanan paling penting dalam sehari. Namun, benarkah sarapan bisa membuat tubuh lebih sehat dan langsing—atau hanya sekadar mitos lama yang terus dipercaya?
Seiring dengan pernyataan-pernyataan klasik seperti “wortel membuat mata sehat di malam hari” atau “anak nakal tidak akan diberi hadiah oleh Santa”, banyak orang tua juga menanamkan keyakinan bahwa melewatkan sarapan adalah kesalahan besar dalam pola makan. Namun, kenyataannya, seberapa banyak orang yang benar-benar rutin sarapan sangat bervariasi.
Di Amerika Serikat, sekitar tiga perempat penduduk rutin sarapan, sedangkan di Inggris angkanya mencapai 94% untuk orang dewasa, namun hanya 77% untuk remaja. Sementara itu, studi di Swiss menunjukkan bahwa hanya dua pertiga orang dewasa di sana yang secara konsisten mengonsumsi sarapan.
Waktu yang sempit di pagi hari kerap menjadikan sarapan sebagai prioritas terakhir. Banyak dari kita yang lebih memilih tidur beberapa menit lebih lama daripada menyantap semangkuk sereal atau sepotong roti. Bahkan tak sedikit yang hanya sempat sarapan sambil berjalan atau dalam perjalanan.
Namun, arti penting sarapan sebenarnya bisa kita lihat dari namanya sendiri—”break-fast”, yaitu memutus puasa semalaman. Menurut ahli gizi Sarah Elder, tubuh menggunakan banyak energi untuk proses pemulihan dan pertumbuhan saat kita tidur. “Sarapan yang seimbang dapat membantu mengisi kembali energi, protein, dan kalsium yang digunakan selama malam hari,” jelasnya.
Meski begitu, tidak semua ahli sepakat bahwa sarapan harus dianggap sebagai momen makan terpenting. Meningkatnya tren diet puasa (intermittent fasting), kekhawatiran akan kandungan gula tinggi pada sereal, hingga kritik terhadap industri makanan yang mendanai penelitian pro-sarapan—bahkan ada klaim dari seorang akademisi bahwa sarapan bisa berbahaya—membuat isu ini menjadi perdebatan yang kompleks.
Sarapan dan Kaitan dengan Berat Badan
Salah satu topik paling banyak diteliti terkait sarapan adalah hubungannya dengan obesitas. Sejumlah teori mencoba menjelaskan hubungan ini.
Sebuah studi di Amerika Serikat yang meneliti data kesehatan 50.000 orang selama tujuh tahun menemukan bahwa mereka yang menjadikan sarapan sebagai makanan utama cenderung memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi makanan utama saat makan siang atau malam. Para peneliti menyimpulkan bahwa sarapan dapat meningkatkan rasa kenyang, mengurangi asupan kalori harian, memperbaiki kualitas gizi (karena makanan sarapan umumnya kaya serat dan nutrisi), serta meningkatkan sensitivitas insulin—faktor penting dalam pencegahan diabetes.
Namun, seperti banyak penelitian observasional lainnya, belum bisa dipastikan apakah sarapan yang menyebabkan berat badan lebih sehat, atau apakah orang yang tidak sarapan memang sejak awal lebih rentan kelebihan berat badan.
Untuk menguji lebih lanjut, para peneliti mengadakan studi intervensi terhadap 52 perempuan obesitas yang mengikuti program penurunan berat badan selama 12 minggu. Semua peserta mengonsumsi jumlah kalori yang sama setiap hari, tetapi dibagi menjadi dua kelompok—satu kelompok sarapan, sementara kelompok lain tidak.
Hasil studi ini akan membantu memahami apakah sarapan benar-benar memiliki dampak terhadap penurunan berat badan, ataukah itu hanya berkaitan dengan kebiasaan makan dan gaya hidup secara keseluruhan.
Jadi, Apakah Sarapan Itu Penting?
Kesimpulannya, penting tidaknya sarapan tergantung pada konteks kesehatan, gaya hidup, dan kebutuhan tubuh masing-masing individu. Meskipun ada manfaat dari mengisi energi di pagi hari, sarapan tidak otomatis menjamin tubuh lebih sehat atau lebih kurus. Yang lebih penting adalah memastikan asupan nutrisi harian tetap seimbang, terlepas dari kapan Anda memulainya.
Namun satu hal jelas: jika Anda memilih untuk sarapan, usahakan agar menu yang dikonsumsi bergizi seimbang—bukan sekadar gula dan karbohidrat kosong yang membuat Anda cepat lapar kembali. (ian)
Sumber: BBC
Tinggalkan Balasan