
Jakarta (Trigger.id) – Industri makanan dan minuman (mamin) adalah wajah paling mudah “dicicipi” dari ekonomi Indonesia. Dari kopi botolan yang menembus pasar ASEAN, bumbu siap saji yang mengisi rak-rak ritel Timur Tengah, sampai jajanan tradisional yang naik kelas melalui industri rumahan—semuanya bertemu dalam satu ekosistem yang menjadi penopang utama manufaktur nasional. Data terbaru menegaskan: mamin bukan sekadar enak, tapi juga strategis.
Motor utama manufaktur dan PDB
Pada 2025, subsektor mamin kembali mengungguli laju ekonomi. Kuartal II/2025, industri mamin tumbuh 6,15% (yoy)—lebih kencang dari pertumbuhan ekonomi nasional—dan mempertahankan posisinya sebagai penyumbang terbesar pada PDB industri pengolahan nonmigas (sekitar 41% kontribusi di awal 2025). Ini menegaskan perannya sebagai “mesin” utama manufaktur Indonesia.
Ekspor: dari bumbu, olahan pangan, hingga minuman
Di sisi ekspor, tren mamin menunjukkan performa solid. Pada 2024, Kemenperin mencatat nilai ekspor mamin mencapai US$3,78 miliar hanya pada bulan Agustus, menyumbang lebih dari 21% ekspor industri pengolahan nonmigas—indikasi kuat daya saing produk pangan olahan Indonesia. Masuk 2025, ceruk tertentu bahkan menembus rekor: ekspor minuman non-alkohol Januari–April 2025 mencapai US$77,47 juta (naik 73% yoy), dengan lonjakan volume ke pasar ASEAN.
Untuk konteks makro, surplus neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut per Juni 2025—memberi “angin belakang” bagi pelaku mamin yang mengekspor bahan baku dan produk jadi.
Investasi: magnet PMA–PMDN yang konsisten
Jakarta (Trigger.id) – Dari sisi penanaman modal, industri makanan tercatat sebagai salah satu 5 besar subsektor dengan realisasi investasi tahun kalender 2024, senilai Rp65,9 triliun (sekitar 8,1% dari total). Arus investasi ini tersebar pada pabrik pengemasan modern, fasilitas cold-chain, hingga ekspansi lini minuman siap saji—pilar penting untuk produktivitas dan standarisasi mutu.
IKM pangan: inovasi dan standardisasi
Di level IKM, pemerintah menggulirkan program peningkatan keamanan pangan dan inovasi produk—mulai dari pendampingan penerapan food safety hingga akselerator Indonesia Food Innovation bagi IKM pangan. Tujuannya: mengerek kualitas, konsistensi, dan akses pasar IKM agar bisa naik kelas dari penjualan lokal ke ritel modern dan ekspor.
Tantangan 2025: biaya, pasar global, dan regulasi
Walau prospeknya manis, 2025 bukan tanpa tantangan. Pelaku usaha mamin menyoroti ketidakpastian global (termasuk potensi tarif dagang di pasar utama), pelemahan daya beli segmen tertentu, serta biaya logistik. Asosiasi menilai kinerja 2025 berpotensi stagnan jika hambatan ini tidak dikelola dengan kebijakan pro-industri dan efisiensi rantai pasok.
Arah kebijakan: menjaga “daya giling” industri
Kebijakan pro-industri—seperti stabilisasi harga bahan baku, efisiensi logistik, percepatan sertifikasi halal/keamanan pangan, dan dukungan pembiayaan untuk modernisasi pabrik—dinilai krusial menjaga momentum. Kontribusi industri pangan terhadap PDB total yang menanjak hingga 7,20% di Triwulan I/2025 menunjukkan kebijakan yang tepat sasaran akan langsung terasa pada kinerja ekonomi nasional. (ian)
Tinggalkan Balasan