
Surabaya (Trigger.id) – Anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo menilai, rencana konversi gas LPG 3 kilogram (Kg) menjadi kompor listrik tidak sesederhana itu. Ada banyak hal dan kenyataan yang perlu dipikirkan, apalagi penggunanya pada umumnya rakyat kecil.
“Penggantian gas 3 Kg ke kompor listrik tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena daya listrik tidak memadai,” kata Sartono kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).
Mengutip data 2021, Sartono mengatakan, sebanyak 97% pengguna listrik rumah tangga merupakan golongan R1 yang sebagian besar berlangganan di bawah 1.300 watt dan daya maksimal golongan R1 adalah 2.200 watt. Karena itu, jika diberikan kompor dengan daya 1.000 watt, maka tentu saja pelanggan tersebut akan kewalahan.
Jumlah pengguna daya demikian, kata Sartono, mencapai 24,3 juta rakyat kecil dengan daya listrik 450 watt dan 8,2 juta konsumen rumah tangga yang menggunakan listrik 900 watt. Dengan kenyataan ini tentu saja mereka tidak bisa menggunakan kompor listrik berdaya 1.000 watt.
Karena wacana tersebut, kata Sartono, pihaknya menerima aspirasi dari ibu rumah tangga yang kebingungan dengan penggunaan kompor listrik tersebut. Apalagi kompor listrik itu bertipe induksi yang lebih aman dan canggih sehingga membutuhkan peralatan yang harus sesuai pula.
“Apabila hanya menggunakan peralatan masak biasa, sudah dipastikan tidak akan optimal. Apakah pemerintah mau memberikan peralatan masak yang sesuai dengan kompor tersebut? Percuma diberikan kompor apabila tidak dapat digunakan,” ujar Sartono.
Di samping itu, kata Sartono, pengguna gas LPG 3 Kg juga berasal dari kalangan pelaku UMKM seperti pedagang bakso keliling, pedagang jajanan keliling, pedagang gorengan dan pedagang lainnya khususnya pedagang kaki lima. Apabila gas tersebut ditiadakan dan diganti dengan kompor induksi, maka akan menyulitkan mereka berusaha.
“Apabila pemerintah tidak peduli dengan nasib mereka, maka dapat dipastikan mereka akan terpaksa menggunakan gas non-subsidi yang berakibat kenaikan pada harga jual mereka. Yang pada akhirnya akan menekan rakyat selaku konsumen dari produk mereka,” kata Sartono lagi.
Sementara pelaku usaha distribusi elpiji Pertamina Brando Susanto meminta pemerintah tidak buru-buru melakukan pengalokasian kompor listrik terhadap warga.
Tentang harga kompor listrik lebih murah ketimbang kompor elpiji, Brando meminta Pemerintah menghitung secara benar dan teliti.
“Perhitungan harus benar-benar dilihat dari nilai hari ini dan ke depan. Apakah listrik kita akan selalu murah dan stabil? Jangan-jangan timbul masalah baru di masyarakat nantinya,” kata Brando kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).
Brando juga merasa aneh, pemerintah seperti terburu-buru membagikan kompor listrik ke masyarakat. Ia menilai listrik dan elpiji sama-sama produk energi tidak terbarukan dan harganya ditentukan oleh currency luar dan market Internasional.
Brando menegaskan, dalam jangka menengah, solusi kompor listrik akan menimbulkan masalah baru dan berpotensi kembali merepotkan masyarakat.
“Kebanyakan listrik kita masih berbasis diesel dan batubara. Jadi bayangkan suatu saat juga akan problem dengan harga beban subsidi,” ujar Brando.
Sementara melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Pemerintah memastikan migrasi penggunaan gas LPG 3 kilogram ke kompor listrik tidak akan dilakukan pada tahun ini karena belum ada pembahasan dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat ini program tersebut masih dilakukan dalam tahap uji coba.
“Pemerintah belum memutuskan terkait program konversi kompor LPG 3 kg menjadi kompor listrik induksi. Namun, dapat dipastikan bahwa program ini tidak akan diberlakukan di tahun 2022,” ungkap Menko Perekonomian dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Jumat (23/9/2022). (ian)
Tinggalkan Balasan