
Pengulangan
Oleh: Hafidz Bintang Alfarisi (Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISH Unesa)

Masyarakat awam mengenal Kota Kediri, pasti ingat tahu takwanya, getuk pisang atau tempat salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia, yakni Gudang Garam.
Tidak salah memang, meskipun Kota Kediri memiliki potensi lain selain tahu takwa, getuk pisang dan rokok.
Jika ada waktu luang, cobalah sesekali mampir ke sentra pembuatan tenun ikat khas kota Kediri. Lokasinya di desa Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Tidak jauh dari jembatan dekat alun-alun kota Kediri, yang sekarang jadi sentra kuliner Kota Kediri.
Pembuatan tenun ikat rata-rata masih menggunakan peralatan lama (tradisional). Tetapi justru disitulah daya pikatnya. Pembuatan secara hand made tersebut memang butuh ketelitian dan keahlian khusus. Pekerjanya juga turun-temurun.

Seperti ditulis Madaninews.id, tenun ikat Kediri atau yang biasa dikenal dengan tenun ikat Bandar Kidul ini memiliki sejarah yang cukup panjang dalam perkembangan tenun ikat di Nusantara.
Bermula pada 1950, etnis Tionghoa memperkenalkan kain tenun kepada masyarakat melalui perdagangan. Kala itu, sebagian masyarakat Bandar Kidul menjadi pekerjanya. Baru pada 1966, masyarakat salah satu desa di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri tersebut, mulai memproduksi sendiri kain tenun, utamanya untuk sarung. Hal ini tidak lepas dari situasi dan kondisi pada saat itu. Sarung diyakini menjadi ciri khas agar terhindar dari ancaman Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam perkembangannya, produksi tenun ikat Kediri mengalami pasang surut. Periode 1984–1985, produksi tenun ikat Kediri sempat mengalami kemunduran. Bahkan saat itu, permintaan tenun ikat anjlok akibat mulai beredarnya produk tekstil yang pembuatannya menggunakan mesin.
Seiring waktu, unit-unit usaha kerajinan tenun ikat di Kota Kediri terkonsentrasi di Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, persisnya di Jl. KH. Agus Salim Gg.VII dan Gg.VIII. Disana, pengunjung akan mendapati banyak perajin tenun ikat seperti Sinar Barokah, Kodok Ngorek, Sempurna, Medali Mas, Bandara, Kurniawan, Sahabat dan Risquna JC. Di luar Bandarkidul, terdapat pula perajin lain seperti Tenun Mulya dan Woro Putri Sejahtera. Secara keseluruhan, hingga saat ini ada 14 unit usaha kerajinan tenun ikat yang aktif berproduksi dan menyerap tenaga kerja lokal lebih dari 400 orang.
Kini, ada sekitar 20 rumah industri kain tenun ikat yang masih bertahan di Bandar Kidul Kediri. Salah satunya adalah milik Ruqoyah yang berdiri sejak tahun 1989. Ibu berusia 50 tahun ini merupakan generasi ketiga yang menjalankan industri berlabel “Medali Mas”.

Pemerintah Kota Kediri bersama pemangku kepentingan terkait terus berupaya mempromosikan dan memperkuat branding produk tenun ikat yang sarat akan kearifan lokal. Salah satunya melalui Surat Edaran Walikota Kediri yang menghimbau karyawan di instansi pemerintah dan swasta untuk mengenakan busana kerja berbahan dasar tenun ikat setiap hari Kamis.
Selain itu, Pemkot bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri secara rutin menggelar Dhoho Street Fashion sejak tahun 2015. Pada even tahunan tersebut, tenun ikat khas Kota Kediri ditampilkan dalam aneka kreasi busana yang trendy dan fashionable menyesuaikan gaya hidup kaum urban.
Selain wilayah Kediri dan sekitarnya, pemasaran produk tenun ikat Bandar Kidul Kediri telah sampai ke luar kota seperti Bandung, Jakarta, Malang serta luar pulau seperti Medan, Riau, Kalimantan, hingga Papua.
Modernisasi dalam bidang industri tekstil mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Kementerian Perindustrian mencatat, selama triwulan I 2019 industri tekstil dan pakaian mencapai 18,98 persen. Jumlah ini meningkat sebesar 8,73 persen dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama.
Selain itu, modernisasi industri juga membuat persaingan dagang semakin meningkat dan mengakibatkan industri kain tenun banyak yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing.
Sementara Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak secara khusus meminta Walikota Kediri Abdullah Abu Bakar untuk segera mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan indikator geografis Tenun Ikat Banjar Kidul Kediri.
“Saya rasa dengan sejarah panjang tenun ikat bandar kidul, kesenian wastra ini sudah layak untuk dapat HAKI,” ungkap Wagub Emil saat menghadiri gelaran Dhoho Street Fashion (DSF) ke-7 di Jalan Basuki Rahmat, Kota Kediri Sabtu (10/12/2022).
Wagub Emil mengatakan, jika telah terdaftar pada HAKI, maka penguatan communal branding tenun ikat bandar kidul akan semakin kuat.
“Jadi hanya tenun yang dibuat oleh orang di Bandar Kidul. Dan di Bandar Kidul yang boleh punya branding itu ini seolah akan nilai jualnya apalagi dikombinasikan dengan karya-karya designer yang luar biasa mudah-mudahan ini akan meningkatkan betul minat masyarakat dan nilai jual dan tenun ikat Bandar Kidul. Mudah-mudahan ini bisa kita dukung bersama,” kata Wagub Emil.
Tinggalkan Balasan