
Surabaya (Trigger.id) – Selama dua minggu terakhir, Elon Musk dan sekutunya telah bergerak dengan cepat dalam berbagai lembaga pemerintah, menciptakan kebingungan dan kekacauan, serta memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana seorang pengusaha yang tidak terpilih dapat memiliki otoritas semacam ini. Musk tampaknya bertindak tanpa memperhatikan hukum dan program yang telah ditetapkan oleh Kongres.
Dalam beberapa hari terakhir, individu yang berafiliasi dengan Musk telah mendapatkan akses penuh ke sistem pembayaran Departemen Keuangan, mengancam untuk menutup Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), menawarkan skema “pembelian keluar” bagi seluruh pegawai federal, dan di beberapa lembaga, menyingkirkan pegawai negeri karier—bahkan ada yang dikunci dari kantor atau sistem komputer mereka.
Tindakan Musk secara keseluruhan menunjukkan upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam memperluas kekuasaan cabang eksekutif tanpa mengindahkan prosedur hukum. Upaya ini telah diprediksi oleh Donald Trump selama kampanye kepresidenannya pada 2024. Musk, sebagai orang terkaya di dunia, memiliki kontrak pemerintah senilai puluhan miliar dolar dan kini memiliki akses ke jantung pemerintahan federal.
Status Khusus Musk dalam Pemerintahan
Setelah beberapa hari diam mengenai status pekerjaan Musk, Gedung Putih pada Senin lalu mengonfirmasi bahwa Musk secara resmi bertugas sebagai pegawai pemerintah khusus (special government employee). Status ini berarti Musk bukan sukarelawan, tetapi juga bukan pegawai federal penuh waktu.
“Pegawai pemerintah khusus itu seperti super-sukarelawan. Mereka lebih berwenang tetapi kurang terikat aturan,” ujar Kel McClanahan, Direktur Eksekutif National Security Counselors, organisasi yang mewakili pegawai federal dan pelapor pelanggaran.
Sebagai pegawai pemerintah khusus, Musk diharapkan bekerja tidak lebih dari 130 hari dalam setahun dan tidak menerima gaji. Namun, ia memiliki kantor di kompleks Gedung Putih. Presiden AS menegaskan bahwa Musk tidak bisa bertindak tanpa persetujuan administrasi, tetapi kritik tetap mempertanyakan apakah konflik kepentingan akan diawasi dengan ketat, mengingat Departemen Kehakiman yang bertugas menegakkan hukum ini berada di bawah pemerintahan Trump. (bin)
Tinggalkan Balasan