Surabaya (Trigger.id) – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah serta Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia meluncurkan gerakan percepatan pendataan, perekaman dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas.
Pada saat yang sama juga dilakukan penyerahan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas berupa Kartu Identitas Anak (KIA), KTP-el dan dokumen kependudukan lainnya di Hotel JW Marriott Surabaya, Kamis (16/6).
Penyerahan dokumen tersebut merupakan bagian dari acara Gerakan Bersama Bagi Penyandang Disabilitas Melalui Pendataan, Perekaman, dan Penertiban Dokumen Kependudukan Untuk Mewujudkan Masyarakat Inklusif di Jawa Timur.
Pemerintah berupaya memberikan hak- hak sipil terutama pemenuhan dokumen kependudukan bagi komunitas penyandang disabilitas dengan jemput bola. Yakni dengan mendatangi secara langsung Sekolah Luar Biasa (SLB), rumah-rumah, dan komunitas.
Dalam kesempatan tersebut, Khofifah mengatakan bahwa pendataan kependudukan disabilitas ini penting. Mengingat dari total 69.299 penyandang disabilitas yang terdata di Jatim, baru 71% yang sudah mendapatkan dokumen kependudukan.
Tak hanya itu, gerakan ini juga merupakan bagian dari upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Khofifah menyebut, kesetaraan perlakuan menjadi tugas bersama semua pihak.
“Kalau kita mau memaksimalkan capaian SDGs, maka antara lain adalah memastikan bahwa no one left behind. Berarti penyandang disabilitas harus mendapatkan hak pemenuhan dokumen kependudukan seperti warga negara lainnya. Dan kesetaraan perlakuan ini menjadi tugas ikhtiar kita bersama,” ujar Gubernur perempuan pertama Jatim itu.
“Kelengkapan administrasi kependudukan adalah hak sipil masyarakat. Karena masih banyak kasus dimana mereka tidak mendapatkan berbagai program perlindungan sosial karena terkendala pendataan kependudukan. Jadi masalah KTP dan identitas ini bukan persoalan yang sederhana karena legalitas kewarganegaraan melekat di dalamnya,” jelasnya.
Selain itu, mantan Menteri Sosial RI itu juga menyinggung perihal kelompok masyarakat lain yang masih belum terpenuhi administrasi kependudukannya yang dikenal unregistered people.
“Masyarakat kategori unregistered people, mereka potensial mengalami kemiskinan struktural karena mereka tidak terdata maka tidak bisa menerima berbagai program peindungan sosial,” lanjutnya.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menyebutkan bahwa menurut data BPS, penyandang disabilitas di Indonesia tercatat mencapai 20,9 juta jiwa. Di mana, Jatim merupakan provinsi terbesar nomor 2 dalam kependudukan disabilitas.
“Dan saya lihat, Jatim yang paling semangat melakukan inovasi dan terobosan untuk disabilitas. Ini membuat kami merasa sangat diapresiasi,” ucapnya.
“Dan ini memberikan harapan bagi kami. Saya ini juga penyandang disabilitas, yakni tuna rungu. Berasal dari Nganjuk dan hari ini pulang. Sekarang Alhamdulillah saya adalah staf khusus Presiden. Jadi kalau saya bisa, saya yakin teman-teman penyandang disabilitas juga bisa,” pesannya.
Selaras dengan Ankie, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrullah mengatakan bahwa selama 7 tahun ia menjabat, ada lubang kependudukan yang tidak bisa kita selesaikan. Yakni komunitas disabilitas dan komunitas adat terpencil.
“Ini karena banyak ruang tertutup di sana. Jadi kalau Dukcapil turun sendiri tidak akan bisa terselesaikan. Maka harus turun semua, bergerak bersama. Dari hulu ke hilirnya, mulai dari Gubernur, Bupati-Walikota, Camat, kepala sekolah, sampai keluarga,” tuturnya.
Zudan menyebutkan, gerakan jemput bola pendataan kependudukan penyandang disabilitas ini telah dimulai di Jakarta 14 Maret 2022. Dalam 3 bulan bergerak, rata-rata data masuk mencapai 220.000 per bulan.
“Maka di Jatim, dengan 38 kabupaten/kota, kalau sehari bisa mendata 100 orang saja maka se-Jatim bisa mendata 3.800 per hari. Tapi saya minta, jangan lupa ragam disabilitas tiap orang dicatat. Dan untuk penyandang disabilitas jiwa dan sensorik harus ada ahli yang mendampingi,” imbuhnya.
Di akhir, Zudan meminta agar pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan afirmasi dan prioritas. Untuk itu, kedua hal ini harus sudah dimunculkan sejak awal perencanaan pembangunan.
“Ada penyandang disabilitas yang harus diprioritaskan. Untuk itu, kita memerlukan afirmasi karena mereka memiliki banyak keterbatasan. Di sinilah esensi jemput bola. Dari titik prioritas dan afirmasi ini, hilirnya adalah optimalisasi teman-teman disabilitas,” tutupnya. (ian)
Sumber : Biro AdmPim Pemprov Jatim
Tinggalkan Balasan