

Kalimat “Libatkan Allah di setiap langkah usahamu” yang pernah disampaikan oleh budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun) menggambarkan pandangan Cak Nun tentang pentingnya keterhubungan manusia dengan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam usaha, pekerjaan, atau aktivitas duniawi lainnya. Detil dari pandangan ini seringkali muncul dalam ceramah atau tulisan Cak Nun yang menekankan prinsip tauhid dan kebergantungan manusia kepada Allah SWT.
Pernyataan ini juga sering muncul dalam konteks nasihat agar manusia tidak sombong terhadap apa yang telah dicapai, dan senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan Sang Pencipta. Cak Nun menekankan bahwa kesuksesan hakiki adalah ketika manusia tetap rendah hati dan menyadari bahwa segala sesuatu datang dari Allah SWT.
وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (QS. Al-Ahzab: 3)
Ayat ini menegaskan pentingnya menyerahkan urusan kepada Allah setelah melakukan usaha. Allah adalah sebaik-baik pelindung bagi manusia dalam setiap langkah. Bahwa usaha manusia bukanlah semata-mata hasil dari kemampuan, kecerdasan, atau kekuatan diri sendiri. Melibatkan Allah berarti menyadari bahwa hanya Allah yang Maha Berkuasa dan Maha Penentu hasil dari setiap usaha yang dilakukan.
Berdoa sebelum, selama, dan setelah melakukan usaha. Tawakal kepada Allah menjadi bagian yang tak terpisahkan, di mana manusia menyerahkan segala hasilnya kepada kehendak Allah setelah berikhtiar semaksimal mungkin. Allah Swt berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60).
Ayat ini mengingatkan bahwa Allah selalu siap mendengar doa hamba-Nya. Berdoa sebelum dan selama berusaha merupakan bentuk pelibatan Allah.
Melibatkan Allah juga berarti bekerja dengan jujur, amanah, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bahwa keberkahan dalam usaha hanya akan diperoleh jika dilakukan dengan cara yang benar, tidak melanggar aturan Allah.
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. At-Taubah: 105)
Menjaga rasa syukur di setiap tahap kehidupan, baik dalam kesuksesan maupun kegagalan. Kesyukuran itu menunjukkan pengakuan atas keterlibatan Allah dalam setiap langkah manusia.
Allah selalu memberikan yang terbaik, meskipun kadang manusia merasa tidak puas dengan hasil yang didapat. Oleh karena itu, melibatkan Allah berarti menerima setiap hasil usaha dengan lapang dada dan mencari hikmah di baliknya.
—000—
*Ulama dan akademisi Ubaya
Tinggalkan Balasan