
Depok (Trigger.id) – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan perlunya regulasi yang lebih kuat guna menjadikan ruang digital sebagai tempat yang aman bagi anak-anak. Hal tersebut disampaikannya dalam Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka Dies Natalis ke-75 Universitas Indonesia (UI) di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Senin (3/2), sebagaimana dikutip dari rilis pers Kementerian Komunikasi dan Digital.
Menkomdigi menekankan bahwa perlindungan anak di dunia digital tidak bisa hanya mengandalkan teknologi pemblokiran. Ia menilai bahwa pendekatan ini ibarat permainan kucing-kucingan dengan pelaku kejahatan digital yang terus mencari celah untuk menghindari pengawasan.
Sebagai solusi, pemerintah mendorong pembentukan budaya digital yang sehat agar anak-anak tidak mudah terpapar konten berbahaya. Selama ini, Kementerian Komunikasi dan Digital telah memutus akses terhadap lebih dari 4 juta konten negatif. Namun, munculnya kembali konten ilegal menunjukkan bahwa upaya pemblokiran saja tidak cukup.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mulai menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN) yang berlaku mulai Februari. Menkomdigi menegaskan bahwa aturan ini akan memastikan platform digital bertanggung jawab dalam mengawasi kontennya. Jika platform tidak menghapus konten pornografi anak dalam waktu 1×4 jam setelah diberikan peringatan, maka mereka akan dikenakan sanksi tegas.
Regulasi Baru untuk Perlindungan Digital
Selain langkah teknologi, pemerintah juga memperkuat regulasi dengan menyusun aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Meutya Hafid menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari prioritas nasional yang telah ditekankan oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia memastikan bahwa aturan turunan tersebut akan diselesaikan dalam waktu dekat.
“Presiden telah menegaskan ini sebagai prioritas nasional. Saya pastikan aturan turunannya harus selesai dalam satu sampai dua bulan,” ujar Menkomdigi.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, di antaranya Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Choiri Fauzi, serta Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah. (bin)
Tinggalkan Balasan