
Surabaya (Trigger.id) – Dunia sepak bola di Indonesia memiliki suporter yang sangat fanatik. Satu sisi fanatisme tersebut sangat posiif. Namun di sisi lain fanatisme yang tidak sportif akan mudah menyulut kerusuhan. Ini kata Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Nurhasan Mkes, saat memberikan sambutan pada Sarasehan Keolahragaan dengan tema “Damailah Sepak bola Indonesia”, di gedung Rektorat Unesa, Selasa (18/10/2022).
“Yang jadi pertanyaan kenapa suporter sepak bola itu identik dengan kerusuhan,” tanya Cak Hasan (panggilan akrab Prof Nurhasan).
Menurut Cak Hasan, dari tinjauan para pakar ilmu psikologi tindakan anarkis dari supoter tersebut dipengaruhi jiwa massa. Jiwa massa timbul diantara massa dan memunculkan kondisi yang aneh dan unik. Karena saat sendirian tidak akan berani melakukannya.
“Seseorang atau individu akan berbeda ketika di tengah massa atau gerombolan. Massa yang dalam jumlah besar akan mendorong perilaku agresif yang tidak akan dilakukan saat dia sendirian,: urai Cak Hasan.
kondisi tersebut kata Rektor Unesa, tak hanya terjadi pada suporter bola tetapi juga di kerumunan massa lainnya seperti kampanye dan juga demonstrasi. “Jika di tengah massa tersebut ada pemimpin atau pihak lain yang meneriakkan kata-kata tertentu maka yang lain akan dengan mudah mengikutinya”, tegas Cak Hasan.
Rektor Unesa juga heran, kenapa kerusuhan suporter bisa sering terjadi di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa kondisinya bisa terkendali dan adem-adem saja.
Pada dasar dalam setiap suku dan etnis apapun, menurut Cak hasan, memiliki sifat-sifat agresif dan destruktif, Namun secara umum pada masyarakat Jawa sifat-sifat seperti itu tidak mendapat tempat atau penyaluran dalam budaya mereka. Budaya mereka hanya memberi ruang pada sikap yang santun, ramah, sopan, patuh dan perilaku-perilaku lembut lainnya. “Bisa jadi karena tidak ada tempat untuk perilaku agresif dan destruktif, maka mereka cenderung menekan sikap tersebut. Sikap agresif dan destruktif tersebut tetap ada dan hanya ditekan agar tidak muncul dalam pergaulan sehari-hari,” tandas orang nomor satu Unesa tersebut.
Karena lingkungan mereka tidak bisa menerima perilaku seperti itu, lama-lama sikap tersebut butuh penyaluran dan muncul ke permukaan. Sikap agresif dan destruktif tersebut akhirnya muncul dan melebur saat di tengah-tengah kerumunan massa, dimana identitas mereka secara orang-perorang lebur dan sulit diketahui.
Melalui Sarasehan Keolahragaan “Damailah Sepak Bola Indonesia” yang diinisiasi Unesa, Cak Hasan berharap muncul pemikiran=pemikiran yang konstruktif, agar kasus-kasus kerusuhan yang menyertai pertandingan sepak bola atau olah raga apapun tidak akan terulang.
Cak Hasan berharap, sarasehan yang dibuka Menteri Pemuda dan Olah raga (Menpora) Prof, DR, Zainudin Amali dan juga dihadiri sosiolog DR. Imam B Prasojo, mantan Rektor Unesa Prof. Muchlas Samani M.pd, Prof. Agus Kristiyanto M.pd dari Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia, Ketua Asprov PSSI Jawa Timur Ahmad Riyadh, Ketua KONI Jatim Muhammad Nabil, Ignatius Indro Ketua Paguyuban Suporter Nasional, serta ketua Askab/Askot PSSI se Jawa Timur, bisa muncul rekomendasi konstruktif yang akan disampaikan ke Pemerintah dan para pemangku kebijakan lainnya yang berkepentingan dalam dunia sepak bola tanah air. (ian)
Tinggalkan Balasan