

Dalam tradisi keilmuan Islam, bab sabar selalu mendapat tempat istimewa di berbagai kitab klasik, baik dalam ranah tasawuf, akhlak, maupun tafsir dan hadis. Para ulama dari berbagai zaman menjadikan sabar sebagai pondasi utama perjalanan spiritual, kunci keteguhan dalam menghadapi ujian, serta penentu kualitas iman seorang hamba.
Pertanyaan pun muncul: mengapa tema sabar begitu banyak dikaji dan diulang-ulang dalam kitab kuning? Jawabannya terletak pada nilai strategis sabar dalam membentuk karakter mukmin sejati.
Sabar dalam Al-Qur’an dan Hadis: Landasan yang Kuat
Allah SWT menyebut kata sabar lebih dari 90 kali dalam Al-Qur’an, menunjukkan betapa pentingnya posisi sabar dalam kehidupan beragama. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 153, Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Begitu pula dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
“Sabar adalah cahaya.” (HR. Muslim)
Kitab-Kitab Klasik yang Membahas Sabar
Berikut beberapa kitab kuning/klasik yang secara khusus membahas bab sabar dan menjadikannya inti dalam pembahasan akhlak dan spiritualitas:
- Ihya’ ‘Ulumuddin – Imam Al-Ghazali
Dalam kitab magnum opus ini, sabar dimasukkan dalam Kitab Sabar dan Syukur. Imam Al-Ghazali menyatakan: “Sabar adalah separuh dari iman, dan iman tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan syukur.”
Beliau membagi sabar menjadi tiga bentuk: sabar dalam ketaatan, sabar terhadap maksiat, dan sabar menghadapi musibah. - Bidayatul Hidayah – Imam Al-Ghazali
Dalam kitab yang lebih ringkas ini, sabar digambarkan sebagai karakter yang harus dimiliki penuntut ilmu dan orang-orang yang ingin meniti jalan hidayah. - Ta’limul Muta’allim – Imam Az-Zarnuji
Kitab ini menyebutkan bahwa kesabaran adalah syarat utama dalam menuntut ilmu. Imam Az-Zarnuji menukil ucapan ulama: “Siapa yang tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka ia akan menanggung pedihnya kebodohan.” - Al-Hikam – Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari
Dalam kitab hikmah yang mendalam ini, sabar dipandang sebagai tahapan penting menuju ridha dan maqam-maqam ruhani yang tinggi. “Tidak dinamakan sabar seseorang jika ia masih mengeluh kepada selain Allah.” - Al-Risalah Al-Qusyairiyyah – Imam Al-Qusyairi
Dalam kitab ini, sabar dijelaskan sebagai maqam hati yang tinggi. Imam Al-Qusyairi menyatakan: “Sabar adalah meninggalkan keluh kesah dan menetap di hadapan takdir dengan tenang.”
Mengapa Ulama Klasik Menekankan Sabar?
Ada beberapa alasan mendasar mengapa bab sabar diulang dalam berbagai kitab:
- Sabar adalah pondasi akhlak. Tanpa sabar, seseorang mudah terjebak dalam kemarahan, kesedihan berlebih, dan keputusan tergesa-gesa.
- Perjalanan spiritual butuh sabar. Dalam tasawuf, sabar adalah syarat untuk mencapai maqam yang lebih tinggi.
- Kondisi umat selalu diuji. Dalam setiap zaman, umat Islam menghadapi ujian—baik secara individu maupun kolektif—yang hanya bisa dilalui dengan sabar.
- Sabar adalah kunci kebahagiaan. Para ulama meyakini bahwa sabar bukan hanya bentuk pasif, tapi aktif: menerima takdir dan tetap bergerak di jalan Allah.
Kesimpulan: Sabar Bukan Sekadar Bertahan, Tapi Bertumbuh
Mengkaji ulang bab sabar dalam kitab-kitab klasik bukan sekadar nostalgia keilmuan, tapi kebutuhan untuk menghadapi realitas modern yang penuh tekanan. Ucapan para ulama terdahulu masih relevan: “Sabar itu seperti kepala dalam tubuh. Jika kepala dipotong, matilah tubuh.” (Ali bin Abi Thalib RA.)
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang mampu bersabar, bukan hanya dalam musibah, tapi juga dalam menjalani ketaatan dan meninggalkan larangan. Sebab sesungguhnya,
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar: 10).
Di zaman penuh ujian seperti sekarang, kesabaran menjadi kebutuhan utama. Baik dalam menghadapi tekanan ekonomi, perbedaan pandangan, fitnah di media sosial, maupun cobaan keluarga dan kehidupan sehari-hari.
—000—
*Penceramah, tinggal di Surabaya
Tinggalkan Balasan