
Oleh: dr. Ari Baskoro SpPD K-AI – Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya

Setelah pandemi Covid-19 mereda, tahun 2023 menjadi tahun pertama bagi Indonesia mendapatkan kuota haji secara penuh. Jumlahnya mencapai 229 ribu orang, termasuk delapan ribu kuota tambahan. Dari total kuota tersebut, 67 ribu orang (30 persen) di antaranya merupakan calon jamaah haji (CJH) lanjut usia (lansia).
Bila dirinci, sebanyak 51.778 orang berusia antara 65-75 tahun. Selanjutnya 76-85 tahun (8.760 orang), antara 86-95 tahun (2.074 orang) dan di atas 95 tahun sebanyak 269 orang.Dari sisi persiapan menghadapi risiko medis, hal itu merupakan tantangan besar. Tidak mengherankan,Kementerian Agama mengusung tema“Haji Ramah Lansia” dalam penyelenggaraan ibadah haji 1444 H kali ini.
Lansia
Menurut Undang-undang No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Itu merupakan usia kronologi, berdasarkan data yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk(KTP). Usia kronologi tidak selalu seirama dengan usia fisiologi yang didasarkan atas kapasitas fungsional. Maknanya, seseorang dapat terlihat lebih muda atau sebaliknya tampak lebih tua dari umurnya. Bisa jadi akan memiliki kapasitas fungsional yang lebih besar atau lebih kecil dari yang diperkirakan dimilikinya pada usia tertentu. Keadaan demikian sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetika dan lingkungan. Aspek sosial, psikologi, ekonomi, dan fisik,berperan penting melatarbelakanginya.
Pada umumnya telah dapat dipahami, kecenderungan penurunan kapasitas fungsional sejalan dengan proses menua. Hal itu bisa terlihat, baik pada tingkat seluler ataupun organ, pada setiap individu lansia. Dampaknya,pada lansia terjadi keterlambatan dalam memberikan respons terhadap berbagai macam rangsangan, bila dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Dengan kata lain, menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah orang dewasa sehat, menjadi seorang yang “frail” (lemah, rentan).Cadangan sistem fisiologis berangsur akan menurun.Sebaliknya terjadi peningkatan kerentanan terhadap berbagai macam penyakit. Risiko kematian pun akan meningkat secara eksponensial.
Berbagai sistem tubuh yang mengalami perubahan, bisa dideteksi melalui suatu skrining yang cermat. Itulahpoin yang menjadi bahan evaluasi penting, menakar risiko medis bagi seorang CJH lansia.Misalnya,potensi diabetes melitus (DM) akan semakin meningkat, karena efektivitas kerja hormon insulin menjadi terganggu. Demikian pula dengan performa fungsi pompa jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi darah. Selain terkaitdengan meningkatnya risiko timbulnyapenyakit jantung koroner (PJK), curah jantungpada lansia punsemakin menurun. Dampaknya,seorang lansia berisiko mengalami serangan jantung, saat mengalami peningkatan beban stres fisik/kelelahan. Belum lagi bila dia memiliki tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dengan baik.Maka risiko stroke, baik berupa perdarahan ataupun sumbatan, akan semakin meningkat pula.
Lansia diketahui memiliki keterbatasan pada fungsi parunya, sebagai organ penting pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Itu tidak terlepas dari terjadinya kekakuan pada dinding dada dan menurunnya kekuatan otot-otot pernapasan. Selain terjadinya gangguan anatomis pada beberapa bagian sistem saluran nafas, efektivitas/refleksbatuk juga semakin menurun. Hal itulah yang memudahkan seorang lansia lebih gampang mengalami sesak napas. Risiko terpapar radang paru (pneumonia)akan semakin meningkat pula.
Ginjal sebagai organ pembersih sisa-sisa metabolisme tubuh, akan semakin menurun kapasitasnya pada lansia. Itu terkait penurunan massa ginjal hingga 25 persen. Imbasnya dapat memicu terjadinya gangguan homeostasis cairan, elektrolit dan aktivasivitamin D.
Efek penuaan tidak dapat dipungkiri akan membawa dampak pada berkurangnya massa otot secara bermakna (sarkopenia). Otot-otot tungkai merupakan segmen yang paling seringmenuaidampaknya, dibandingkan dengan otot-otot lengan dan otot-otot bagian tubuh lainnya. Dengan disertainya penurunan massa tulang dan kepadatannya, lansia berpotensi lebih gampang mengalami kelelahan dan terjatuh. Pada akhirnya kejadian patah tulang, merupakan suatu risiko yang seharusnya bisa diperhitungkan.
Seorang lansia juga akan mengalami gangguan penglihatan, penghidu/membau, pendengaran, serta keseimbangan. Dalam banyak kasus,bisa terjadi gangguan pada kontrol rasa haus oleh hormon endorfin. Risiko timbulnya dehidrasi tanpa disadari, akan semakin meningkat pula. Potensi tersebut akan bertambah,bila seorang lansia mengalami kesulitan menahan kencing/inkontinensia urine/mengompol. Akibatnyaakan menjadi “takut” untuk minum lebih banyak. Sebanyak 25-35 persen lansia mengalami inkontinensia urine dengan penyebab yang bervariasi.
Menurunnya fungsi kognitif/intelektual yang sering dikenal sebagai “pikun”, kadang-kadang bisa berdampak fatal. Pada contoh kasus yang sederhana, sering terjadi kesalahan/”lupa” mengonsumsi obat, bila tanpa pendampingan.
Risiko morbiditas dan mortalitas pada lansia, erat kaitannya dengan menurunnya fungsi imunitas.Respons kekebalan tubuh yang dibentuk pascavaksinasi, juga seringkali mengalami kendala.Konsekuensinya, lansia berisiko mengalami infeksi yang lebih parah.
Secara ringkasnya, seorang lansia berpotensi memiliki penyakit ganda (multipatologi) yang sudah seharusnya memerlukan perhatian yang lebih.
Kesehatan haji
Jamaah haji asal Indonesia, merupakan yang terbanyak dari seluruh negara di dunia. Diperkirakan jumlah total jamaah haji dari seluruh dunia, akan kembali normal seperti sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Situasi kerumunan massa dari 2,4 juta jamaah haji dari seluruh dunia, meningkatkan risiko jamaah lansia mengalami kelelahan dan tertular penyakit infeksi. Masalah suhu udara yang ekstrem, kelembaban tinggi, kondisi geografis setempat berupa perbukitan yang relatif curam, serta lalu lintas yang padat, akan meningkatkan risiko gangguan kesehatan. Diprediksi cuaca panas hingga bisa mencapai 50 derajat Celsius, akan terjadipada musim haji tahun ini.
Puncak rangkaian ibadah hajidi Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), sangat memerlukan persiapan kondisi fisik yang prima. Situasi itu sangat melelahkan, khususnya bagi lansia dengan berbagai macam komorbid.
Sebelum pandemi, dari tahun ke tahun penyelenggaraan haji, Indonesia selalu mendominasi angka kematian jamaah haji. Rata-rata 2 per mil, atau sekitar 300-400 orang per tahun. Angka itu jauh melampaui negara-negara lain. Misalnya India ( satu per mil) dan Malaysia (0,3 per mil). Penyebab kematian tertinggi, mayoritas masih terkait penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan pernapasan.
Lansia selalu menempati porsi terbesar angka kematian jamaah haji. Klimaksnya terjadi pada pekan ke enam hingga ke tujuh yang merupakan periode puncak ibadah haji. Kelelahan fisik menjadi faktor pemicu yang penting.
Persiapan maksimal menjadi kata kunci bagi mitigasi CJH lansia, pada seluruh tahapan penyelenggaraan haji. Semoga Emergency Medical Team yang dibentuk pemerintah pada penyelenggaraan haji tahun ini, dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas jamaah haji lansia.
Tinggalkan Balasan