Sven-Goran Eriksson, mantan pelatih Timnas Inggris, diberitakan menderita kanker pankreas. Diprediksi sisa umurnya hanya tinggal satu tahun. Beberapa waktu sebelumnya, Bapak Rizal Ramli (mantan Menko Bidang Kemaritiman) telah wafat akibat penyakit yang sama.
Hingga kini, kanker pankreas merupakan problem besar di ranah medis yang sulit ditanggulangi.Namun demikian perkembangan teknologi kedokteran, khususnya kemajuan pesatdi bidang imunologi, telah menimbulkan harapan baru. Beberapa waktu terakhir ini, para peneliti telah melakukan riset yang sangat prospektif. Temuan yang telah menjadi “trending topic” tersebut, telah dipublikasikan dalam beberapa jurnal ilmiah kedokteran terkini.
Temuan inovatif tersebut, berbasiskan teknologi m-RNA. Vaksin berbasiskan platform m-RNA, telah menunjukkan perannya sebagai bagian penting pengendali pandemi. Kini peran itu terus bergulir. Tidak hanya pada ranah preventif, namun menuju ke bidang kuratif sebagai imunoterapi. Tegasnya sebagai vaksin terapeutik.Kanker pankreas merupakan salah satu target sasaran terapinya.
Kanker pankreas merupakan salah satu bentuk kanker dengan tingkat fatalitas tertinggi. Mayoritas tetap “tersembunyi”. Sangat sulit mendeteksinya pada stadium dini. Padahal konsep medis yang sudah baku menyatakan, semakin dini suatu kanker dapat dideteksi, akan semakin baik prognosisnya. Postulat itu juga berlaku bagi kanker pankreas. Secara statistik, estimasi tingkat kelangsungan hidupnya dapat diprediksi. Umumnya diperkirakan dalam jangka waktu lima tahun (five yearssurvival rate/5 YSR). Misalnya terdeteksi pada stadium awal, 5 YSR-nya sekitar 44 persen. Tetapi bila sudah memasuki stadium lanjut, 5 YSR-nya hanya mencapai tiga persen saja.
Mayoritas kanker pankreas ditemukan pada stadium lanjut. Penyebabnya hingga kini masih misteri. Banyak faktor yang diduga kuat menjadi latar belakangnya/faktor risiko. Perokok, radang kronik pankreas, dan unsur genetik, merupakan faktor risiko utama. Ada sejumlah faktor risiko lainnya, seperti bertambahnya usia, diabetes, serta konsumsi alkohol dan daging olahan dalam jumlah yang berlebihan. Sebagian besar kasus, lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.Terutama pada rentang usia antara 60 hingga 80 tahun.
Hingga kini modalitas pengobatan yang digunakan melawan kanker pankreas masih mengecewakan hasilnya. Baik pembedahan, kemoterapi, ataupun radioterapi, belum mampu memberikan tingkat “kesembuhan” sesuai harapan. Hampir keseluruhannya kemudian mengalami progresivitas dan berdampak menyebabkan kematian. Tidak mengherankan bila para ahli bekerja keras menemukan metode baru, untuk mengatasi keganasan pankreas. Salah satu harapan itu, kini bersandar pada konsep imunoterapi berbasiskan vaksin m-RNA.
Mutasi genetik
Setiap kali sel-sel dalam tubuh manusia membelah diri, sel tersebut harus membuat salinan DNA untuk dilanjutkan ke sel-sel yang baru. Kadang mekanisme penyalinan tersebut tidak sempurna, atau terjadi kesalahan. Kesalahan replikasi DNA (proses mutasi) akan terakumulasi, seiring dengan berjalannya waktu. Mekanisme regulasi yang secara normal dapat mengendalikan pertumbuhan dan pembelahan sel pun, akhirnya mengalami kegagalan. Muaranya terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan berujung pada terbentuknya sekumpulan sel-sel “ganas”/kanker. Watak sel ganas sudah sangat berbeda dengan sel asalnya. Termasuk pula sifat komponen antigennya.
Titik-titik mutasi DNA, bisa terjadi pada beberapa tempat. Proses tersebut bisa berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Artinya bersifat personal, meski hasil akhirnya sama, dalam wujud suatu kanker pankreas.
Konsep dasar vaksin m-RNA
Kunci imunoterapi berbasiskan teknologi vaksin m-RNA itu,terletak pada protein yang dihasilkan oleh sel-sel kanker pankreas yang disebut neoantigen. Ada perbedaan prinsip antara vaksin m-RNA yang diaplikasikan untuk mencegah paparan COVID-19 dengan yang dirancang mengobati kanker pankreas. Antigen pembangkit respons imun pada vaksin COVID-19, menggunakan bagian tertentu dari gen virus yang kemudian “memerintahkan” terbentuknya “protein asing”. Protein itu disebut antigen.
Antibodi yang terbentuk akibat paparan antigen tersebut, mampu melindungi tubuh seseorang dari paparan COVID-19. Di sisi lain, neoantigen yang diproduksi sel-sel kanker pankreas, dirancang sebagai komponen antigen vaksin m-RNA terapeutik. Tujuannya untuk membangkitkan imunitas tubuh yang selanjutnya akan menghancurkan sel-sel ganas pankreas.
Semula neoantigen itu tidak mampu dikenali oleh sistem imun. Akibatnya tubuh tidak menganggap sel kanker sebagai “musuh” yang harus diperangi.Komponen“protein asing” tersebut, bagaikan tertutup suatu “selubung” yang mampu“bersembunyi” dari deteksi sel imun. Pada penyintas kanker pankreas, sel-sel imun mampu mendeteksinya, sekaligus menghancurkannya. Sistem imun tersebut bukanlah antibodi, melainkan limfosit/sel T ( salah satu“anggota” dari lekosit/sel darah putih). Lebih menakjubkan lagi, sel T ini memiliki “memori” imunologis yang mampu mengenali kembali sel kanker, hingga12 tahun lamanya.
Imunoterapi terhadap kanker pankreas, dirancang secara individual. Artinya, antara satu orang dengan orang lainnya bisa tidak sama. Prinsipnya setelah jaringan kanker diambil sampelnya, kemudian diidentifikasi lokasi mutasi yang menghasilkan neoantigen yang paling asing bagi sistem imun. Vaksin m-RNA kemudian dirancang atas dasar neoantigen tersebut. Setelah vaksin disuntikkan, sel dendritik (salah satu “anggota” lekosit) bertindak bagaikan “dirigen”. Atas kendalinya, sel T menjadi sekumpulan “pasukan elite” yang sangat kompeten mendeteksi dan menghancurkan sel-sel ganas pankreas.
Kini peluang riset menemukan vaksin terapeutik pada kanker pankreas, juga dimiliki Indonesia. Negara kita sudah mengusai dasar-dasar teknologi vaksin berbasiskan m-RNA. Kemungkinan tersebut lebih terbuka lebar, setelah pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya keras mengembangkan industri farmasi dan alat-alat kesehatan.
Semoga pengembangan vaksin terapeutik berbasiskan m-RNA ini, tidak hanya bermanfaat bagi penyandang kanker pankreas, tetapi bisa dikembangkan pula untuk jenis-jenis kanker lainnya. Tidak berlebihan kiranya bila peran penting Indonesia selama ini di kancah vaksin dunia melalui Bio Farma, dapat diperluas dengan upaya lain di bidang imunoterapi.
——o—–
*Penulis :
Staf pengajar senior di:
Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/RSUD Dr. Soetomo – Surabaya
Anggota Advisory Board Dengue Vaccine
Penulis buku:
* Serial Kajian COVID-19 (sebanyak tiga seri)
* Serba-serbi Obrolan Medis
Tinggalkan Balasan